Oleh : Andhika Wahyudiono*
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menetapkan kebijakan pengetatan impor barang. Hal ini disoroti oleh Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core), yang menekankan perlunya pertimbangan yang cermat sebelum mengambil langkah tersebut. Faisal mengungkapkan kekhawatirannya terhadap frekuensi revisi aturan relaksasi impor, yang sudah mencapai tiga kali dalam waktu singkat. Revisi tersebut tercatat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, dengan revisi terakhir diterapkan melalui Permendag No. 8/2024 pada 17 Mei 2024.
Salah satu poin penting yang ditekankan oleh Faisal adalah perlunya pengaturan yang hati-hati dan detail terkait tata kelola impor. Kompleksitas barang yang harus diatur membutuhkan pendekatan yang matang dan seksama. Dalam konteks ini, Permendag 8/2024 memberikan relaksasi izin impor untuk tujuh komoditas, termasuk obat tradisional, kosmetik, dan barang elektronik. Keputusan ini memungkinkan barang-barang yang sebelumnya tertahan untuk mengajukan kembali proses perizinan impor, memberikan harapan bagi pelaku usaha untuk melanjutkan aktivitas impornya.
Namun, Faisal juga memberikan saran untuk adanya perlakuan yang berbeda dalam pengetatan impor barang. Ia menekankan bahwa barang yang dapat diproduksi dalam negeri sebaiknya mengalami pengetatan impor. Tujuannya adalah untuk melindungi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta mengendalikan peredaran produk ilegal yang dapat merugikan industri manufaktur dalam negeri. Sementara itu, bahan baku dan barang modal industri yang tidak diproduksi dalam negeri sebaiknya mendapatkan kemudahan izin impor. Tanpa relaksasi ini, kebutuhan barang untuk dalam negeri dapat terganggu, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kolapsnya sektor industri dalam negeri.
Terkait pengetatan impor barang adalah esensial dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk kepentingan ekonomi negara. Dalam konteks ini, penting untuk memperhatikan beberapa aspek kunci yang telah diungkapkan sebelumnya. Pertama-tama, pengetatan impor haruslah dilakukan secara bijaksana dan hati-hati, dengan mempertimbangkan implikasi jangka panjang bagi berbagai sektor ekonomi. Hal ini memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap dinamika pasar global dan domestik, serta kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh negara-negara lain.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah kepentingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM merupakan tulang punggung ekonomi dalam negeri, dan kebijakan impor yang tidak memperhatikan keberlangsungan UMKM dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengetatan impor seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan perlindungan terhadap UMKM, baik melalui pembatasan impor barang yang dapat diproduksi dalam negeri maupun peningkatan insentif untuk UMKM agar tetap bersaing dalam pasar domestik.
Selain itu, kebutuhan industri dalam negeri akan bahan baku dan barang modal juga harus menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan impor. Industri manufaktur dalam negeri bergantung pada pasokan bahan baku dan barang modal yang dapat diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu, pengetatan impor harus dilakukan dengan memperhitungkan ketersediaan dan aksesibilitas bahan baku tersebut. Jika pengetatan impor terlalu ketat, hal ini dapat mengganggu kelancaran produksi industri dalam negeri dan bahkan menyebabkan kolapsnya sektor-sektor industri tertentu.
Dalam konteks ini, penting untuk mengadopsi pendekatan yang seimbang antara melindungi industri dalam negeri dan memenuhi kebutuhan pasar domestik. Kebijakan impor yang terlalu proteksionis dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan memicu ketegangan perdagangan dengan negara-negara mitra dagang. Sebaliknya, kebijakan impor yang terlalu liberal dapat mengancam keberlangsungan industri dalam negeri dan menciptakan ketidakseimbangan perdagangan yang merugikan bagi ekonomi domestik.
Oleh karena itu, langkah-langkah kebijakan yang diambil haruslah didasarkan pada analisis yang teliti dan pemahaman yang mendalam terhadap dinamika pasar dan kebutuhan ekonomi nasional. Pemerintah perlu melakukan kajian yang komprehensif terhadap dampak dari setiap kebijakan impor yang diambil, serta melakukan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha, asosiasi industri, dan lembaga-lembaga riset ekonomi. Dengan demikian, kebijakan impor yang dihasilkan akan lebih efektif dan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain itu, perlu adanya koordinasi antara berbagai kementerian dan lembaga terkait dalam merumuskan kebijakan impor yang komprehensif dan terkoordinasi. Koordinasi yang baik antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan lembaga-lembaga terkait lainnya akan memastikan bahwa kebijakan impor yang diambil tidak bertentangan satu sama lain dan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Kesimpulannya, pengetatan impor barang merupakan langkah yang penting dalam menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dan melindungi sektor industri dari gangguan eksternal yang dapat merugikan. Namun, pengetatan impor harus dilakukan dengan bijaksana dan hati-hati, dengan memperhatikan kepentingan UMKM dan kebutuhan industri dalam negeri akan bahan baku dan barang modal. Langkah-langkah kebijakan yang diambil haruslah didasarkan pada analisis yang teliti dan pemahaman yang mendalam terhadap dinamika pasar dan kebutuhan ekonomi.
*) Penulis adalah Dosen UNTAG Banyuwangi