MataKita.co, Jakarta – Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi pembicara pada Fokus Group Discussion (FGD) “Menakar Utilitas Rakyat atas Tol Laut Jokowi” yang dilaksanakan di Metro TV, Jakarta (19/12).
Selain SYL, sejumlah pembicara lainnya, yaitu Wakil Ketua DPD Nono Sampono dan Plt Gubernur Sulawesi Tenggara Saleh Lasatta.
SYL menyebutkan jika ingin berbicara tentang pembangunan di Indonesia Timur perlu pendekatan khusus. Walaupun memiliki penduduk yang lebih sedikit namun kaya akan sumber daya alam. Keunggulan kekayaan alam yang dimiliki KTI, misalnya sangat kaya akan nikel, emas, minyak bumi dan perikanan.
“Jangan kira cuma di Arab ada emas dan minyak, kita juga punya. Perikanan misalnya, apa yang kurang, Sulsel punya ikan tuna 52.000 ton jatah per tahun yang baru dikelola 12.000 ton,” sebutnya.
Keunggulan lainnya, terdapat 9.000 pulau dari 17.000 pulau di Indonesia, 5.000 sungai dan 21 gunung tertinggi.
Sulsel sendiri dijelaskan olehnya, tumbuh dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 400 persen. Income rakyat dari Rp8,5 juta menjadi Rp53,6 juta. Uang yang beredar selama setahun dari Rp85 triliun menjadi Rp403 triliun. Sulsel juga overstok beras dari 900 ribu ton menjadi 2,6 juta dengan nilai setara Rp34 triliun dengan modal hanya Rp378 miliar.
“Indonesia kaya banget, butuh dikelola dengan bagus, harus wise (bijaksana), bayangkan kalau PDRB nasional cuma 12 persen yang ke timur untuk 18 provinsi, pantas saja kalau di foto di peta malam hari gelap,” ujarnya.
Permasalahan yang dihadapi menurutnya dan harus diselesaiakan adalah insentif, energi, infrastruktur, riset dan teknologi, serta regulasi.
Salah satu cara tercepat untuk peningkatan ekonomi Indonesia adalah dengan tol laut.
“Mengelola ekonomi harus dengan laut, biaya lebih sedikit,” ujar Syahrul YL.
SYL juga menyampaikan bahwa perlu dipisahkan antara mengakselarasi perekonomian dengan keamanan. Jangan terjadi ketimpangan dalam berbagai sektor.
Misalnya untuk kebijakan impor beberapa komoditi hanya bisa di Jakarta dan Surabaya, namun di Makassar tidak.
“Misalnya Makassar, hanya bisa impor minuman keras, memangnya kita mau jadi pemabuk? impor lain juga harus dibuka, sehingga kontainer tidak kosong, hanya saja rasa nasionalime kita harus tinggi,” ucapnya.
Misalnya jika diberikan regulasi tersebut dan terdapat masalah, maka yang harus bertanggung jawab adalah pimpinan daerah tersebut. Bahkan SYL menyarankan untuk tidak segan dilakukan pemecatan. Termasuk setingkat gubernur.
Gubernur dua periode ini juga percaya bahwa Indonesia adalah negara besar dan kuat, namun untuk setiap regulasi yang ada perlu diasistensi.
Hal yang sebaiknya dilakukan yaitu, untuk bahan bakar minyak perlu hadir insentif di KTI. Terutama yang digunakan untuk pengangkutan. KTI diperhatikan karena hampir seluruh provinsi perekonomianya tumbuh di atas enam persen.
“Ini tidak boleh berhenti, dan Presiden Jokowi sudah membuat ini,” harapnya.
Yang perlu menjadi perhatian serius menurut SYL, adalah pelibatan penelitian yang dilakukan oleh dunia pendidikan seperti perguruan tinggi dan hadirnya sekolah-sekolah kemaritiman. Sulsel sendiri telah menghadirkan hal tersebut.
“Katanya kita punya laut 70 persen, apakah keberpihakan di laut sudah kita lakukan? Sekolah-sekolah yang ada sudah menciptakan itu. Sulsel sendiri siap menjadi percontohan utama di Indonesia,” pungkasnya.