(Resensi Buku)
Oleh : Ahmad Abdul Basyir*
Judul: Cantik itu Luka
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Umum (GPU)
Cetakan ketujuh Juli 2015
Halaman: 479
ISBN: 978-602-03-1258
Semua kaum hawa di dunia ingin dianggap cantik. Bahkan tak tanggung-tanggung mereka akan membeli skincare atau pemutih muka asal bisa terlihat glowing. Ia tak mau terlihat jelek ketika dipandang lawan jenisnya. Sehingga mereka akan bersusah payah merawatnya. Ada juga mengeluarkan biaya mahal yakni dengan operasi agar bisa memperoleh kecantikan.
Namun, tidak untuk seorang gadis dalam novel ‘Cantik Itu Luka’ karya Eka Kurniawan. Justru kecantikan dirinya menjadi penderitaan baginya selama ia hidup. Mungkin bisa sedikit menggambarkan bagaimana penderitaan gadis cantik ini ketika membaca isi di cover belakang buku tersebut.
_“Di akhir masa kolonial, seorang perempuan dipaksa menjadi pelacur. Kehidupan itu terus dijalaninya hingga ia memiliki tiga anak gadis yang kesemuanya cantik. Ketika mengandung anaknya yang keempat, ia berharap anak itu akan lahir buruk rupa. Itulah yang terjadi, meskipun secara ironik ia memberikan nama Si Cantik.”_ (Cover belakang)
Begitulah sinopsis dalam cerita di novel tersebut. Bisa dibayangkan bukan? Jadi, dalam cerita novel itu, tokoh yang berperan sebagai pelacur dalam cerita novel itu bernama Dewi Ayu. Ia gadis blesteran, hasil persilangan antara darah Belanda dengan darah Indonesia. Gadis ini begitu cantik, semua lelaki yang melihatnya akan tergoda. Air liur dimulut saat memandang akan ditelan, berahi memuncak, harapnya ingin menidurinya. Itulah yang terjadi pada Dewi Ayu di kota Halimunda ketika Jepang menguasai segala sumber daya alam dan manusia pasca mengusir Belanda di Indonesia.
Dan disitulah Dewi Ayu memulai melacur yang kelak melahirkan tiga anak yang cantiknya mengikuti dirinya. Ketiga anaknya bernama Alimanda, Adinda dan Maya Dewi. Ketiganya ini terlihat mengikuti jejak ibunya. Sehingga harapan pun muncul pada Dewi Ayu untuk tak mau melahirkan anak yang cantik tapi ingin terlihat jelek. Karena kalau ia cantik maka ia ingin mati saja. Tapi ketika lahir anak keempatnya ini, ternyata bumi mengabulkan, lalu lahir lah anak jelek yang diberi nama Cantik. Cuma Dewi Ayu tak pernah melihat anak keempatnya usai terlahir di dunia ini, hingga ia mati selama 20 tahun lalu bangkit kembali. Ia tak mau melihat karena harapan ini tidak akan pernah dikabulkan. Dan itu hal mustahil, sehingga ia berpikiran bahwa tak ada gunanya hidup sebagai orang cantik kalau lah hidup kita digerogoti oleh lelaki nafsu lalu mengeksploitasi keperempuanannya.
Itulah secara singkat yang saya pahami dalam cerita novel tersebut saat saya membaca novel dari Eka Kurniawan ini. Menurutku cantik itu luka yang dimaksud penulis adalah ketika kita lahir di dunia ini hanyalah sebuah paksaan memenuhi berahi para lelaki lewat kecantikan. Buat apa cantik kalau hanya membuat kita menderita sebagaimana peristiwa yang menimpa Dewi Ayu.
Novel ini juga mengajak kita untuk berpetualang ke masa pasca kemerdekaan tentang kehidupan seorang perempuan. Tak hanya itu juga kita juga disuguhkan bagaimana kehidupan lelaki yang memperebutkan seorang wanita cantik. Eka juga begitu ciamik dalam menggambarkan cara berhubungan seks. Sehingga bagi pembaca akan dibawa keimajinasi vulgar. Dan Eka Kurniawan di setiap tokoh dalam cerita itu menggambarkan identitasnya tanpa harus melupakan maksud cerita yang ingin disampaikan.
Dan memang buku ini layak best seller, karena jika kita membacanya akan membuat kita terpesona dengan kata-kata yang disusun. Serta juga novel ini beralur maju mundur. Makanya diawal-awal kita akan disuguhi hal mistis. Tapi jangan khawatir! Ketika kita melanjutkan halaman demi halaman pasti kamu akan tergoda. Sebagaimana tergodanya para lelaki ketika melihat wanita cantik.
*) Penulis adalah Aktivis Pemuda Takalar