Beranda Mimbar Ide Belajar dari Bilal dan Umar, Para Pencinta yang Selalu Dipagut Rindu

Belajar dari Bilal dan Umar, Para Pencinta yang Selalu Dipagut Rindu

0
Maghdalena

Oleh: Maghdalena*

Nafas laki-laki berkulit gelap itu tercekat. Seruan indahnya tenggelam dalam sedu sedan. Ia tak lagi sanggup meneruskan tugasnya menyerukan kalimat Tuhan. Seakan sebongkah batu memelesat ke dalam kerongkongannya dengan cepat. Membuat air matanya turut memercik bagai kilat. Ia tergugu dalam sedu. Sesak oleh rindu.

Laki-laki itu bukan seorang yang berhati lemah. Ia juga bukan pujangga roman picisan yang begitu mudah berurai airmata.
Ia adalah Bilal Bin Rabbah. Seorang budak hitam kesayangan Rasulullah. Sang muadzin tercinta.

Kepergian Nabi ke haribaanNya menimbulkan rasa kehilangan yang teramat sangat di hati para sahabat. Tak terkecuali Bilal sang budak hitam. Tangisan itu, bukan karena dia tak punya iman. Ia hanya sedang larut dalam rindu. Rasa cinta yang begitu besar membuat hatinya acapkali sesak setiap kali kenangan bersama Sang Nabi berkelabat.

Bujuk rayu Umar agar Bilal mengumandangkan adzan untuk memuaskan kerinduan penduduk Madinah kepada Nabi telah ia penuhi. Namun siapa yang dapat menahan sesak, ketika ingatan tentang kenangan bersama sang Nabi memenuhi kalbu hingga hatinya pilu?

Bilal tak sanggup. Kumandang adzan itu menggantung begitu saja di langit kota Madinah. Tak pernah selesai. Ia telah usai. Seiring kepergian bilal meninggalkan kota penuh kenangan. Bukan karena ia tak cinta. Dia hanya rindu. Rindu pada manusia mulia yang telah tiada.

Hari itu, 1.388 tahun yang lalu. Tepatnya 8 Juni 632 M, atau 12 Rabiul awwal pada tahun 11 Hijriyah, sang kekasih hati berpulang. Kepergian yang menorehkan duka dalam di hati setiap insan. Di pangkuan istri tersayang, Aisyah, Nabi kembali kepada Allah.

Apa yang lebih menyakitkan daripada kehilangan seseorang yang dicinta, dipuja ketika sedang sayang-sayangnya? Apatah lagi, ia adalah seorang sosok terbaik, manusia tanpa cela, yang menyayangi semua makhluk di dunia melebihi sesiapa.

Yang tanpa bosan dan penuh senyuman selalu menyantuni seorang Yahudi buta yang tak henti mencacinya. Yang tetap memohon dengan berurai airmata kepada Tuhan agar tetap dilimpahkan segala kebaikan bagi orang-orang yang menyakitinya.

Siapa yang takkan jatuh cinta padanya? Siapa yang rela kehilangan sosok luar biasa itu? Siapa yang akan tetap bisa tersenyum ketika dia pergi meninggalkan dunia?

Mari sejenak kita tinggalkan Bilal. Kita tengok Umar bin Khattab. Lelaki gagah perkasa, yang syaitanpun takut berjumpa dengannya.

Dikutip dari buku yang berjudul ‘The Great of Two Umars’ karya Fuad Abdurrahman bahwa Sa’ad ibn Abi Waqash menuturkan Rasulullah SAW pernah berkata kepada Umar ra, “Demi dzat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah setan berpapasan denganmu dalam satu jalan kecuali ia akan memilih jalan lain selain jalan yang dilaluimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Atau dalam hadist lain disebutkan:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata pada ‘Umar bin Khattab,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَخَافُ مِنْكَ يَا عُمَرُ إِنِّى كُنْتُ جَالِسًا وَهِىَ تَضْرِبُ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَهِىَ تَضْرِبُ ثُمَّ دَخَلَ عَلِىٌّ وَهِىَ تَضْرِبُ ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ وَهِىَ تَضْرِبُ فَلَمَّا دَخَلْتَ أَنْتَ يَا عُمَرُ أَلْقَتِ الدُّفَّ

“Sesungguhnya setan benar-benar takut padamu wahai Umar. Tatkala aku duduk budak wanita itu memukul rebana, lalu masuk Abu Bakar, ‘Ali dan Utsman, dia masih memukul rebana, tatkala dirimu yang datang budak wanita itu melemparkan rebananya.” (HR. Tirmidzi no. 3690. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Pada hari Nabi berpulang, seluruh Madinah gegap gempita. Banyak yang berduka, lebih banyak lagi yang tidak percaya. Umar bin khattab salah satunya. Matanya berkilat tajam pada sesiapa yang mengatakan bahwa Sang kekasih telah tiada.

“Engkau dusta! ” Serunya penuh amarah.

Pedangnya terhunus mengancam akan membunuh siapa saja yang mengatakan Rasullullah telah berpulang.

Dia berseru:

“Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah SAW telah wafat. Tetapi demi Allah, sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama 40 hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!”
(laman Republika.co.id 14 Maret 2012)

Tak perlu kita ragu dengan kekuatan iman Umar, sang lelaki perkasa. Tapi begitulah dahsyat cintanya pada Sang Baginda Nabi. Hingga lelaki bergelar Al-Faruq itu kemudian lunglai. Terpasung dalam sedu sedan kehilangan, tatkala Abu Bakar menyadarkannya dengan sebuah ayat yang menyentak hati:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” [ QS. Ali Imran 144]

Umarpun tergugu. Airmata membanjir membasahi pipi. Hatinya pun tercabik dalam rasa kehilangan dan rindu yang teramat sangat. Sang kekasih telah tiada. Ia telah berpulang pada Rabbnya.

Para pencinta mengajarkan kita, tentang bagaimana semestinya kita menempatkan Rasulullah, sang manusia mulia di dalam hati kita. Menjadikan ia sebagai teladan sepanjang masa. Menumbuh suburkan kerinduan kepadanya di dalam kalbu. Bershalawat padanya tanpa jemu.

Hingga kelak, jika Allah berkenan, di akhiratNya, kita semua akan berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW. Manusia termulia sepanjang masa.

*) Penulis adalah Pegiat Klaster Riset & Penulisan Rumah Produktif Indonesia dan Founder Komunitas fotografi Mamoto yang berdomisili di Kota Padang

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT