Oleh: M. Al. Amin Jurdi*
Islam merupakan sistem yang lengkap, Islam mencakup hampir semuanya. Terutama dibidang mu’amalat dan lain sebagainya. Karena Islam sifatnya universal dan mencakup seluruh dimensi sistem sosial yang ada. Sehingga memungkinkan Islam itu dapat ditranformasikan dalam sistem kenegaraan.
Maududi adalah orang yang nampaknya mula-mula mengatakan bahwa Islam itu adalah sebuah supra sistem, yang di dalamnya mengandung berbagai sistem seperti sistem politik, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sebagainya. Tentu ada kritikan pemikiran Maududi disini.
Tapi didalam tulisan ini, penulis hanya mengambil saripati pemikiran Maududi saja. Bahwa memang Islam itu bukan hanya berbicara ibadah, tapi disatu sisi Islam juga membahas masalah-masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, demokrasi, hukum, negara, dan lingkungan, jadi komplekslah kajiannya.
Sayyid Quthb mengatakan bahwa Islam adalah pandangan hidup yang paripurna dan merupakan metode hidup yang lengkap. Karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, maka Islam juga berbicara soal keadilan sosial untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang mapan
dan sejahtera.
Islam dan Keadilan Sosial
Keadilan sosial adalah merupakan cita-cita bangsa dan negara ini, Sila Pertama. “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dari Pancasila, yang harus dilaksanakan dan diwujudkan oleh negara.
Menurut sebagian orang bahwa Pancasila adalah merupakan penjelmaan dari nilai-nilai Islam itu sendiri, menurut Mohammad Natsir mengatakan bahwa Pancasila sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Menurut Sayyid Quthb mengatakan bahwa keadilan sosial dalam Islam ditegakkan atas tiga asas; kebebasan jiwa yang mutlak, persamaan kemanusiaan yang sempurna, dan jaminan sosial yang kuat.
M. Daud Ali, dkk mengatakan bahwa keadilan sosial dalam Islam, bertitik tolak dari suatu prinsip yang menggariskan bahwa kepemilikan terhadap harta kekayaan tidaklah bersifat mutlak, oleh karena kepemilikan yang mutlak adalah monopoli dari Pencipta alam semesta ini dan segenap isinya yaitu Allah. Manusia hanyalah pemilik dalam makna yang nisbi. Oleh karena itu, menurut konsep Islam, setiap individu muslim bertanggungjawab kelak di akhirat tentang asal-usul harta miliknya dan kemana harta itu dibelanjakan dan dipergunakannya.
“Keadilan Sosial” dalam Pancasila harus dikaitkan dengan “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” merupakan Sila ke-2 Pancasila. Sila ke-2 ini merupakan perwujudan nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, bahwa manusia adalah makhluk yang berbudaya, bermoral, dan beragama.
Jadi negara harus komitmen yang tinggi, terhadap amanah (imamah), yang diperintahkan langsung oleh Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Misalnya kalau Organisasi Sarekat Hijau Indonesia. Melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan negara. Negara harus cepat-cepat melaksanakan tugas dan fungsinya, dan negara harus bersifat adil dan bijaksana dalam hal ini.
Dalam surat Asy-Syura ayat 15 Allah SWT juga menegaskan kepada Rasulullah SAW untuk berlaku adil:
Artinya: “Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan
berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan mereka dan katakanlah, “Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil diantara kamu…”
Dalam ayat lain, surat An-Nahl ayat 90 Allah SWT mempertegas:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.”
Islam dan Ekonomi
Musthafa Husni Assibai mengatakan bahwa persoalan ekonomi, dimana dengan berkembangnya sistem kapitalisme maupun komunisme sebagai pengendali kehidupan ekonomi masyarakat Barat telah membawa kerugian dalam kehidupan setiap masyarakat. Bahwasanya hak
memiliki dalam kapitalisme adalah kemaslahatan masyarakat harus tunduk kepada kemaslahatan kapital. Lebih lanjut Musthafa Husni Assibai berpendapat bahwa hak milik dalam komunisme secara teori yang diciptakan oleh Marx dan Engels bahwa hak milik itu bukanlah merupakan keaslian watak
manusia. Jadi hak milik tidak diakui sama sekali dalam paham komunisme.
Konsep ekonomi dalam kajian-kajian Marxisme adalah bahwa tidak sama dengan konsep ekonomi dalam Islam, dan bahkan bertentangan dengan tujuan-tujuan Islam, karena dalam alam pemikiran kaum marxis adalah bahwa hak sosial-ekonom kaum buruh telah dirampas oleh para kaum kapitalis dan tuan tanah, alat-alat produksi dan cabang-cabang perusaan raksasa, dikuasai oleh para pemodal, dan para buruh ditindas oleh sistem itu.
Sebetulnya sama-sama mementingkan pribadi, individual dan kelompoknya. Tidak ada bedanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yusuf Qardhawy mengatakan bahwa komunisme menolak agama karena mengiranya opium bagi masyarakat, tempat tinggal bagi lapisan-lapisan tertindas, dan mengalihkan perhatian rakyat dari keinginan untuk menunutut hak-hak mereka yang secara sengaja telah dilihangkan. Kapitalisme juga menghina agama karena ia hanya dimanfaatkan untuk mengenyangkan ambisi-ambisi yang tidak pernah padam, melegitimasi adanya perbedaan-berbedaan yang timpang, dan menjadi batu penghambat bagi bangkitnya kemerdekaan. Jadi agama terzalimi antara orang yang menolaknya dan orang meremehkannya: antara komunisme yang ekstrim dan kapitalisme yang sombong.
Yusuf Qardhawy melihat dari segi agama. Sehangga pengertian dan maknanya sangat luas.
Sayyid Quthb, secara terang-terangan menolak sekularisme, kapitalisme dan
komunisme sebagai ideologi-ideologi yang telah gagal.
Ketika tokoh Masyumi mengkritik sistem ekonomi terpimpin Soekarno waktu itu, menurut Sjafruddin, tergantung pada tiga syarat, yaitu:
1. Semua peraturan negara harus bertujuan untuk menumbuhkan tanggung jawab dan “auto aktiviteit” (self activity) seluruh rakyat. Cara ini dapat dicapai dengan koperasi yang akan menjadi tiang utama ekonomi nasional. Bentuk-bentuk usaha yang lain seperti perusahaan privat (swasta) pada prinsipnya tidak sesuai dengan “asas kekeluargaan”, tetapi keberadaannya dapat terus dipertahankan sebelum koperasi tumbuh menjadi kekuatan ekonomi yang menentukan:
2. Pemerintah harus bersikap tegas terhadap segala bentuk penindasan dari “kelompok ekonomi kuat kepada kelompok ekonomi lemah”. Karena itu monopoli swasta terhadap suatu unit aktivitas ekonomi harus dilarang. Monopoli hanya dapat dilakukan oleh koperasi, tetapi pelaksanaannya dilakukan secara hati-hati untuk mencegah timbulnya “staatssocialism” (paham negara sosialis):
3. Peraturan-peraturan negara dalam bidang ekonomi tidak boleh bersifat diskriminatif terhadap warga negara keturunan asing. Jika suatu peraturan diciptakan untuk melindungi “kelompok lemah”, maka proteksi harus diberikan kepada semua kelompok yang lemah tanpa memandang status keturunan atau golongannya.
Menurut saya bahwa pemikiran yang kita kutip diatas tersebut! Lebih mendekati “Ekonomi Dalam Islam”, kenapa saya mengatakan begitu. Sebab dalam Islam bahwa tidak ada penindasan ekonomi si A yang lemah dan ekonomi si B yang kuat! Berdasarkan asas kemanusiaan dan persamaan bahwa Islam tidak mengajarkan kepada umatnya. Untuk menindas yang satu dengan yang lainnya. yang diutamakan dalam Islam adalah saling membantu dan saling tolong menolong, terutama saling membantu dari segi ekonomi.
Kalau kita kaitkan dengan tujuan dan program Organisasi Sarekat Hijau Indonesia. Maka berbeda dengan tujuan kedua ideologi tadi, baik ideologi marxisme maupun ideologi kapitalisme, Organisasi Sarekat Hijau Indonesia menghendaki kepada negara. Agar persoalan lingkungan hidup dan sosial-ekonomi dalam masyarakat secara keseluruhan dan merata. Harus diperhatikan oleh negara, negara juga harus mengimbangi, menepis, menselaraskan, dan mempersamakan antara ekonomi masyarakat yang miskin dengan ekonomi masyarakat yang kayah, supaya keadilan sosial-ekonomi, benar-benar dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat Indonesia. Pokok pemikiran inilah yang disebut sebagai ekonomi, yang dikehendaki dalam prinsip Islam.
Sedangkan ekonomi dalam doktrin kaum marxisme dan kapitalisme. Sama-sama mengatasnamakan pribadi, individu dan kelompok. Walaupun mereka tidak bilang seperti itu, tapi kaum marxis mengatas namakan kaum yang tertindas (petani, buruh, dan lain sebagainya), begitu juga dengan kaum kapitalis. tapi dibalik itu semua. Ada tujuan yang terselubung.
Dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “…Perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan…”.Pasal 33 ayat
(2) UUD 1945 menyatakan: “…Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara…”.Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “… Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat…”. Sedangkan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menjelaskan bahwa: “…Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional…”.
Islam dan Negara
Urusan keagamaan dan urusan kenegaraan adalah merupakan dua kajian atau konsep, yang tidak bisa kita memisahkan diantara keduanya.
Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa bisakah agama Kristen dipisahkan dengan negara. “Katanya. Gereja bisa dipisahkan dari negara, tapi Agama Kristen tidak mungkin dipisahkan begitu saja dari negara. Sebab Agama Kristen bekerja dihati dan otak Iman Kristen dan orang-orang Kristen berpolitik. Sehingga agama mempengaruhi hati dan tingkah laku politiknya sehari-hari, dan hirarki struktur Agama Kristen di Eropa. Seperti bentuk hirarki struktur dalam negara.
Ketika mereka bertanya kepada kelompok-kelompok Islam, lalu dijawablah oleh Zainal Adin Ahmad dari tokoh Masyumi, beliau menjawab dengan mengatakan begini, “bisakah jula dipisahkan dari manisnya. Maka bisa dia memisahkan Islam dari negara. Barang siapa yang bisa melakukan itu, bisalah dia memisahkan politik dan Islam”, memang sulit memisahkan hal-hal spiritual seperti itu.
Pendapat Zainal Adin Ahmad tadi, diperkuat oleb pendapatnya Buya Hamka. Kurang lebih Hamka mengatakan begini. “Saya tidak pernah ketemu kalimat dalam ajaran Islam atau dalam Islam, yang mengatakan bahwa agama dan negara harus dipisahkan, justru dalam Islam tidak ada kalimat yang mengatakan bahwa agama dan negara dipisahkan.
Islam dan Politik
Atau “Politik Islam”, menurut pendapat Pak Natsir bahwa dulu kita berdakwah melalui jalur politik! Tapi sekarang kita berpolitik melalui jalur dakwah.
Memang politik sulit dipisahkan secara halus maupun secara kasar oleh sesuatu yang ingin memisahkankan, bisakah seseorang memisahkan api dari panasnya. Tidak mungkin dan tidak masuk ada manusia modern zaman ini, yang bisa melakukan hal-hal itu diluar nalar dan akal sehat manusia.
Jadi bagi orang yang beragama. ketika dia berpolitik. Maka agama akan mempengaruhi sifat dan tingkah laku politiknya. Dan mempengaruhi hati maupun diotaknya. Dan mereka berpolitik.
Islam dan Demokrasi
Demokrasi adalah merupakan bagian dari Islam atau Islam adalah merupakan demokrasi itu sendiri.
Demokrasi yang dimaksud dalam Islam adalah sebuah konsep demokrasi yang mengutamakan terkait dengan dimensi-dimensi kemanusiaan dan kesetaraan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.
Karena Islam berbicara masalah sistem kenegaraan, berarti Islam berbicara demokrasi juga. Islam tidak menolak demokrasi yang datang dari Barat maupun demokrasi yang datang dari Timur Tengah, Islam menerima kedua-duanya.
Islam bukan teokrasi seratus porsen, Islam juga bukan demokrasi seratus porsen, tapi Islam adalah teistik demokrasi
Keberlanjutan Lingkungan Hidup
Saya akan mengutip salah satu pemikiran, menurut pemikiran ini bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan waktu. Kutipan selengkapnya dibawah ini:
“…Alam menjamin pemenuhan kebutuhan sekaligus menjadi ruang hidup manusia. Namun, alam memiliki keterbatasan untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk itu kita perlu menghargai integritas ekosistim dan menjamin keanekaragamannya sebagai prasyarat untuk mendukung kelangsungan kehidupan manusia. Dengan itu sekaligus terdapat jaminan bagi generasi saat ini untuk melangsungkan perikehidupannya dengan baik, dan jaminan generasi mendatang untuk menikmati kualitas alam yang sama baiknya.”
Tujuan alam diciptakan adalah bukan untuk dirusak, dieksploitasi secara berlebihan, dicemari, atau bahkan dihancurkan. Akan tetapi adalah untuk difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan. Kita juga sebagai umat manusia yang bertugas untuk melestarikan Alam Semesta juga harus mempunyai prinsip dalam melestarikannya di kehidupan sehari-hari seperti
Bagaimana Politik Islam Memandang Organisasi Sarekat Hijau Indonesia?
Kita sudah membahasa panjang lebar hubungan Islam dengan sistem sosial yang lainnya. Tujuan dari Organisasi Sarekat Hijau Indonesia. Dalam visi misinya adalah menyoroti masalah-masalah sosial-ekonomi dan lingkungan, untuk kepentingan seluruh komponen masyarakat Indonesia, dengan cara. Negara harus membentuk UU yang mengatur masalah lingkungan secara khusus.
Sedangkan tujuan dari ideologi marxisme dan kapitalisme adalah atas nama pribadi, individu dan kelompok. Sedangkan tujuan ideologi politik Organisasi Sarekat Hijau tidak seperti itu tujuan dan ideologi politiknya. Tujuannya adalah untuk kepentingan masyarakat Indonesia di seluruh wilayah NKRI.
Visi misinya mirip dengan visi misi kaum modernis pada awal kemerdekaan, dan visi misi keduanya ini, sangat merwarnai prinsip konsep sosial-ekonomi dalam Islam.
Bukan berarti saya mengatakan bahwa Organisasi Sarekat Hijau adalah modernis, tapi keduanya sama-sama mementinkan nasip dan keselamatan orang banyak, yang membedakan keduanya adalah, gerakan politik Islam menyoroti isu-isu sosial dan agama. Sedangkan gerakan politik Organisasi Sarekat Hijau menyoroti isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.
Saya akan mengutip beberapa pemikiran, terkait dengan krisis yang sedang dihapi oleh Indonesia hari ini, kurang lebih bunyi begini:
Pertama, krisis berbangsa yang multidimensi telah meningkatkan ancaman dan terjadinya bencana lingkungan hidup serta langgengnya bahkan bertambah parahnya kemiskinan rakyat. Situasi ini merupakan akibat bekerjanya elit politik dan ekonomi atau kalangan oligarki politik (sistim politik yang dijadikan sarana untuk kepentingan pribadi dan kelompok saja) yang korup. Bangsa ini sekaligus diperlakukan sebagai kuda tunggangan kekuatan ekonomi politik asing yang merampas kedaulatan negara dan rakyat. Rangkaian krisis ini telah mengarah kepada ancaman terhadap hak hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat atau mengarah kepada krisis keselamatan rakyat.
Kedua, gerakan masyarakat sipil dan gerakan rakyat walau berhasil memberi tekanan politik untuk menjatuhkan pemerintah otoriter dan fasis Soeharto, gagal untuk membangun tatanan politik dan ekonomi baru yang berdaulat dan berkeadilan. Kegagalan ini diantaranya diakibatkan oleh ketiadaan persatuan, platform (agenda) bersama, kepemimpinan dan konsolidasi di kalangan gerakan rakyat.
Ketiga, sementara itu kekuatan elit politik dan ekonomi yang mewarisi watak penguasa sebelumnya, telah berhasil mengkonsolidasikan kekuasaannya kembali dalam ruang-ruang politik (legislatif, yudikatif dan eksekutif) dan masyarakat sipil.
Keempat, keadaan ini lebih lanjut telah menghancurkan nilai-nilai kedaulatan dan keadilan intra dan antar generasi yang selanjutnya telah menciptakan pemiskinan rakyat. Kemerosotan kedaulatan ini ditandai dengan semakin hilangnya hak menentukan nasib sendiri baik di tataran negara hingga di tataran satuan-satuan politik yang terkecil. Kemudian kemerosotan nilai keadilan nampak dari adanya ketimpangan distribusi manfaat bahkan hilangnya hak-hak rakyat atas tanah, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Sengaja saya kutip panjang lebar, supaya kita bisa menghubungkan dengan pandangan kaum modernis Islam, dalam pandangan para tokoh-tokoh modernis Islam bahwa Islam sangat mengutamakan prinsip kemanusiaan, keadilan, kesamaan, dan musyarawah, Islam menantang tindakan kewenang-wenangan dan kediktatoran/otoriter kepada masyarakatnya.
Lebih lanjut kaum modernis mengatakan bahwa Islam tidak membedakan atau merendahkan martabat dan Hak Asasi Manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Baik dari segi sosial, budaya, ekonomi, politik, demokrasi, hukum, dan terusnya. Dan Islam juga sangat perduli dengan lingkungan hidup yang baik dan bersih, dari sejala kotoran yang ada disekitarnya. Timbulnya faktor-faktor seperti itu, penyebabnya bisa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Terpaksa saya mengutip peristiwa yang pernah dirasakan oleh sejumlah tokoh-tokoh Masyumi, ketika Partai Masyumi dibubarkan, Konstituante dibubarkan dan para tokoh Masyumi ditangkap, kalau terkait dengan bubarnya Masyumi dan tokoh-tokohnya ditangkap, yaitu keterlibatan para tokohnya, yang dikenal dengan pemberontakan PRRI Pemesta di Sumatra ketika itu, dan terkait dengan bubarnya Konstituante. Melalui Dekrit Presiden 5 Juli dan kembali ke UUD 1945, itu adalah hanya alasan Seokarno saja. Guna untuk menerapkan “Demokrasi Terpimpin”, yang diktator dan otoriterian.
Begitu juga dengan Orde Baru Seoharto, atas nama “Demokrasi Pancasila”. Tapi tujuannya tidak jauh berbeda dengan Orde Lama Seokarno, dan Seoharto tidak memberikan kesempatan satupun kepada tokoh-tokoh Masyumi, untuk terlibat dalam panggung perpolitikan nasional maupun internasional, misalnya seperti Mohammad Natsir dan tokoh-tokoh Masyumi yang lainnya.
Seoharto tidak berhenti sampai disitu, bahkan Seoharto mengatakan kepada Yusril Ihza Mahendra bahwa orang seperti Natsir saya tidak suka. Karena Natsir adalah orang yang memberontak kepada negara. Lalu Yusril membantah tuduhan Soeharto ini, kurang lebih kalimatnya begini, “tidak Pak Presiden, Pak Natsir tidak memberontak kepada negara. Tapi Pak Natsir memberontak kepada pemerintah Seokarno, yang dia anggap diktator/otoriter pada saat itu”. Gus Dur menuduh Pak Natsir, yang hampir mirip dengan tuduhan Soeharto tadi.
Lalu Pak Natsir dan kawan-kawan sesama Masyuminya. Mendirikan DDII (Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia), guna untuk melanjutkan perjuangan Masyumi, lalu Yusril mendirikan PBB (Partai Bulan Bintang) Tahun 1998, tujuannya adalah untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan Pak Natsir maupun Masyumi.
Didirikan Organisasi Sarekat Hijau. Menurut saya adalah untuk melanjutkan cita-cita para pendiri bangsa dan negara ini, termaksud cita-cita para kaum modernis Indonesia.
Kenapa saya mengatakan seperti itu. Karena gerakan politik Islam, yang diwakili oleh PBB dan gerakan politik hijau, yang diwakili oleh Organisasi Sarekat Hijau Indonesia.
Yang memiliki kemiripan dan kesamaan, yaitu sama-sama menekangkan pentingnya prinsip kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan masih banyak lagi, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyatakat.
Dan melawan sistem yang cenderung sangat diktator, otoriter, dan kesewenang-wenang sama rakyat/masyarakatnya. Dan menempuh dengan cara-cara demokratis, sah dan konstitusional.
)*Penulis adalah Kader PC IMM Makassar Timur dan Aktivis Gerakan Politik Islam