Oleh : Muhammad Hidayat Djabbari*
Mahasiswi cantik begitu mengagumkan. Sebut saja namanya adalah Niany seorang wanita yang kebiasaannya hanya menghabiskan waktu malamnya dengan membaca dan menulis, hingga ia lupa tentang waktu untuk tidur dimalam hari, dan aku hanya seorang yang tak bersuara hanya mengharap senja hilang, tidak berteman malam dan menemukan pagi. Niany juga merupakan salah satu mahasiswi di perguruan tinggi yang hampir jadi swasta. Saat ditanya tentang kebiasaannya itu, dia hanya menjawab kalau membaca dan menulis itu adalah kebutuhannya sebagai orang yang menduduki status sebagai mahasiswi.
status mahasiswa sangat berat baginya. Dia heran kenapa kebanyakan mahasiwa menganggap status itu biasa-biasa saja. Beberapa temannya yang juga mahasiswi sebayanya hanya menghabiskan waktunya dengan hal yang tidak produktif, Salah satu kebiasaan yang sering dilakukan temannya yang menurutnya tidak masuk akal dan menjengkelkan itu adalah bermain game di smartphond sampai memakan waktu berjam-jam.
Dia sering berada disamping temannya yang sedang bermain game, sambil membaca buku hingga selesai satu sampai dua bab temannya masih juga belum selesai memainkan game, sesekali ia sering dikagetkan dengan teriakan suara temannya dengan kata-kata yang menurutnya tidak pantas dikeluarkan oleh seorang yang terpelajar.
Aneh saja menurutnya, mahasiswa yang seharusnya banyak belajar dan berteriak tentang kebenaran malah menghabiskan waktunya dengan belajar dan berteriak dengan sesuatu hal yang menurutnya sangat bodoh dilakukan oleh seorang yang berstatus sebagai terpelajar. Pantas saja gerakan itu hanya seterang cahaya lilin, karena mahasiswanya disibukkan dengan hal tersebut, wajar saja pernyataan sikap suatu gerakan advokasi mahasiswa mengalami kebuntuan dan ketidak jelasan bahkan beberapa isu dibiarkan lewat begitu saja tanpa dikritisi karena isu tersebut dikalahkan dengan isu update-tan terbaru hero yang jago digame tersebut, mungkin pikiran mereka ketika negara ini hancur atau masyarakatnya menderita, hero yang ada digamenya akan keluar dan memperbaiki semua masalah yang ada.
Selain membaca dia juga handal dalam hal menulis, memang dia adalah wanita yang langkah. Saya jarang menemukan wanita yang memiliki kebiasaan seperti ini, kabanyakan wanita seumurannya hanya malakukan kebiasaan yang menghabiskan uang kiriman orang tuanya dikampung, makan ditempat yang elit, jalan dengan pacar yang sesekali berselfi dengan handphond pembelian orang tuanya lalu mengupload-nya disosial media dengna caption yang tidak jelas dan terkadang mereka juga menghabiskan waktu dikosan berduaan hingga mereka sama-sama bangun dipagi hari.
Saya sering menjulukinya sebagai wanita penulis tanpa pamrih, mengapa tidak hampir setiap hari beranda sosial mediaku dipenuhi dengan tulisannya, Setiap tulisan yang ia buat selalu saya ikuti. Saat itu aku memberanikan diri menemuinya disalah satu sudut kampus tempat ia kuliah. Rasa penasaran itu ada, saya langsung menanyainya tentang kebiasaan menulisnya itu, lalu secepat kilat aku mengajukan satu pertanyaan, pertanyaan itu berbunyi kenapa kamu menulis, sejenak ia terdiam sambil terseyum lalu berkata kepadaku kalau dia menulis selain karena menggap bahwa menulis itu adalah kebutuhan mahasiswa dan pekerjaan kedua setelah membaca, ia juga takut hilang didunia dan setelah ia mati, ia ingin tetap abadi didalam pikiran orang. Aku lalu terdiam dan kata-katanya itu mengingatkanku tentang salah seorang penulis buku, penulis buku itu adalah Promoedya Ananta Toer dengan kata-katanya tentang menulis,”Orang bisa pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”.
Saat itu juga hatiku tergerak dan tercerahkan ditambah bacaan dan pengetahuan tentang sejarah pergerakan mahasiswa, lalu aku merefleksikan semua yang aku lakukan selama menjadi seorang yang terpelajar. Hari itu membuat hari-hariku kedepannya menjadi berat.
Disuatu jalan ditengah kota aku berkendara yang bertepatan dengan hari sumpah mahasiswa, disepanjang jalan itu terdengar suara sekelompok mahasiswa yang sedang memacetkan jalan untuk berdemonstrasi, berteriak dan berorasi dengan toa yang ai pegang sembari mengepalkan tangan kirinya. Aku terjebak dalam kemacetan itu, tapi aku tidak risih dengan kemacetan tersebut melainkan kemacetan itu aku nikmati, terbesik dari nurani hatiku “Harapan itu masih ada atau sumpah itu harus didaur ulang agar semuanya tergerak, tidak seperti yang Niany resahkan”.
*) Penulis adalah Mahasiswa FISIP Unhas, aktif di Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempuu (HPMM) dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan pernah menjadi ketua Umum Himpunam Mahasiswa Ilmu Administrasi (HUMANIS) FISIP Unhas.