Opini: Orang Miskin Dilarang Sekolah
Oleh: Didin C.A. Ketua KKBED-Makassa
MataKita.co, Opini – Undang-undang 1945 pasal 31 tentang pendidikan dan kebudayaan dimana pada pasal 31 berbunyi. Setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan juga setiap warga Negara berkewajiban mengikuti pendidikan dasar dan pemeritah yang membiayainya, pemerintah juga berusaha menyelenggrakan satu sistem pendidika Nasional, bahkan pemerintah memprioritaskan anggaran pada pendidikan 20% dari Anggaran Pendapatan Pembelanjaan Negara (APBD).
Jika kita mengacu pada konstitusi Negara tentang pendidikan, sungguh manis dan bahagia. Dimana setiap warga negara selain mewajibkan oleh pemerintah untuk mengikuti pendidikan akantetapi juga akan di biayai atau ditanggung oleh pemerintah itu sendiri dan tidak akan ada satupun warga negara yang ketinggalan pendidikan. Apalah daya nasi sudah menjadi bubur, dimana antara aturan konstitus negara dan kenyataan di lapangan tidak sesuai sebagaimana yang diharapkan oleh setiap warga Negara pada pemerintah dalam menuntun pendidikan.
Selain wajib menuntun pendidikan yang di atur dalam konstitusi. Pemeritah menyediakan sarana dan prasaran sebagai wadah para peserta didik untuk menempuh pendidikan diberbagai pelosok di Negeri ini. Akan tetapi sangat di sayangkan fasilitas pendidikan yang disediakan itu tidak semua peserta didik dapat menuntun pendidikan. Dimana tidak tanggung-tanggung sekolah tidaklah gratis, Disetiap calon peserta didik dibuat tarif sebagai biaya pendaftaran.
Belum lagi uang SPP persemester yang sangat mencekik peserta didik, juga uang iuran sekolah dan lain-lain. Yang paling mengagetkan pendidikan ini adalah biaya tarif pendaftaran serta uang SPP di tententukan sesuai fasilitas sekolah atau kulitas sekolah itu sendiri, ini membuat para orang tua peserta didik tercekik oleh biaya pendidikan. Fasilitas itu yang mungkin mahal. Apakah ini yang dinamakan pendidikan atau kah ini disebut bisnis ala pendidikan. Dan jika itu bisni, maka yang utama adalah uangnya dari pada peserta didiknya untuk menjadi manusia cerdas.
Pada tahun 2000, lebih dari enam juta anak usia sekolah yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan tingkat dasar. Yang dimana di muka bumi ini tidak ada satu pun yang menimpah orang-orang yang berdosa separah sekolah. Sekolah adalah penjara bagi perserta didik yang tidak mampu dimana berbagai tarif yang sesuka keinginnan mereka tampa memikirkan kemampuan peserta didiknya.
Dua sampai tiga juta anak Indonesia akan disebut sebagai generasi yang hilang akibat kekuragan pangan, penyakit dan tidak berpendidikan. Tidak berpendidikan ini pada kenyataannya, menjadi salah satu biang keladi tingginya angka kematian. Pada hal berulang-ulang, sejak zaman pak Harto, ada kebijakan pemerintah tentang wajib belajar. Tapi nasib program ini tidak terlalu jelas, karena badai reformasi telah membikin sekolah mengerakkan program dengan semangat pedang atau bisnis.
Biaya pendidikan tingkat menengah saat ini sangatlah mahal. Apa lagi perguruan tinggi tentu jaul lebih mahal. Sewalaupun dasar hukum konstitusional menyatakan kalau negara mengeluarkan 20% untuk biaya pendidikan. Kebijakan yang bertolak belakang ini, ujung-ujungnya membuat dan membawa korban pada masyarakat umum.
SPP ini menjadi perkara menyakitkan.
Karena setiap sekolah membuat aturan sendiri- sendiri untuk mendapatkan uang dari para peserta didik. Inilah pendidikan kita jika uang adalah segalanya, dalam soal pembiayaan membingungkan dan tidak tranparan. Tentang tidak transparanya pengelolaaan anggaran pendapat dan belanja pendidikan. Membuktikan betapa buramnya wajah pendidikan hari ini.
Kita bayangkan bahwasanya bantuan untuk pendidikan jumlahnya cukup besar. Hal ini bantuan dari berbagai instansi untuk pendidikan sangatlah banyak, terutama bantuan dari International Bank for Reconstruction yang memberikan bantuan operasional terhadap sejumlah lembaga pendidikan kita. bantuan dari berbagai perusaan seperti perusahaan penerbangan Singapura Airlines, yang memberikan bantuan biaya pendidikan bagi pelajar Indonesia ditingkat SD,SLTP,SLTA, hingga perguruan tinggi. Pertayaannya adalah apakah bantuan ini memang mengangkat banyak orang miskin sehingga mencicipi pendidika? Tentu jabanyan tidak. Sebab masih banyak para orang tua tidak mampu menyekolahkan anaknya, lantaran biaya pendidikan masih cukup mahal.
Mestinya sebagaimana amanat undang-undang bahwasanya dana pendidikan seharusnya 20% dari APBN disalurkan disektor pendidikan, tapi pada kenyataannya dana untuk sektor pendidikan hanya berkisar 4% dari APBN kita. ditambah lagi kenaikan ongkos angkutan umumberdampak pada uang tranportasi, selanjutnya tarif listrik yang mengalamik kenaikan oto matis memukul para orang tua juga menjadi beban berat bagi orang tua.
Untuk itu pemerintah sudah seharusnya mengimplemtasikan kewajibanya membiayai pendidikan semaksimal mungkin sesuai amanat undang-undang 1945 pasal 31ayat 2.