Oleh: Maghdalena*
Beberapa hari ini timeline facebook saya ramai oleh postingan kawan-kawan dunia maya tentang istilah pulang kampung dan mudik. Awalnya saya tidak tertarik, tapi akhirnya ikut penasaran.
Mengutip laman tempo.co. (23 April 2020), pembahasan dua istilah tersebut ternyata terlontar ketika Najwa Shihab melakukan diskusi dengan Presiden Joko Widodo pada hari Selasa 21 April 2020 sebelum Presiden menggelar rapat terbatas dan akhirnya memutuskan mudik dilarang.
Saya tak hendak mengajak pembaca berdebat dan gelut dengan dua istilah tersebut. Karena saya yakin, sampai ayam beranak kuda, perdebatan tersebut tidak akan selesai. Karena dalam status FB seorang teman pagi ini, saya baca, dia mengatakan tidak mau ikutan membahas istilah pulang kampung dan mudik. Karena hanya akan bikin senewen. Haha.. Saya sepakat dengan itu.
Saya hanya ingin mencoba menelaah apa yang disampaikan presiden, kemudian membuat sebuah alternatif rencana yang (mungkin) lebih baik untuk rakyat Indonesia, lalu menuliskan ide-ide tersebut lewat tulisan ini.
Dalam kondisi hari ini, saya termasuk yang sepakat kalau pulang kampung atau mudik, ada baiknya dihentikan dulu. Sampai keadaan membaik dan penyebaran virus covid-19 berhenti dengan tuntas di negara kita. Kita masih miris dengan kondisi korban yang terus berjatuhan.
Mengutip laman Kompas.com, dari data pemerintah hingga Kamis (23/4/2020) pukul 12.00 WIB, terdapat 357 kasus baru Covid-19 di Tanah Air. Penambahan ini menyebabkan total ada 7.775 kasus Covid-19 di Indonesia.
Pelarangan mobilisasi penduduk, baik dalam istilah pulang kampung ataupun mudik saya yakin dapat mengurangi penyebaran virus ini secara signifikan. Pemerintah hanya perlu bertindak tegas terkait pelarangan ini dan mengerahkan aparat agar lebih maksimal mengontrol di lapangan.
Daripada membuat resah (gemas) masyarakat dengan celetukan yang hanya akan menambah perdebatan dalam pemakaian istilah pulang kampung atau mudik, alangkah lebih baik kalau pemerintah fokus pada pencegahan penyebaran covid-19, sembari membenahi segala kebijakan agar lebih pro rakyat hingga akar rumput.
Bagaimana dengan pulang kampung? Saya sepakat itu tetap dilakukan. Bahkan kalau perlu digalakkan. Akan lebih baik lagi itu menjadi salah satu program utama pemerintah. Namun, tentu saja tidak sekarang. Gerakan pulang kampung bisa dilaksanakan setelah wabah ini selesai. Namun pemerintah sudah bisa mulai merancang program ini dari sekarang.
Kondisi wabah yang saat ini melanda bangsa kita, mau tidak mau, pelan tapi pasti saya yakin akan menimbulkan krisis yang berkelanjutan, dimulai dengan krisis ekonomi, sosial, hingga politik.
Gerakan Pulang Kampung saya pikir dapat menekan krisis ini. Berikut ini manfaat yang bisa didaptkan dengan melaksanakan program gerakan pulang kampung pasca corona:
Pertama, menurunkan beban kehidupan di kota.
Pola pikir yang umum berlaku di masyarakat yang masih menganggap kehidupan di kota lebih menjanjikan perlu diubah. Kehidupan perkotaan yang glamor mengundang penduduk desa, terutama mereka yang berada pada usia produktif untuk mengadu nasib ke sana.
Mengutip laman Republika.co.id (19 Maret 2020), Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) merilis hasil riset Maret 2020 terkait lapangan kerja layak metropolitan. IDEAS menilai Indonesia masih menghadapi masalah ketenagakerjaan yang mendasar, yakni penciptaan lapangan kerja terutama di kota-kota besar.
Kita tidak dapat serta merta menyalahkan masyarakat yang berbondong-bondong pindah ke kota. Karena industri yang baru dan berkembang banyak terdapat di perkotaan. Faktor lain seperti pendapatan buruh yang jauh lebih besar daripada pendapatan petani juga menjadi faktor pemicu urbanisasi yang tak pernah usai.
Dengan adanya gerakan pulang kampung, diharapkan kehidupan kota bisa sedikit bernafas lega dari padatnya penduduk. Tentu saja dengan menyediakan alternatif lapangan pekerjaan yang lebih menjanjikan di desa.
Kedua, Mengoptimalkan sebaran penduduk produktif.
Proporsi penduduk Indonesia pada tahun 2020 – 2030 diperkirakan 70%nya merupakan penduduk usia produktif. Sedangkan 30% merupakan usia tidak produktif yaitu usia anak-anak 14 tahun ke bawah dan orang tua (65 tahun ke atas). Pada bonus demografi ini, Indonesia akan memiliki sumber daya manusia yang usianya didominasi oleh usia produktif, yang dapat berkontribusi dalam pembangunan bangsa (Luxiana, 2017).
Penumpukan sumber daya manusia produktif di kota tentu saja akan mengakibatkan ketimpangan dalam segala aspek kehidupan. Gerakan pulang kampung diharapkan akan mampu meminimalisir kekhawatiran ini.
Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Apabila SDM tersebar merata, lapangan pekerjaan diharapkan akan lebih tersebar optimal. Pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam juga dapat dimaksimalkan demi kesejahteraan masyarakat banyak.
Lalu jadi pertanyaan, apa yang harus dilakukan pemerintah menyongsong dilaksanakannya gerakan pulang kampung tersebut? Saya mencoba meringkasnya dalam tiga langkah:
Pertama, Pemerintah perlu melakukan pendataan atau pembaruan data sebaran penduduk aktual hari ini. Juga pendataan potensi sumber daya alam yang ada di desa. Berdasarkan data yang valid, akan lebih mudah untuk mengambil langkah kebijakan ke depan, terkait optimalisasi SDM di desa dan pemanfaatan sumber daya alam yang ada
Kedua, Pemerintah perlu mengadakan pelatihan atau training bagi para warga masyarakat yang akan dipindahkan ke desa untuk mengelola potensi sumber daya alam yang ada, ataupun untuk menghidupkan industri kreatif di sana.
Ketiga, Pemerintah perlu menyiapkan dana dan budget yang cukup besar untuk mengeksekusi program pulang kampung ini. Karena tentu saja pemerintah tidak bisa berlepas tangan saja terkait dana yang dibutuhkan dalam proses kepulangan, transportasi, pelatihan dan kehidupan baru di desa.
Pandemik hari ini saya rasa menjadi momentum yang pas untuk membenahi segala pola perikehidupan bermasyarakat di negara kita, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kehidupan yang lebih baik.
*) Penulis adalah Pegiat Klaster Riset & Penulisan Rumah Produktif Indonesia dan Founder Komunitas fotografi Mamoto yang berdomisili di Kota Padang