MataKita.co, Surabaya – Jaringan Masyarakat Maritim Progresif (JMMP) menilai bahwa nelayan di kawasan Taman Nasional Takabonerate harus tetap menjadi nelayan dengan melakukan penangkapan pada zona pemanfaatan dan tradisional di kawasan tersebut.
“Nelayan sudah eksis jauh sebelum kawasan tersebut jadi taman nasional dan menjalani penghidupannya dari menangkap ikan. Keliru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kalau mereka dijadikan pemandu wisata atau petani tambak garam” ujar Koordinator Presidum JMMP, Y.R. Passandre di Surabaya, Selasa (29/07/2020).
Lebih jauh, JMMP mengharapkan kepada KLHK melalui Balai Taman Nasional di wilayah tersebut agar tetap menjadikan masyarakat di sekitar kawasan sebagai nelayan yang beraktivitas pada wilayah laut sebagai penangkap ikan.
“KLHK harus mendukung nelayan sebagai penangkap ikan di zona yang tersedia (zona pemanfaatan) dengan alat tangkap yang legal dan ramah lingkungan. Tidak semua nelayan bisa jadi pemandu wisata. Dan lagian kapasitas pengunjung ke kawasan tersebut masih belum sepadat di Taman Nasional lainnya seperti Komodo atau Raja Ampat. Jadi, serapannya belum banyak” sambungnya.
Sejauh ini nelayan jejaring JMMP di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan mengeluhkan pendekatan yang dilakukan oleh Balai yang cenderung mengarah ke sektor pariwisata semata.
“Kalau mau mendukung masyarakat, perkuat kapasitas nelayan penangkap ikan. Kemudian dorong pembubidaya ikan hidup yang nilai ekonomisnya cukup menjanjikan. Dan jangan lupa perbaiki kelembagaannya maupun jaringan pemasarannya” imbuh nelayan asal Pulau Rajuni yang tidak mau disebutkan namanya itu.