Oleh : Munawir S. Sos, M. AP*
Usia Republik Indonesia telah memasuki 78 tahun, merupakan usia yang cukup matang dengan segudang pengalaman sebagai suatu bangsa, mengalami dinamika Kebangsaan yang sangat dinamis berliku- liku, tertatih – tertatih, terhadap berbagai tantangan zaman yang dilalui, berawal dari Era orde Lama, orde Baru dan sampai Reformasi saat ini.
Pasang surut disetiap Kepemimpinan Nasional tak terelakkan berujung pada lengsernya Kepemimpinan disetiap zaman kerap kali, diakibatkan terjadinya kegaduhan politik yang tak terkendali sehingga membuat Wajah lama kekuasaan tutup usia, sebagai tanda berakhirnya sebuah era Kepemimpinan.
Turun tahtanya Soekarno sebagai Presiden RI kala itu, diawali dengan gejolak Politik serta ekomomi. Inflasi di angka 500% yang diketegorikan sebagai Hiper inflasi diikuti dinamika politik tak karu-karuan, ditambah terjadinya pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) lalu memaksa Tentara Nasional Indonesia mengambil kendali Kekuasaan melalui Supersemar.
Supersemar yang dikenal sebagai surat perintah sebelas (11) Maret 1966 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto yang pada waktu itu masih berstatus Letjen, untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah.
Supersemar menandakan berakhirnya masa -masa Orde Lama dan lembaran baru bagi Era Orde Baru dibawah kepemimpinan Jenderal Soeharto yang dimulai 27 Maret 1968 – 21 Mei 1998 kurang lebih selama 30 tahun Kekuasaan Soeharto bertahan.
Tiga puluh tahun lebih masa kekuasaan Presiden Soeharto pun! akhirnya berakhir dengan tragis gelombang demonstrasi dan gejolak ekomomi tak terkendali memaksa Soeharto mengumumkan Pengunduran dirinya sebagai Presiden, sehingga buku catatan sejarah Orde Baru terpaksa ditutup dan catatan disetiap lembaranpun harus diakhiri.
Era Reformasi hadir sebagai antitesa dari zaman orde baru sekaligus merupakan Era yang periodesasi lama waktunya, masih bertahan hingga sampai saat ini meskipun! berbagai terpaan badai politik silih berganti di zaman Reformasi.
Siklus kepemimpinan Nasional mewarnai Era Reformasi, silih bergantinya Presiden mulai dari Pemberhentian dan pengangkatan melalui mekanisme Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR RI) hingga melalui kalender Politik tahunan (Mekanisme KPU RI).
Meskipun begitu, Era Reformasi masih bertahan dan telah melalui lima kali pergantian Presiden berawal dari kepemimpinan BJ Habibie, K.H Abdul Rahman Wahid Megawati Soekarno Putri, Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) Hingga Presiden IrJokowidodo.
Tujuh Puluh Delapan Tahun (78) usia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia ditahun 2023 bersamaan dengan tahun- tahun politik, menjadi hal yang kursial bagi penentuan masa depan Indonesia untuk menyongsong Indonesia Emas ditahun 2045.
Di usia yang cukup matang dengan segudang pengalaman mestinya! saat ini harus dijadikan era perjuangan menuju ke-Emasan dalam memilih kepemimpinan yang berjiwa kesatria maupun berjiwa Negarawan.
Pemimpin yang memiliki jiwa Negarawan akan mampu membawa dan mewujudkan berbagai peluang demi Indonesia menjadi Global player. Pemimpin Negarawanlah yang berani mengatakan Kesetiaannya! hanya terhadap Negara lebih prioritas diatas kepentingan golongan manapun
Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Manuel Luis Quezón mantan Presiden
Persemakmuran Filipina (1878)
menyatakan “My loyality to party end! when
my loyality to country begins (kesetiaan saya kepada partai berakhir ketika kesetiaan kepada negara)
Sebab dengan lahirnya kepemimpinan Negarawan berarti Indonesia Emas bukan sekedar slogan, tagline apatah lagi hanya sebatas Utopia (mimpi disiang bolong) sekaligus akan menjadi bingkisan kado manis buat ibu pertiwi di usianya yang ke 78
Hadirnya kepemimpinan Negarawan akan mampu mengatasi segudang masalah yang diderita Negeri ini baik itu permasalahan korupsi, kemiskinan, kebodohan atau masih rendah angka IQ Nasioanal yang saat ini masih menjadi pekerjaan Rumah yang tak pernah tuntas dari periode ke periode Kepemimpinan Nasional. Indeks persepsi korupsi kita dari angka 38 persen turun lagi menjadi lebih jelek lagi menjadi 34 presen.
Kemudian mengenai kemiskinan menurut data Faisal Basri pakar ekomomi Indonesia sebagaimana yang disiarkan melalui Chanel YouTube GBNTV (Juli 2023). Faisal Basri Mengatakan jika kategori miskin dan rentan miskin digabungkan angka sebenarnya di kisaran 60 ,6% jauh berbanding terbalik dengan sajian data-data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik.
Sedangkan tingkat kecerdasan bangsa Indonesia dari data World Population Review 2022, nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia adalah 78,49. Skor itu menempatkan Indonesia di posisi ke-130 dari total 199 negara yang diuji.
Selanjutnya menurut sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti Richard Lynn dan David Becker di Ulster Institute, skor IQ rata-rata penduduk Indonesia sebesar 78,49. Ini menempatkan Indonesia berada di peringkat kedua terendah di Asia Tenggara,”
Berdasarkan data data diatas menunjukan betapa kompleks permasalahan Laten yang dihadapi bangsa Indonesia di usia yang ke 78, oleh sebab itu diusia saat ini sudah sepatutnya! Indonesia harus melahirkan Kepemimpinan Negarawan, disetiap Level Kepemimpinan baik di ranah legislatif yudikatif maupun eksekutif ditingkat daerah maupun Pusat.
Agar kepemimpinan Pusat dan daerah dapat mengorkestrasikan Kepemimpinan Negarawan sebagai tools (Perkakas) untuk mewujudkan Indonesia Emas kedepannya yangmana kemiskinan teratasi, institusi publik bersih dari prilaku korupsi, dan generasi bangsanya cerdas-cerdas sehingga dapat menguasai sekaligus mengelola Sumber kekayaan Alamnya sendiri dan tidak lagi di eksploitasi oleh pihak Asing yang lebih banyak menguntungkan mereka daripada bangsa Indonesia.
# 78 tahun Merdeka Teruslah Melaju untuk Indonesia Maju MERDEKA!!!
*) Penulis adalah Ketua DPW Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Sulawesi Selatan