Beranda Berdikari Opini: Maulid Nabi dan Kelahiran Pembaharu Islam, Sir Muhammad Iqbal

Opini: Maulid Nabi dan Kelahiran Pembaharu Islam, Sir Muhammad Iqbal

0

Oleh: Nafisah Zarqa, Sekretaris Umum PK IMM Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik

MataKita.co, Opini – Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ali Muhammad. Beberapa abad silam menjadi revolusi besar umat manusia. Muhammad bin Abdullah, tokoh paling berpengaruh didunia menurut Micheal Hart lahir ditengah-tengah kondisi masyarakat jahiliyyah yang begitu bobrok. Kelahirannya dewasa ini kemudian disyukuri banyak orang, dirayakan dengan sukacita dengan berbagai cara dan kearifan lokal dan menjadi ajang syiar dakwah islam. Banyak orang berteriak rindu ingin bertemu dengannya, melantunkan lagu atau shalawat serta memajang tulisan indah namanya di berbagai tempat. Bagi umat muslim, tak ada manusia yang lebih mulia darinya.

Di sisi lain, umat islam yang menjunjung tinggi Muhammad semakin memprihatinkan. Kebodohan merajalela, kemiskinan yang disebabkan oleh penjajahan rezim yang korup, serta krisis moral dan kemanusiaan pada perang saudara. Umat islam disibukkan dengan menyalahkan satu sama lain. Gelombang individualisme dan materialisme semakin menutup mata umat muslim atas kondisi saudaranya yang tertindas.

Padahal, sejarah hidup Muhammad begitu mulia. Sebelum diangkat menjadi penyampai risalah ia telah dijuluki al-amin oleh masyarakat makkah jahiliyyah dan diberi amanah untuk meletakkan hajar aswad. Sebuah penghormatan yang begitu tinggi pada saat itu. Tahun-tahun pertama kenabian, berbagai perlawanan ia dapatkan namun ketinggian akhlak masih terpancar dalam setiap langkahnya tidak hanya kepada muslim tapi juga terhadap non muslim. Pada periode Madinah, pembangunan besar-besaran ia lakukan sehingga tercipta masyarakat maju yang egaliter, humanis dengan nilai-nilai islam.

Beberapa abad setelah Muhammad wafat, umat islam kehilangan jati dirinya. Negara berpenduduk muslim dijajah oleh barat, kemandekan gerakan intelektual dan tumbuh suburnya gerakan sufisme yang menjadi “penenang” umat islam dari kondisi masyarakat yang semakin merosot.

Meminjam istilah Mohammad Hatta, Umat islam di abad pertengahan ibarat gincu yang terlihat namun tak terasa. Kehadirannya tidak membawa kemajuan bagi peradaban, justru menjadi sampah masyarakat. Hal tersebut yang menjadi keresahan Sir Muhammad Iqbal, pembaharu islam yang lahir pada tanggal 9 November 1877 menurut penelitian terakhir dari S.A. Vahid. Tahun ini tanggal kelahirannya bertepatan dengan 10 Rabiul Awal 1441 H atau tanggal kelahiran Muhammad bin Abdullah. Sir Muhammad Iqbal banyak menuliskan karya seni berupa syair yang telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, namun hal tersebut tidak lepas dari kritiknya yang keras terhadap kemunduran umat islam saat itu.

Menurut Ahmad Syafii Maarif (1985), Iqbal memang mengasyikkan. Seluruh karyanya penuh vitalitas, inspiratif dan menyeru manusia bangkit untuk memproklamasikan “ya” terhadap hidup dan tantangan yang dibawanya. Menurut Profesor Nagendra, bagi Iqbal, “seni haruslah mempunyai tujuan sosial dan moral yang tentu-tentu. Seni wajib menggalakkan manusia untuk menaikkan martabat kehidupan ke tingkat yang lebih tinggi.” Iqbal bahkan berangkat lebih jauh: “setiap bentuk seni yang melawan nilai-nilai hidup dan memerosotkan moral manusia haruslah dikutuk dan diharamkan dengan undang-undang.”

Iqbal menggambarkan keadaan saat itu dengan tajamnya :

Alam telah mengurniai engkau mata setajam mata rajawali
Tapi perbudakan telah meredupkan pandanganmu
Seredup pandangan seekor kelelawar.

Jika Sir Muhammad Iqbal mampu melakukan misi pembaruan atau revitalisasi umat islam dari hasil keresahannya pada kondisi saat itu, saat ini permasalahan umat islam semakin kompleks sehingga membutuhkan pelanjut Sir Muhammad Iqbal dalam mempertahankan nilai-nilai luhur islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Bukan sebatas simbol, atau pengagungan nama tapi lebih kepada implementasi nilai. Tentu memerlukan strategi yang berbeda dengan tetap berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT