Matakita.co, Makassar – Danau Limboto yang terletak di Provinsi Gorontalo merupakan destinasi wisata yang sejak dulu amat mengagumkan. Para pengunjung dapat melakukan berbagai aktifitas menyenangkan di sana, seperti memancing, berperahu, dan lain sebagainya.
Sayangnya, hari ini kondisi Danau Limboto sangat memprihatinkan, bahkan sudah ditetapkan sebagai salah satu danau kritis dari 15 danau yang ada di Indonesia berdasarkan penelitian LIPI. Limboto yang awalnya memiliki kedalaman 30 meter dengan luas 7000 hektar, kini hanya sedalam 2,5 meter dengan luas 2000 hektar.
Hal tersebut disampaikan oleh Muh. Firyal Akbar A. yang telah resmi menyandang gelar Doktor bidang Administrasi Publik dalam ujian promosi di Aula Prof. Syukur Abdullah FISIP Unhas, Senin (27/12/2021).
Firyal, dalam disertasinya yang berjudul “Analisis Adaptive Governance Dalam Pengelolaan Danau Limboto di Kabupaten Gorontalo”, berusaha menguraikan permasalahan yang kini melanda Danau Limboto. Menurutnya, Pemerintah Gorontalo belum siap menghadapi perubahan lingkungan yg sangat cepat, khususnya yang terjadi pada Danau Limboto. Di samping itu, masyarakat juga belum sadar akan kepunahan yang mengancam danau tersebut.
“Kompleksitas masalah danau akibat tanggung jawab, koordinasi dan sinergi serta kolaborasi yang belum berjalan dengan baik antara aktor dan lembaga di beberapa level kewenangan, menyebabkan ketidakpaduan dalam intervensi program terkait danau itu. Dari hasil riset, jika Danau Limboto tidak diselamatkan, kemungkinan 2035 akan punah,” jelas Firyal.

Sebagai solusi, Ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UMGO (Universitas Muhammadiyah Gorontalo) itu mengangkat konsep Adaptive Governance. Tujuannya mengantisipasi perubahan yang tidak terprediksi dengan melibatkan aktor-aktor dari sektor berbeda, yakni sektor sipil, privat, dan publik.
Salah satu fitur yang dimanfaatkan dalam Adaptive Governance yakni Networking Governance, dimana -menurut Firyal- pengelolaan Danau Limboto ini akan sangat efektif jika dikelola dengan memanfaatkan jaringan yang ada.
“Konsep Adaptive Governance dapat diterapkan dalam penyelamatan Danau Limboto. Ditambah Networking Governance bisa memberi penguatan dalam bagaimana mengelola Danau Limboto secara jejaring. Jadi kolaborasi antar jaringan yg melibatkan 3 stakeholder itu,” terangnya lagi.
Firyal juga menambahkan strategi yang sekiranya bisa digunakan ketika konsep ini diterapkan.
“Kita bisa edukasi ke anak-anak dalam kurikulum belajar yang formal tentang lingkungan. Konsep juga mesti dibawa ke OPD untuk didiskusikan mengenai keterlibatan SDM. Untuk swasta, dia porsinya bisa membantu proses revitalisasi,”.
Diketahui disertasi yang diajukan Firyal dinyatakan lulus oleh tim penguji dengan predikat sangat memuaskan. Firyal berharap konsep yang disampaikan bisa direalisasikan segera.
“Tentu ini jadi rekomendasi dan akan kami coba sandingkan dengan pihak terkait dalam pengelolaan danau. Kebetulan saya juga di LP2M UMGO, hasil-hasil riset yang berkenaan dengan Danau Limboto dan wilayah Gorontalo lainnya akan coba kami kembangkan,” pungkasnya di akhir acara. (MM)