Matakita.co (Gorontalo) – Universitas Negeri Gorontalo, salah satu kampus ternama di Provinsi Gorontalo, diduga melakukan pungutan liar (Pungli) kepada mahasiswa yang melalui jalur SBMPTN jurusan Kedokteran sebesar Rp 50 juta.
Data itu terungkap dalam selebaran yang dibagikan dr. Zuhriana melalui Wats App kepada mahasiswa baru, sebelum ia berangkat haji, dalam selebaran itu tertera pembayaran UKT Rp. 10 juta dan SPMA Rp. 50 juta, dijadwalkan tanggal 22 hingga 26 juli 2019 masa berakhirnya penyetoran tersebut, dan yang tidak membayar direntan jadwal tersebut dianggap mengundurkan diri bukti pembayaran di copi dan dimasukkan keprodi.
Menariknya dalam selebaran tersebut yang dikirimkan, terkait surat pernyataan kesediaan sumbangaan orang tua mahasiswa, dengan menuliskan bersedia memberikan sumbangan orang tua mahasiswa sukarela, dan tanpa paksaan dari pihak manapun, sebesar Rp 50 juta yang disertakan dengan tanda tangan orang tua beserta materai 6000.
Sementara itu salah satu keluarga calon mahasiswa yang enggan disebutkan namanya mengatakan, mengacuh pada peraturan Menteri Riset Tekhnologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, No 39 Tahun 2017, tentang biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal pada perguruan tinggi negeri dilingkungan kementerian riset tekhnologi dan pendidikan tinggi, tertera dengan jelas beberapa pasal antara lain :
Pasal 6 tertuliskan, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dilarang memungut uang pangkal atau pungutan lain, selain UKT dari mahasiswa baru program diploma dan program sarjana, untuk kepentingan pelayanan dan pembelajaran secara laangsung.
Pasal 8 tertuliskan PTN dapat memungut uang pangkal atau uang pungutan lain selain UKT dari Mahasiswa baru program diploma dan program sarjana, bagi mahasiswa asing, mahasiswa internasional, mahasiswa yang melalui jalur kerjasama dan atau mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri.
” disitu tertera sumbangan sukarela sedangkan dituliskan pula kisaran sumbangannya Rp 50 juta, dan yang tidak membayar sesuai tanggal ditetapkan maka dianggap gugur, secara tidak langsung bukan sumbangan sukarela lagi, melainkan terindikasi adanya paksaan” tutur keluarga calon mahasiswa melalui via telfon.
Sementara itu saat dikonfirmasi ke pihak Wakil Rektor 2 Universitas Negeri Gorontalo, melalui via seluler, Dr. Fence M Wantu, SH, MH mengatakan, terkait dengan pungutan uang 50 juta tersebut, langsung saja melalui bidang perencanaan .
“Penetapan Itu bukan wilayah saya, tapi itu wilayah Warek 4 dan warek 1 karena mereka yang membuat perencanaan, saya hanya mengesahkan” tutur warek 2 UNG. Selasa (30/7/2019).
Sementara itu Warek 1 Prof. Dr. Ir. Mahludin H. Baruwadi, M.P mengatakan, sebenarnya yang lebih berkompeten menjawab terkait sumbangan 50 juta itu, wilayahnya fakultas kedokteran .
“Hubungi langsung team kedokteran dan Warek 4, karna soal pembiayaan itu mereka yang mengurusi melalui berbagai aturan yang ada dan dirumuskan. Kalau soal biaya, Warek 1 tidak masuk. Mereka warek 4, Warek 2 dan kedokteran yang menetapkan, setelah itu disampaikan ke Warek 1 dengan perincian biaya tersebut.
Lanjutnya, Kalau dia berdasarkan permen bisa dinilai sendiri apakah itu termasuk pungli atau tidak . Karena melalui permenkes program studi kedokteran tertera, ada dana masyarakat, dana SPP dan dana sumbangan, nah itu yang mereka gunakan sebagai dasar sumbangan tersebut.
Di tanggapi Rio Monoarfa selaku tim penyusun penganggaran kedolteran mengatakan, pendidikam dokter datu satunya program studi yang diatur oleh UU, tepatnya UU no 20 tahun 2013, tentang pendidikan kedokteran, kareana dianggap bahwa dokter itu merupakan salah satu komponen utama yang menentukan kesehatan masyarakat kedepan, tentunya taruhan komponen utama mengharuskan ada beberapa tahapan proses yang cukup ketat, menghasilkan dokter itu sendiri, yang pertama memperhatikam proses pembelajaran, proses praktek, alat penunjang dan lain sebagainya. Hal itu untuk menghasilkan dokter yang ideal sesuai UU 20 tahun 2013
“Dalam UU pembiayaan itu menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk pemerintah, fakultas dan masyarakat. dalam hal ini konteksnya masyarakat tentunya diberikan sebuah ruang untuk menopang inovasi, dalam rangka meminta sumbangan, karena itu merupakan tanggung jawab masyarakat, di dalam UU diatur pendidikan kedokteran itu diatur mendaapatkan dana dari masyarakat hibah, sumbangan dalam bentuk apapun. Ordiencenya Penyelenggaraan kedokteran membutuhkan biaya yabg tidak sedikit” tuturnya.
Bentuk pembiayaan yang diambil dari masyarakat salah satunya hibah, dan sumbangan individu dalam bentuk apapun sesuai peraturan perundang undangan. Sebagai fakultas kedokteran yang masih baru, diperhadapkan dengan situasi bagaiamana menjadikan dokter sesuai yang diharapkan perlu ada sebuah inovasi dimana harus mencari pembiayaan – pembiayaan tambahan berdasarkan kemampuan orang tua dan sesuai UU.
“Berdasarkan hasil survei semua orang tua sangat antusiasi anaknya masuk di fakultas kedokteran dan beberaapa diantaranya mau menyumbang. mereka tau persisi fakuktas itu, hampir smua PTN kosnya tidak normal dan akan melakukan hal yang sama, sumbangan ini tergantung dari orang tua mahasiswa, sumbangan itu untuk mewujudkan dokter yang ideal.” Tutur rio.
Rio menambahkan, Memang jika mengacuh pada Permenriset Dikti tentang UKT dan BKT, memang diatur ada 4 kategori yang bisa dimintai sumbangan, jikalau melihat lebih jauh, dilarang memungut uang atau iuran. Dalam konteks ini kita tidak memungut, tapi kita hanya meminta inovasi sumbangan dengan langsung menentukan harganya.
“Saya jadi heran tiba-tiba sudah ada 50 juta, yaa saya tidak tau, apakah sudah ada kesepakatan dengan orang tua atau bagaimana, tapi dalam konteks yang kami buat ya itu sumbangan. Kalau soal tekanan edaran, kalau tidak membayar sumbangan dianggap gugur, sejauh ini saya tidak pernah tau, kalau ada yang begitu”. Tutupnya.