MataKita.co, Takalar – Sebanan dalam publikasinya menyatakan bahwa masyarakat nelayan secara geografis adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Menurut Sebenan, bahwa masya-rakat di kawasan pesisir sebagian besar berprofesi sebagai nelayan yang diperoleh secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Sedangkan Tini Suryaningsi menerangkan bahwa Karakteristik masyarakat nelayan terbentuk mengikuti sifat dinamis sumber daya yang digarapnya, sehingga untuk mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal, nelayan harus berpindah-pindah. Selain itu, risiko usaha yang tinggi menyebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras, yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
Nelayan seakan sudah kuat dalam menahan terpaan beban hidup sebagaimana ia menahan kerasnya ombak dan kencangnya angina pada saat melaut untuk mencari ikan demi menghidupi dirinya dan keluarganya. indonesiabaik.id dalam publikasinya menuliskan bahwa kawasan perairan yang luas dan kekayaan sumber daya perikanan dan kelautan yang melimpah ternyata belum 100 persen dioptimalkan oleh nelayan di Indonesia. Berbagai problematika terus melingkari kehidupan nelayan di Negeri ini. Apa sajakah isu-isu yang dihadapi oleh nelayan di Indonesia? Adakah solusinya?. Kementerian Komunikasi dan Informatika beserta Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sendiri mencoba untuk memetakan isu-isu yang dihadapi oleh nelayan di Negeri ini. Masalah pertama adalah pada aset, di mana antara lain nelayan masih sulit mendapatkan bantuan kapal, lalu belum semua nelayan mendapatkan asuransi jiwa yang diberikan oleh KKP, hingga tingginya biaya solar. Kemudian masalah berikutnya ada pada sektor keuangan. Nelayan disebut masih kurang dalam akses permodalan untuk biaya operasional melaut (contohnya perlengkapan laut). Juga masih ada pemanfaatan solar oleh pihak yang seharusnya tidak berhak. Nelayan juga masih kurang pengetahuan mengenai pemanfaatan pendapatan untuk pengembangan usaha. Isu sektor penangkapan ikan juga penting dicarikan solusinya, di mana akses nelayan Indonesia untuk mendapatkan informasi cuaca, gelombang perairan, arah angin masih terbatas. Lantas informasi lokasi persebaran ikan masih didapat secara konvensional, penanganan kondisi darurat masih kurang, hingga akses informasi mengenai ikan yang dibutuhkan pasar masih kurang. Masalah berikutnya yang dihadapi nelayan di Indonesia adalah penyimpangan dan pengelolaan, di mana informasi lokasi dan kapasitas penyimpanan pendingin masih terbatas. Lalu fasilitas penyimpanan pendingin di pelabuhan masih kurang dan hasil tangkapan akan menurun kualitasnya jika tanpa kepastian penjualan dan fasilitas penyimpanan pendingin. Sedangkan permasalahan yang terakhir ada pada bidang pemasaran, di mana nelayan masih kurang akses untuk mengetahui harga pasar hasil tangkap yang dapat menyebabkan fluktuasi harga. Kemudian masih munculnya tengkulak dalam jalur distribusi, dan kurangnya dukungan untuk pengembangan pemasaran elektronik.
Masyarakat yang berada di kawasan pesisir struktur masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki semangat kerja tinggi, tingkat solidaritas sosial yang kuat, serta mudah terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial. Akan tetapi, masalah kemiskinan masih mendera sebagian masyarakat pesisir. Kondisi ini juga melekat pada masyarakat nelayan yang berada di Kabupaten Takalar khususnya yang berada di Kecamatan Galesong Utara di Desa Aeng Batu-Batu dengan jumlah penduduk sebanyak 5.159 jiwa atau 1.380 Kepala Keluarga yang di mana jumlah penduduk miskinnya mencapai 306 Kepala Keluarga yang tergolong miskin, yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dengan jumlah penduduk 1.071 jiwa, (RPJMDes Aeng Batu-Batu, 2014. Belum lagi permasalahan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengangkutan ikan hidup, serta mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab masih menjadi masalah tersendiri bagi Masyarakat Kelompok Nelayan Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar akibat kurangnya informasi yang didaptkan oleh para kelompok nelayan.
Melihat kondisi tersebut, maka Penyuluhan Hukum tentang Pengaturan Kapal Pengangkut Ikan Hidup Sesuai Dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.15/PERMEN-KP/2020 di Masyarakat Kelompok Nelayan Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar yang dilakukan oleh Tim Program Pengabdian Kepada Masyarakat, Program Kemitraan – Universitas Hasanuddin (PK-UH) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Hasanuddin (LP2M Unhas) yang dilaksanakan oleh Tim Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin terhadap mitra (Kepala Desa Aeng Batu-Batu) sangat perlu dilaksanakan.
Dari hasil survey awal, Dr. Abd. Asis, S.H., M.H. (selaku ketua tim pelaksana kegiatan) melihat kurangnya informasi yang diketahui oleh masyarakat kelompok nelayan Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tentang Pengaturan Kapal Pengangkut Ikan Hidup Sesuai Dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.15/PERMEN-KP/2020, sehingga kegiatan PK-UH dapat menjadi wadah bagi masyarakat kelompok nelayan dalam memetakan persoalan dan menemukan solusi hukum dalam bentuk pemberian edukasi dan pemahaman hukum terkait Pengaturan Kapal Pengangkut Ikan Hidup Sesuai Dengan Peraturan Menteri yang berlaku.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Senin, 21 Juni 2021 di Kantor Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan wujud pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang Pengabdian Kepada Masyarakat.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh PJ. Kepala Desa Aeng Batu-Batu, Syarifa Ratu Yuliani, S.Pd., 10 staf desa, dan 23 warga Desa Aeng Batu-Batu, peserta yang hadir sangat dibatasi dan menggunakan protokol kesehatan yang ketat, mengingat situasi pandemi saat ini yang tidak memungkinkan untuk adanya kerumunan. Pada saat pelaksanaan kegiatan juga dihadiri oleh Babinsa setempat yang memantau jalannya pelaksanaan kegiatan.
Syarifa Ratu Yuliani, S.Pd., selaku PJ. Kepala Desa Aeng Batu-Batu dalam sambutannya mengatakan bahwa Kegiatan ini dapat membantu menciptakan pemahaman hukum bagi masyarakat kelompok nelayan Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar tentang Pengaturan Kapal Pengangkut Ikan Hidup Sesuai Dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.15/PERMEN-KP/2020 melalui sentuhan Iptek Perguruan Tinggi khususnya dari para Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Terlaksananya kegiatan ini, Dr. Abd. Asis, S.H., M.H. dibantu oleh para kolega di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin: Prof. Dr. Slamet Sampurno S, S.H., M.H., DFM., Prof. Dr. Marthen Napang, S.H., M.H., M.Si., dan Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H., dan dibantu oleh dua orang mahasiswa: Siti Isti Dwi Pratiwi dan Ervinadia Ghita Syahfitri.