Oleh : Ahmad Yani*
Sudah selayaknya setiap aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, dirumuskan atas dasar cerminan jiwa masyarakat (volkgeist) sehingga memiliki aspek kemanfaatan (doelmatigheid) bagi khalayak. Aturan yang dibuat tidak didasarkan atas volkgeist dan doelmatigheid, akan menimbulkan polemik dan meresahkan masyarakat. Kondisi ini pararel dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) yang mewajibkan registrasi kartu prabayar dengan menggunakan NIK dan KK kepada pengguna jasa telekomunikasi, yang dinilai banyak meresahkan masyarakat. Validitas aturan Permenkominfo No. 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi yang selanjutnya telah diubah dengan Permenkominfo No. 14 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenkominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, perlu dipertanyakan atau setidaknya harus difalsifikasi melalui dasar pengujian teoritis dan normatif, sebab menguji validitas norma suatu aturan menjadi penting ketika aturan tersebut cenderung menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Untuk menguji validitas aturan Permenkominfo yang mewajibkan registrasi kartu prabayar dengan menggunakan NIK dan KK, akan digunakan teori pembagian norma sebagaimana yang diintrodusir oleh Hans Kelsen melalui ajaran monostatics dan monodynamic. Monostatic didasarkan pada kekuatan isinya di mana suatu norma oleh norma dasar baik validitasnya maupun materinya. Adapun monodynamic dilihat dari berlakunya suatu norma atau dari cara pembentukan dan penghapusannya. Dengan kata lain, ajaran monostatic melihat keabsahan norma dari segi materil, sedangkan ajaran monodynamic melihat keabsahan norma dari segi formil.
Validitas Permenkominfo Registrasi Kartu Prabayar Secara Formil
Pengujian pertama dilakukan dengan melihat proses pembentukan Permenkominfo apakah telah sesuai dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengacu pada UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam ketentuan ini secara umum disebutkan bebarapa asas dalam pembentukan perundang-undangan, seperti asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat merupakan instansi yang memiliki sumber kewenangan melalui pelimpahan kewenangan—atribusi maupun delagasi—dari perundang-undangan yang berlaku untuk menetapkan suatu aturan.
Telaah yang dilakukan terhadap Permenkominfo Registrasi Kartu Prabayar ini, menjukkan bahwa tidak adanya pelimpahan kewenangan kepada Kominfo untuk menerbitkan aturan tersebut. Hal ini dapat ditelusuri melalui peraturan perundang-undangan terkait, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelengggaraan Telekomunikasi—yang menjadi konsideran meningat Permenkominfo ini—tak satupun ditemukan pasal yang berisi pelimpahan kewenangan kepada Kominfo untuk menerbitkan aturan registrasi kartu prabayar. Dengan demikian, keberlakuan aturan registrasi kartu prabayar cacat secara formil dan bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sehingga aspek validitas norma berupa monodynamic tidak terpenuhi.
Validitas Permenkominfo Registrasi Kartu Prabayar Secara Materil
Selanjutnya, pengujian kedua dilakukan dengan menelaah materi atau subtansi norma pada aturan Permenkominfo yang mewajibkan registrasi kartu prabayar. Dalam Permenkominfo ini terdapat pasal yang mengharuskan pelaksanaan registrasi calon prabayar dengan menggunakan identitas NIK bagi Warga Negara, [vide Pasal 3 huruf B]. Begitupala dengan adanya keharusan proses registrasi kartu prabyar dengan menggunakan NIK dan KK [vide Pasal 5 huruf C]. Impilikasi tidak dilaksanakannya registrasi kartu prabayar dengan menggunakan NIK dan KK, mengakibatkan pemblokiran layanan bagi pelanggan prabayar dengan beberapa tahap pemblokiran seperti: Pemblokiran outgoing call dan outgoing SMS; Pemblokiran incoming call dan incoming SMS; dan Pemblokiran layanan data internet [vide Pasal 16 ayat (1) dan (2)].
Terhadap materi atau subtansi Permenkominfo tersebut, kemudian disinkronisasikan dengan beberapa aturan lainnya yang memiliki hierarki yang lebih tinggi untuk mengatahui kevalidan secara materi atau subtansi Permenkominfo yang dimaksud. Telaah yang dilakukan terhadap dua undang-undang, yakni: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menunjukkan:
Pertama, UU Administrasi Kependudukan menentukan bahwa data perorangan salah satunya adalah nomor KK dan NIK, [vide Pasal 58 ayat (1) huruf A dan B]. Data kependudukan digunakan untuk semua keperluan adalah Data Kependudukan dari Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri, antara lain untuk pemanfaatan: pelayanan publik; perencanaan pembangunan; alokasi anggaran; pembangunan demokrasi; dan penegakan hukum dan pencegahan kriminal, [vide Pasal 58 ayat (4)]. Lebih lanjut, salah satu argument kuat dari pemerintah dalam mengeluarkan aturan registrasi kartu prabayar adalah untuk pencegahan tindakan krimal. Menurut penulis nampaknya pemerintah terlalu besar menaruh kecurigaan kepada masyarakat yang tidak pada porsi dan ukurannya. Pada dasarnya penggunaan NIK dan KK pada registasi kartu prabayar tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana yang dimaksud Pasal 58 ayat (4) UU Administrasi Kependudukan. Di samping pelanggaran terhadap Pasal 2 huruf C dan Pasal 79 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan yang menentukan adanya hak penduduk untuk mendapat perlindungan data pribadi, dan data perseorangan dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi kerahasiaannya oleh negara. Dengan adanya registrasi kartu prabayar menggunakan NIK dan KK, menimbulkan potensi data perorangan dari masyarakat akan disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Kedua, UU Hak Asasi Manusia (HAM), menentukan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya; dan setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia, [vide Pasal 14 ayat (1) dan (2)]. Adanya ketentuan pemblokiran kartu prabayar pada Permenkominfo bagi pelanggan yang tidak melakukan registrasi kartu dengan menggunakan NIK dan KK, secara jelas bertentangan Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia di atas.
Dengan demikian, keberlakuan Permenkominfo registrasi kartu prabayar cacat secara materil dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga aspek validitas norma berupa monostatic tidak terpenuhi.
Berdasarkan uraian di atas, seharusnya pemerintah terkait segera melakuan revisi terhadap aturan registasi kartu prabayar dengan mengganti norma atau materi aturan yang bertentangan peraturan perundang-undangan—yang sebelumnya dilakukan kajian ilmiah terkait dampak penggunaan NIK dan KK terhadap registrasi kartu prabayar—sehingga melahirkan aturan yang mengandung doelmatigheid bagi masyarakat.
*) Penulis Merupakan Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Hasanuddin.