Beranda Mimbar Ide Tamalanrea dan Buldoser Kapitalisme

Tamalanrea dan Buldoser Kapitalisme

2

Oleh : Rizal Pauzi*

Tamalanrea adalah kawasan pendidikan di kota Makassar. Hal ini ditetapkan oleh peraturan daerah kota makassar nomor 06 tahun 2006 tentang rencana tata ruang wilayah kota makassar 2005-2015, rencana fungsi struktur tata ruang Kota Makassar telah ditetapkan dalam 9 (Sembilan) BWK yang didalamnya berdasarkan batas administrasi kecamatan dengan luas, fungsi utama dan fungsi penunjang. Daerah tamalanrea dengan Luas 3,184 ditetapkan denga fungsi utamanya yaitu Kawasan pendidikan tinggi dan pemukimana, sedangkan fungsi penunjangnya yaitu Industri, perdagangan, jasa pelayanan sosial/kesehatan/umum.

Hal ini menjadikan tamalanrea bertumbuh subur,kampus universitas Hasanuddin sebagai icon perguruan tinggi di Indonesia Timur berdiri kokoh disana. Kampus – kampus swasta pun bertumbuh subur, puluhan kampus pun betumbuh besar disana, sebut saja STMIK dipanegara,Universitas Islam Makassar (UIM), STMIK Akba, akbid sandi karsa, Stikes nani hasanuddin, STIK Tamalate, Politeknik Negeri Ujung Pandang dan berbagai kampus lainnya.

Wajar saja jika kawasan ini lebih banyak di huni oleh mahasiswa yang kos kosan serta perumahan dosen. Sebab area ini memang dikelilingi oleh kampus – kampus. Begitu pun dengan toko buku berkembang pesat. Setidaknya, Tamalanrea ini mencerminkan kawasan pendidikan yang penduduknya banyak peserta didik, usaha dalam bidang pendidikan serta sarana pendidikan itu sendiri.

Disini pulalah lahir dan bergelutnya budayawan sulawesi Selatan sekelas Alwi Rahman dan kawan kawan. Bahkan kelompok “Sastra Tamalanrea” adalah sastra yang paling disegani di sulawesi selatan ini. Komunitas komunitas bertumbuh subur, kaderisasi literasi berlimpah. Bahkan bisa mensuplai aktivis aktivis literasi di berbagai kabupaten kota di sulsel.

Namun kapitalisme berkehendak lain, munculnya Makassar Town house (MTos) membuat suasana baru bagi kawasan Tamalanrea. Bukan lagi berdiskusi, tapi mencari buku di Mall bisa menghipnotis untuk berlama lama ditempat perbelanjaan tersebut. Seiring berlalunya waktu, kawasan Tamalanrea mulai diramaikan oleh tempat kaokean, restoran dan sejenisnya. Gempuran kapitalisme ini menyulap kawasan ini pun di penuhi perumahan – perumahan. Barangkali jalan perintis kemerdekaan (sekitar kampus) menjadi kawasan yang paling banyak tempat karokean.

Gaya hidup masyarakat pun berubah, mulai sore sampai larut malam tempat karokean semakin ramaid, ruang ruang diskusi semakin sempit. Belum lagi berbagai kampus telah membatasi bahkan ada yang melarang kegiatan malam. Sehingga tak ada pilihan lain, mencari tempat yang refresentatif untuk diskusi. Warung kopi (warkop) menjadi alternatif yang banyak di pilih oleh organisasi kemahasiswaan dan komunitas – komunitas yang ada. Tentu ini butuh dana yang tak sedikit, belum lagi waktu yang agak terbatas. Ini menjadikan intensitas diskusi mahasiswa dan masyarakat menjadi terbatas. Bahkan cenderung sebagai seremonial organisasi kemahasiswaan. Apa lagi pasca Perda penetapan kawasan pendidikan ini tidak berlaku lagi ditahun 2015, maka sudah tamatlah Tamalanrea sebagai daerah pengembangan pendidikan di kota Makassar.

Walaupun secara regulasi tak ad lagi, tapi kita patut mengapresiasi penggiat literasi yang berhimpun dalam komunitas kata kerja yang kemudian mempelopori lahirnya kampung literasi di Wessabe, salah satu kompleks perumahan di area jalan Tamalanrea. Disanalah komunitas – komunitas ini menyemai kembali gerakan literasi didaerah Tamalanrea. Ini adalah gerakan akar rumput masyarakat yang memiliki kepedulian akan pendidikan di kawasan Tamalanrea ini.

Tapi tentu kampung literasi ini bukan hanya butuh komunitas – komunitas semata. Bisa saja akan datang kembali ” mesin kapitalisme” baru yang akan kembali menggusurnya. Bisa saja akan ada proyek perumahan elit baru, bisa saja akan ada pergantian penghuni ataupun bisa saja akan masuk perusahaan besar yang akan membeli lahan ini.

Tentunya, dalam tatanan kehidupan berbangsa. Proses perjuangan kita sangat penting untuk mendorongnya menjadi sebuah kebijakan. Karena dengan kebijakan, ada legalitas hukum yang membuat gerakan kita, komunitas kita dan lingkungan masyarakat kita terjaga. Tentu tak mungkin lagi digusur, bahkan pemerintah berhak mensupport baik itu soal program maupun infrastruktur pendukung.

Tentunya, Literasi menjadi bagian penting dalam mencerdaskan masyarakat. Hal inilah yang harus difikirkan oleh stakeholder terkait untuk mendorong lahirnya peraturan daerah terkait pengembangan pendidikan di masyarakat misalnya dalam hal pengembangan literasi. Masyarakat telah melakukannya melalui gerakan komunitas komunitas, tinggal pemerintah menjemput dan mewadahinya. Itu pun jika pemerintah peka akan kecerdasan rakyatnya.
Meminjam istilah Mohammad Hatta, “hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku”. Ini menjadi tanggung jawab kaum intelektual bertumbuh di Tamalanrea. Tak ada jalan lain, berbuatlah untuk mendukung gerakan komunitas – komunitas literasi, serta mendorong lahirnya regulasi baru terkait kawasan pendidikan yang refresentatif di Makassar kota dunia ini.

*)Penulis adalah Team Literasi Maros, Mahasiswa Pascasarjana UNHAS dan peneliti kebijakan publik pada Public Policy Network

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here