Beranda Mimbar Ide REVOLUSI, REFORMASI, HINGGA RESTORASI

REVOLUSI, REFORMASI, HINGGA RESTORASI

22
Aswar Hasan

Oleh : Aswar Hasan*

Ada banyak jargon sebagai sebuah kosa kata khusus yang mewakili sebuah situasi dan cita-cita khusus bersama untuk sebuah kehidupan kebangsaan kita. Kata Revolusi kemerdekaan adalah salah satu kosa kata yang selalu dikumandangkan dan digelorakan oleh pemimpin revolusi kemerdekaan RI Bung Karno. Beliau pun kerap disebut sebagai Bapak Revolusi Indonesia.

Pidato Bung Karno yang begitu banyak memikat segenap anak bangsa, acap kali menyampaikan diksi api revolusi, anak kandung revolusi, dan revolusi belum selesai. Rekaman pidatonya pun, terangkai dalam dua jilid buku tebal, di beri judul: Di Bawah Bendera Revolusi. Buku tersebut, merupakan masterpiece pemikiran dan tindakan Bung Karno sebagai Bapak Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Zaman revolusi pun berakhir, berpindah ke zaman pembangunan yang lebih karib dengan sebutan Orde Baru. Sebuah babak baru perjalanan bangsa Indonesia yang begitu berbeda dengan zaman revolusi.

Orde baru, identik dengan sosok Soeharto yang menjadi Presiden RI selama kurang lebih 30 (tiga puluh) tahun. Orde Baru (ORBA) identik dengan pembangunan. Maka, Soeharto sebagai Presiden di zaman itu pun, digelar sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Semua momen dan elemen kebangsaan memakai embel-embel pembangunan. Mulai dari kata pers pembangunan, hingga ekonomi pembangunan.

Kisah era serba pembangunan pun menemui ajal sejarahnya. Berawal dari krisis moneter, hingga meluas menjadi krisis multi aspek. Rezim Orba Tumbang, diruntuhkan oleh gerakan mahasiswa, yang melahirkan era baru, yakni; reformasi. Sebuah era yang menginginkan pembentukan kembali elemen kebangsaan ke arah yang benar. Ada 6 (enam) tuntutan reformasi; yaitu pertama, penegakan supremasi hukum. Kedua, pemberantasan KKN (korupsi, Kolusi dan nepotisme). Ketiga, mengadili Soeharto dan kroninya. Keempat, amandemen konstitusi. Kelima, pencabutan Dwi Fungsi TNI/Polri. Keenam, pemberian otonomi khusus seluas-luasnya.

Namun demikian, keenam tuntutan reformasi tersebut, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hasil capaian amanat reformasi banyak mengecewakan. Pelembagaan cita-cita reformasi tidak berjalan secara terstruktur, sistematis dan massif di seluruh elemen kebangsaan dalam bernegara.

Reformasi bidang hukum dan politik untuk pemberantasan korupsi, boleh dikata telah gagal. Terjadi kontra produktif antara para penegak hukum dan pelaku politik. Tidak terjadi efek positif untuk peningkatkan kesejahteraan rakyat. Gini rasio makin melebar, melebihi jarak kesenjangan yang pernah di capai pada zaman Orba.
Reformasi pun berjalan mundur. Pengkhianatan reformasi terjadi di segenap elemen strategis kekuasaan. Hal ini pertanda bahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam situasi tersebut, muncul ide dan konsep restorasi dengan tokoh penggagasnya Surya Paloh (SP). Restorasi ala SP di dedikasikan pada empat kata kunci, yaitu; untuk memperbaiki, mengembalikan, memulihkan, dan mencerahkan kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, sebagaimana cita-cita Proklamasi kemerdekaan RI.

Kita tentu berharap ide dan cita-cita restorasi Indonesia di bawah penggagasnya Surya Paloh, bisa mengantarkan bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan proklamasi kemerdekaan RI. Apakah Surya Paloh sebagai The founding father of the restoration of Indonesian bisa menjadi solusi kebangsaan kita? Kita tinggu saja apa kata sejarah nanti. Setidaknya, kita bisa memberi kesempatan untuk membuktikannya.

*) Penulis adalah Dosen Universitas Hasanuddin

[ Tulisan ini dimuat di rubrik SecangkirTeh koran FAJAR, edisi Ahad (26/3/2017 ]

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here