Beranda Berita Pameran Create Moments Panakkukang Makassar, Rifah Salwa Ramadhani Pamerkan Buku Tanya Rasa

Pameran Create Moments Panakkukang Makassar, Rifah Salwa Ramadhani Pamerkan Buku Tanya Rasa

0
Rifah Salwa Ramadhani.

Matakita.co, Makassar – Sejumlah siswa siswi sekolah mengikuti ajang pameran yang digelar oleh Create Moments di Art Studio Lorong 8, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.

Diketahui acara itu digelar selama empat hari, Kamis – Minggu (22-25/9/2022).

Pameran Seni Di Luar Jam Sekolah itu bertemakan Refleksi Isu-Isu Toleransi dan Keberagaman yang ada di Lingkungan Pelajar.

Salah satunya Rifah Salwa Ramadhani turut mengikuti pameran tersebut. Terlihat ia memamerkan bukunya yang berjudul Tanya Buku.

Tulisan Buku tersebut dibuat selama seminggu, dan telah diterbitkan beberapa waktu lalu.

Rencananya ia akan ikut memamerkan karyanya di luar pulau Sulawesi, tepatnya Jawa Barat, Surabaya dan Jawa Timur Bandung, akan tetap bertepatan dengan acara hari tersebut.

Selain Rifah yang bersekolah di SMA 1 Gowa itu, juga terlihat siswa-siswi Kota Makassar memamerkan karyanya berupa gambar.

Diketahui Create Moments bermitra dengan sejumlah sekolah, diantaranya SMA 1 Gowa, SMA 9 Gowa, SMA 14 Gowa, SMA 1 Makassar, SMA 18 Makassar, SMA Kartika dan MAN 1 Makassar.

Komunitas itu memiliki sejumlah cabang yang tersebar di Provinsi, seperti Jawa barat, Surabaya dan Jawa Timur Bandung.

Buku Tanya Rasa, Karya Rifah Salwa Ramadhani.

Berikut pembukaan isi Tanya Rasa :

Hai… Perkenalkan nama saya Rifah Salwa Ramadhani, bisa dipanggil Ifah. Saya merupakan orang yang sangat ekstrovert, banyak bicara, dan tidak pernah melewatkan kesempatan untuk bertanya saat teman-teman saya presentasi di kelas. Kebiasaan saya itu, tanpa saya sadari, kadang membuat saya mengabaikan perkataan dan pendapatan orang lain. Membuat orang lain merasa tidak dihargai. Padahal sebagai makhluk sosial, kita harus saling menghargai, memahami, dan mendengarkan satu sama lain. Sebagaimana ungkapan yang mengatakan, bahwa “Kita mempunyai dua telinga dan satu mulut, agar kita bisa lebih banyak mendengar daripada berbicara”. Oleh karena itu, lewat jurnal ini saya ingin membagi pengalaman saya saat belajar mendengar cerita dan pengalaman orang-orang yang saya temui selama residensi di Kampung Buku. Jurnal ini dibuat dari hasil wawancara saya dengan orang-orang yang datang di Kampung Buku. Mau tahu siapa orang-orang itu? Yuk baca! Selamat membaca.

Sementara itu, Rifah Salwa Ramadhani berharap, kegiatan itu berjalan lancar dan makin banyak sekolah yang ikut bergabung dengan Komunitas Create Moments.

“Semoga Create Moments ini bisa lebih maju dan semoga dan lebih banyak kegiatan-kegiatan lebih berkembang lagi, dan banyak kerjasama oleh Create,” harapnya.

Mancars, kapan terakhir kali kalian berkunjung ke sebuah pameran seni? Kalau diingat kembali, saya sendiri terakhir kali berkunjung ke sebuah acara eksibisi di tahun 2020 dan syukurnya saya terlibat sebagai kolaborator dalam pameran tersebut. Eksibisi dari karya solo Juang Manyala yang dikonsep dengan empat ruang instalasi melibatkan sejumlah seniman ternama dari latar belakang bidang yang berbeda.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh CREATE (Creative Youth for Tolerance). CREATE merupakan sebuah program yang bertujuan untuk meningkatkan toleransi di lingkungan sekolah, dengan menggunakan pendekatan seni budaya. Sejak Juli tahun 2022, konsorsium CREATE Sulawesi Selatan telah melakukan kegiatan residensi bertajuk “Di Luar Jam Sekolah” untuk para pelajar SMA/MA sederajat di Kab. Gowa dan kota Makassar. Metode belajar residensi ini dipilih sebagai salah satu pengalaman berbeda yang ditawarkan kepada para pelajar untuk mengeksplorasi isu-isu toleransi, keberagaman, kesetaraan gender, dan inklusi sosial.

Proses residensi berlangsung selama enam pekan (Agustus – September 2022) yang masing-masing dibagi kedalam tiga komunitas host sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Ketiga komunitas tersebut adalah Kedai Buku Jenny (KBJ), Tanahindie, dan Siku Ruang Terpadu. Ketiga komunitas tersebut memiliki fungsi sebagai ruang dan juga fasilitator yang bertugas mendampingi para peserta belajar terkait isu yang menjadi ketertarikannya dan mengolah isu tersebut menjadi sebuah karya seni yang akan dipamerkan ke ruang publik.

Kegiatan tersebut merupakan tahapan akhir dari semua rangkaian kegiatan residensi selama enam pekan bagi para peserta. Mancars, jika kalian berkunjung ke acara tersebut dan memasuki ruang galeri eksibisinya kalian akan menjumpai tiga instalasi seni interaktif. Seni rupa, audio-visual, dan instalasi performatif.

Pembukaan pameran sekaligus dirangkaikan dengan diskusi publik yang mengangkat tema bincang “Bagaimana Sekolah Memfasilitasi Imajinasi”. Menghadirkan empat narasumber diantaranya, Zulkhair Burhan atau akrab disapa Kak Bob (Akademisi), Wilda Yanti Salam (Fasilitator CREATE), Ibu Rita Kartini (Guru SMA), dan Harnita Rahman (Moderator). Diskusi ini bertujuan meletakkan fundamental berdialog dan diskusi antara seniman muda dan publik.

Meskipun datang terlambat saya masih mendapatkan beberapa bagian penting dari jalannya diskusi. “Pameran seperti ini yang diikuti oleh para pelajar baru ada lagi setelah 20 tahun,” ujar salah satu guru yang berkesempatan menuangkan pendapatnya pada sesi diskusi tersebut. Sekolah harus berperan aktif dalam memfasilitasi imajinasi para siswanya agar tidak melulu mengukur keberhasilan para pelajar hanya dari capaian nilai akademiknya.

Para pengunjung yang hadir didominasi oleh para siswa-siswi, peserta residensi, teman-teman komunitas yang menjadi fasilitator selama kegiatan residensi, rekan-rekan media, dari kalangan musisi, akademisi, hingga guru.

Selepas diskusi selesai, dilanjutkan dengan pembukaan galeri pameran. Dalam tour galeri tersebut para pengunjung diperkenankan menjelajahi berbagai instalasi seni dengan berbagai bentuk dan ukuran yang bervariasi. Yang menyita perhatian saya selama jelajah galeri kemarin adalah karya seni yang dibuat oleh siswi bernama Putu yang merepresentasikan kegusarannya melalui medium mixed media. Menceritakan perihal lingkungan, agama, serta orang-orang di lingkungan sekitar.

Umumnya karya para seniman muda ini bercerita tentang lingkungan sekitarnya, mulai dari perundungan baik yang secara verbal maupun secara fisik. Beranjak dari situ, pada malam harinya para pengunjung silih bergantian datang memasuki ruang pameran tersebut. Kemudian ada pertunjukan musik yang disuguhkan oleh Ruangbaca (duet Viny dan Ale), sekaligus menjadi menu penutup dari rangkaian kegiatan.

Membawakan sejumlah lagu-lagu hits yang terkenal dengan lirik yang penuh makna. Di Balik Jendela, Terbangnya Burung, Seorang Yang Kelak, hingga Minggu Pagi. Riang, satu kata yang dapat mendeskripsikan aksi-aksi dari Viny Mamonto di atas panggung.

“Di Luar Jam Sekolah” hadir selama empat hari di Artmosphere Day hingga 25 September 2022. Ada berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan tiap harinya, dan kalian juga bisa mengunjungi galeri pameran yang dibuka hingga pukul 10 malam. Akhir pekan ini kamu wajib datang.

 

 

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT