Oleh : M. Ian Hidayat Anwar S.H*
Manusia merupakan makhluk hidup, diantaranya memiliki keinginan dan nafsu satu sama lainnya. Ini yang disebut Hobbes sebagai “homo homini lupus”, bahwa manusia adalah serigala bagi lainnya. Selama masih hidup mereka nafsu duniawi akan terus melekat, itu merupakan kebutuhan untuk hidup dan mempertahankan hidupnya, nafsu untuk makan, nafsu untuk tidur bahkan nafsu untuk berkembang biak. Namun, di sisi lain manusia adalah makhluk sosial. Mereka membutuhkan manusia lainnya untuk hidup.
Hal tersebut menjadi alasan kenapa kita membutuhkan organisasi sebagai sebuah wadah bersosialisasi tersebut. Dalam lingkup yang besar kita akan sepakat negara sebagai wadah hidup bersosialisasi itu. Namun, faktanya cakupan negara yang begitu besar, hingga sifat negara yang para petinggi cenderung elitis, mengakibatkan kegagalaan dalam mengakomodir keperluan untuk bersosialisasi antar manusia. Hingga akhirnya negara gagal menyentuh akar rumput, baik dari kalangan petani, nelayan, bahkan mahasiswa. Kita bisa menyalahkan negara atas tingginya angka kemiskinan di Indonesia, mencapai 26,36 juta orang (data kementrian keuangan). Atau bagaimana kejadian reklamasi dan pertambangan Kepulauan Spermonde, atau kejadian di Wadas, dan berbagai kejadian di Indonesia yang membuktikan bahwa Negara gagal mengakomodasi kepentingan akar rumput.
Tanpa pandangan arogansi apapun terhadap kalangan lainnya, kalangan mahasiswa adalah solusi dari kegagalan negara mencapai kepentingan akar rumput tersebut. Karena mereka punya keterampilan intelektual dan kemampuan untuk mengakses para intelektual lainnya, semisal dosen ataupun tenaga ahli.
Salah satu organisasi yang sampai saat ini masih eksis adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). IMM adalah organisasi kemahasiswaan yang misinya berangkat nilai ke-Muhammadiyah-an. Muhammadiyah sendiri merupakan organisasi yang muncul dari gerakan Teologi al Maun.
Makanya, gerakan IMM melahirkan trilogi yang berangkat dari gerakan kemahasiswaan, keagamaan, kemanusiaan. Melihat jauh kembali ke belakang, gerakan Muhammadiyah dimulai dengan teladan Ahmad Dahlan memberikan santunan makanan kepada orang-orang yang tidak mampu (fakir-miskin), baik dengan makanan secara langsung. Dilanjutkan dengan kajian QS. Al Ma’un yang lebih dikenal dengan teologi Al Ma’un yang menjadikan ciri dari gerakan Muhammadiyah yaitu gerakan sosial.
Sampai disini kita bisa sepakat bahwa IMM adalah solusi alternatif dari kegaalan negara. Setidaknya mereka punya dua variabel dasar yaitu intelektualisme dan spiritualisme. IMM punya tangung jawab intelektualisme dalam gerakannya, Haidar Nasir ketua pimpinan pusat menyebut bahwa IMM adalah laboratorium intelektual. Disana bebas diujicoba berbagai jenis pengetahuan. Selain sebagai solusi alternatif atas kegagalan Negara dalam membangun pendidikan yang ideal, IMM juga harus mengimplementasikan gerakannya yang berangkat dari intelektualisme. Gerakan IMM adalah gerakan yang berdasar pada teori pengetahuan dan data. Setelah itu, mereka juga tidak bisa menhilankan nilai spiritualisme. Jika intelektualisme merupakan gerakan bebas nilai, maka untuk mengimbangi hal tersebut perlu adanya gerakan spiritual. Islam sampai saat ini adalah jawaban dari hal tersebut. Untuk membendung arogansi manusia terhadap pengetahuannya. Dua hal tersebut merupakan pondasi untuk mencapai tujuan kemanusiaan.
IMM bukannya tanpa celah. Mereka adalah organisasi yang digerakkan oleh pemuda. Kesalahan dan kenaifan tidak dapat terlepas dari gerakan yang mereka inisiasi. Maka dari itu, sebagai catatan IMM perlu memperbaiki beberapa hal
1. Intelektualisme, banyak pemikir yang lahir dan sedang berkembang di IMM. Namun, dalam kehidupan ber-IMM masih jauh dari mengembangkan kemanusiaan. Saya mengangap gejala seperti ini adalah sebuah kegagalan mendapat data yang akurat dan cenderung pengikut trend yang berkemban. Tragedi di Bulukumba misalnya, demonstrasi pada saat hari buruh yan diikuti chaos pada saat aksi. Mengakibatkan tanggapan yang tidak objektif dari beberapa pihak di IMM. Belakangan diketahui bahwa kedua pihak saling melakukan tindakan represif satu sama lain. Ini membuktikan bagaimana cara ita merespon sebuah peristiwa terkesan FOMO (Fear of Missing Out), ketakutan merasa tertinggal dari aktivitas tertentu. Seharusnya gerakan IMM adalah gerakan yang berdasar pengetahuan dan kajian yang mendalam. Andai sebelum respon hingga pamflet pamflet heroik tersebar, seharusnya muncul kajian kajian ilmiah agar tidak termakan hoax, penilaian juga bisa dilakukan secara objektif. Contoh lain ketika IMM terlibat dalam gerakan demonstrasi menyikapi isu nasional. Masih mengangkat contoh penolakan RKUHP kemarin. IMM gagal hadir memberi gagasan dalam penolakannya. Sampai saat ini saya masih yakin demonstrasi IMM adalah demonstrasi ikut ikutan, tanpa konsolidasi kajian data yang jelas. Itu dibuktikan ketika demonstrasi yang dilakukan hanya sekali.
2. Spiritualisme, masalah yang kader yang sering terjadi di IMM adalah ketika kader yang konsen di ranah pemikiran cenderung tidak terlibat maslaah keagaaman, pun sebaliknya. Walaupun ada beberapa yang aktif di keduanya. Ini yang menjadikan IMM cenderung hanya simbolik pada masalah keagmaan. Sehingga tidak peka pada masalah kemanusiaan. Pada akhirnya kit membutuhkan sosok yang berdamai antara masalah intelektual dan maslaah religiulitas.
3. Humanitas, sampai saat ini saya masih meragukan kepekaan sosial di IMM. Minim keterlibatan dalam beberapa agenda advokasi terhadap masyarakat adalah hal kecil yang sering diabaikan di IMM. Padalah kalau berangkat dari munculnya Muhammadiyah, mereka adalah orang orang yang mengakomodasi kepentingan IMM.
Pada akhrinya, tulisan kali ini adalah bahasa yang menerawa IMM di masa depan. Biar bagaimanapun juga mereka adalah katalisator dalam maslaah kebangsaan hari ini. Makanya, mereka penting untuk menunjukkan identitas intelektual dan spiritual mereka dalam agenda agenda gerakan secara berimbang.
Para kader secara menyeluruh harus lah kolektif dengan karakternya masing masing. Namun, dalam masalah pucuk struktural perlu dikehendaki karakter kader yang berimbang untuk mengakomodasi seluruh kepentingan kader.
IMM perlu menjadi katalisator, mereka harus peka terhadap nilai kemanusiaan melalu identitas intelektual dan spiritual
*) Kader IMM Gowa