Matakita.co, Pangkep- Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk Perkara Nomor 41-PKEDKPP/II 2023 yang dibacakan oleh Anggota DKPP Ratna Dewi Petta lolo dan Muhammad Tyo Alamsyah, Rabu, 17 Mei 2023 Menjatuhkan Putusan terhadap Rohani Pemberhentian Tetap sebagi Anggota KPU.
Setelah Putusan itu, resmi diucapkan, matakita.co mengonfirmasi kepada Rohani Anggota KPU Pangkep untuk meminta tanggapan. berikut tanggapan yang diberikan, Jum’at (19/05/2023)
Bahwa Saya atas nama Rohani dinyatakan terbukti melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, huruf c dan f, Pasal 12 huruf a, huruf b dan huruf c, Pasal 11, Pasal 15 dan Pasal 16 huruf e Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Pada prinsipnya saya menghargai dan menerima putusan DKPP tersebut sebagai lembaga berwenang yang memutus persoalan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Namun ada sejumlah catatan atau pandangan saya kaitannya dengan putusan Majelis DKPP yang saya anggap kurang tepat melalui sanksi Pemberhentian Tetap ini, putusan tersebut bagi saya terlalu ‘berlebihan’ dan merugikan saya sebagai penyelenggara yang sedang berjuang menjaga integritas sebagai penyelenggara dan juga upaya menjaga marwah lembaga dimana saya bekerja yakni KPU Pangkep ditengah dugaan kecurangan Tahapan Verifikasi Faktual Perbaikan Parpol yang saat ini terjadi termasuk di Sulawesi-Selatan dan posisi KPU Pangkep menjadi salah satu Kabupaten yang masuk dalam pemberitaan Media Nasional seperti Tempo edisi 1 Januari 2023, yang pada akhirnya menjadi pemicu utama terjadinya konflik internal anggota KPU Pangkep dan berujung insiden yang tidak diinginkan pada pelaksanaan Rapat Pleno Internal 2 Januari 2023 dan akhirnya dilaporkan oleh pihak pengadu Aminah, yang notabene pihak pengadu ini pula yang bertanggung jawab secara devisi untuk pelaksanaan Tahapan Verifikasi Faktual Perbaikan Partai Politik di KPU Kabupaten Pangkep.
Dalam sidang DKPP tanggal 29 Maret 2023 yang lalu, baik Anggota Majelis DKPP dan Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Sulawesi Selatan semuanya menggali pemicu terjadinya Insiden ‘Vas Bunga’ dan faktanya pemicu utamanya adalah permintaan scan dokumen Berita cara Verifikasi Faktual Perbaikan yang tidak diberikan oleh Koordinator Devisi Tekhnis dengan sejumlah alasan, logikanya kalau permintaan tersebut diberikan oleh pengadu Aminah saat di minta di tanggal 31 Desember 2022 hingga 1 Januari 2023, maka persoalan scan dokumen ini tidak akan dibahas secara serius dalam Rapat Pleno Internal KPU Pangkep hari dimana insiden ‘Vas Bunga’ itu terjadi yakni tanggal 2 Januari 2023.
Alasan pengadu yang tidak memberikan scan Berita Acara tersebut adalah sedang libur tahun baru, tidak bawa laptop, mengurus orang tua yang tentu menurut saya adalah alasan klise, mengapa demikian ? karena alasan libur dan tidak bawa laptop ini itu tidak berlaku untuk seorang yang bekerja di lembaga seperti KPU karena kami dalam Fakta Integritas dituntut untuk bekerja sepenuh waktu, selain itu kami berbeda dengan lembaga atau instansi lainnya yang mengharuskan kami bekerja berdasarkan Hari Kalender bukan hari kerja, selain itu lagi, sebagai pimpinan kami semua difasilitasi dengan kesekretariatan dimana mereka memiliki salah satu fungsi untuk memudahkan dan mempercepat pekerjaan, maka harusnya pengadu cukup memerintahkan segera kepada Kasubag teknis dan admin Sipol untuk mengirim scan Berita Acara yang diminta oleh Ketua KPU Pangkep tersebut di tanggal 31 Desember 2022, namun itu tidak dilakukan, padahal fakta lainnya adalah ternyata Ketua KPU Pangkep sesungguhnya telah meminta lebih duluan kepada Kasubag Teknis dokumen scan Berita Acara tersebut namun tidak diberikan.
Dalam pandangan saya dengan sejumlah bukti yang saya serahkan kepada Sekretariat DKPP dan fakta persidangan, harusnya sikap pengadu yang tidak menindaklanjuti secara baik permintaan Scan dokumen Berita Acara ini juga adalah bagian dari sikap tidak profesionalnya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU No. 4 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dan juga dalam pandangan saya telah melanggar Peraturan DKPP Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelengaraan Pemilu pasal 6 point c, bahkan dalam pandangan saya pengadu juga melanggar pasal 15, namun diabaikan dalam putusan DKPP ini.
Entah saya yang keliru atau salah memaknai Pasal 37 Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 sebagai perubahan kedua atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum poin 6 bahwa “Dalam Hal pengadu dan/atau pelapor atau pihak terkait yang merupakan penyelenggara Pemilu terbukti melanggar kode etik dalam pemeriksaan persidangan, DKPP dapat memerintahkan KPU dan/atau Bawaslu untuk melakukan pemeriksaan”.
Lantas bagaimana dengan sejumlah Fakta persidangan lainnya yang diduga merupakan pelanggaran Kode Etik penyelenggara yang tidak ditindaklanjuti oleh DKPP dalam putusan ini diantaranya : a) Kesaksian Ketua KPU Pangkep yang membenarkan bahwa terdapat perubahan Berita Acara Verfak Perbaikan KPU Pangkep yang kami tandatangani berlima tanggal 8 Desember 2022 yang lalu dimana terdapat 3 Partai dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yakni PKN, Garuda dan Ummat sementara hasilnya berbeda dengan Berita Acara Rekapitulasi Verfak Perbaikan di tingkat KPU Sulsel hanya 1 Partai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) yaitu Partai Garuda yang ditetapkan pada tanggal 10 desember 2022 yang lalu. (dimana bukti kedua Berita Acara ini saya lampirkan dalam Sidang DKPP 29 Maret 2023 yang lalu); b) Fakta persidangan lainnya adalah penyampaian Ketua KPU Pangkep terkait persoalan surat FIK ORNOP Sulsel yang meminta Data Rekapitulasi Hasil Tahapan Verifikasi Faktual kepada KPU Pangkep, dimana pengadu dan pihak terkait dalam sidang ini justru dijawab atau dibalas dengan lampiran hasil yang berbeda dengan Berita Acara Verifikasi Faktual Perbaikan KPU Pangkep yang telah Ketua dan Anggota KPU Pangkep tandatangani bersama secara sah.
Sikap pengadu dan pihak terkait yang tahu persoalan ini namun menyembunyikannya kepada Ketua KPU Pangkep dan saya selaku teradu yang merupakan anggota KPU Pangkep adalah sikap yang dilakukan secara sadar oleh pihak pengadu dan pihak terkait yang memberikan informasi yang tidak benar pada lembaga lain yang membutuhkan data hasil tahapan Verfak pemilu 2024 yang berpotensi merusak kepercayaan publik pada lembaga KPU Pangkep.
Putusan DKPP dengan sanksi PEMBERHENTIAN TETAP ini yang membuat saya kecewa adalah pandangan,majelis DKPP dalam persidangan ini seolah insiden yang,terjadi di KPU Pangkep pemicu utamanya adalah saya seorang selaku teradu sehingga rapat pleno internal yang berlangsung tidak kondusif kemudian mengabaikan fakta persidangan lainnya bahwa ada aksi saling pukul meja dan aksi saling lempar benda antara pengadu dan saya selaku teradu sebagaimana kesaksian pihak terkait yang tidak dimaknai lebih dalam oleh DKPP bahwa keduannya baik pengadu maupun saya selaku teradu dalam posisi AKTIF, tidak ada yang PASIF salah satunya, seandainya saya selaku teradu posisinya yang aktif sendirian melakukan pukul meja dan melakukan pelemparan tanpa perlawanan oleh pengadu kemudian pengadu terluka, maka pemicu utamanya adalah saya seorang selaku Teradu, alias saya serta merta melempar pengadu vas bunga begitu saja tanpa ada aksi saling berbalas maka saya menerima putusan melakukan “penganiayaan” ini meski sejak awal sikap pengadu sendirilah yang dalam pandangan saya memancing situasi tersebut karena begitu sulit memberikan scan dokumen Berita Acara Verfak Perbaikan Parpol tersebut hingga terpojok saat ditagih dan diminta dalam rapat, jika memang tidak ada yang disembunyikan, jika memang tidak ada yang keliru, jika memang semua baik-baik saja, maka tidak perlu bergeming untuk tidak memberikan scan dokumen tersebut, maka harusnya jika saya dianggap melanggar kode etik terkait dengan sejumlah pasal dalam putusan ini, maka pihak pengadu pun juga termasuk melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku penyelenggara Pemilu Pasal 6 poin 3, bahkan pasal 15 dan juga pasal 16 dengan prinsip akuntabel poin e yang menyatakan bahwa “bekerja dengan tanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan” yang tidak dijalankan oleh pengadu sebagai Penyelenggara Pemilu dan bagian dari kepemimpinan kolektif kolegial hingga berujung perselisihan dalam rapat.
Salah satu pertimbangan Majelis DKPP dalam putusan PEMBERHENTIAN TETAP ini adalah menilai tindakan saya selaku teradu tidak dibenarkan secara hukum dan etika. Kalau secara hukum tentu saya akan menaati seluruh proses hukum karena telah dilaporkan oleh Pengadu ke pihak di Mapolres Pangkep dan prosesnya sedang berjalan di kejaksaan dan betul saya adalah tahanan kota sebagaimana didalilkan dalam putusan ini, saya tidak kabur, saya bertanggung jawab untuk perilaku saya secara hukum, namun kaitannya sebagai pejabat publik saya dikatakan tidak mampu mengendalikan diri dan memiliki perilaku tidak terpuji dalam melaksanakan tugas, justru sebaliknya saya mau mengatakan bahwa karena saya sedang menjalankan tugas dan tanggung jawab saya dan berupaya menjaga marwah lembaga KPU sebagai lembaga penyelenggara yang menjalankan Tahapan pemilu 2024 untuk Tahapan verifikasi faktual perbaikan yang diduga hasilnya berubah maka saya mengejar Scan Berita Acara tersebut, saya justru sedang berupaya berjuang menjaga integritas yang saya miliki sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 6, namun justru saya dianggap melanggar kode etik pasal 6.
Sebagai penyelenggara sejak Tahun 2018 telah melewati Pemilu 2019, Pilkada 2020 hingga Tahun 2023 hari ini yang telah memasuki Tahapan Pemilu 2024, dengan putusan DKPP dimana saya diputuskan dengan sanksi PEMBERHENTIAN TETAP, karena telah melanggar sejumlah pasal Peraturan DKPP No 2 Tahun 2017 khususnya lagi pasal 6 ini kaitannya Integritas dan Profesionalitas, akan banyak penyelenggara baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/kota, maupun di tingkat Penyelenggara Adhoc (PPK/PPS) nantinya hanya akan memilih bersikap diam/pasif, bilamana ada dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi di internal mereka karena tidak ingin terseret dengan sejumlah persoalan di internal mereka yang berpotensi berujung kegaduhan lembaga seperti yang saat ini terjadi dalam tubuh KPU Pangkep, karena upaya atau semangat untuk melakukan ‘perlawanan’ praktek-praktek yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang dan PKPU dalam pelaksanaan Tahapan Pemilu 2024 tidak lagi menjadi prioritas dan ruh untuk mengimplementasikan asas dan prinsip penyelenggaraan Pemilu yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien sehingga cita-cita untuk meningkatkan derajat kualitas serta integritas dari demokrasi Indonesia harus ditingkatkan melalui kualitas dan integritas pemilu akan semakin diabaikan.
Akhirnya sebagai ucapan perpisahan sebagai Penyelenggara Pemilu, dalam rilis ini saya Rohani mengucapkan banyak terima kasih kepada mantan Pimpinan KPU RI sebelumnya periode 2017-2022 yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menjadi penyelenggara ada Bapak Arief Budiman, Pramono U Thantowi, Ilham Saputra, Ibu Evi Novida Ginting Malik, dan almarhum Vyrian Azis). Tidak lupa pimpinan saya di KPU Sulawesi-Selatan Ibu Misna M Attas, Syarifuddin Jurdi dan Bapak Uslimin. Mohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan saya selama menjadi penyelenggara di KPU Pangkep khususnya selaku Devisi Perencanaan, Data dan Informasi. Dan semua pihak yang telah mendukung saya sejauh ini yang tidak bisa saya ucapkan satu persatu, juga kepada rekan-rekan media yang selama ini bekerjasama dengan saya dalam membantu tugas dan tanggung jawab saya dalam mensosialisasikan data pemilih di KPU Kabupaten Pangkep. papar Rohani (*MHM)