MataKita.co, Jakarta – Draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penanganan Banjir Gorontalo dikebut hingga akhir November 2020 nanti. Hal ini sebagai tindak lanjut dari rapat bersama antara Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri ATR/PPN Sofyan Djalil, perwakilan Kementrian/Lembaga terkait dengan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie, Selasa kemarin.
Para kepala Bappeda dan dinas terkait menggelar rapat bersama yang dipimpin oleh Direktur Pengairan dan Irigasi, Kementrian PPN/Bappenas Abdul Malik Sadat Idris, Selasa (25/8/2020). Selain mempercepat feat Perpres, dibahas tentang rencana aksi kementrian/lembaga dan pemerintah daerah untuk penanganan banjir Gorontalo 2021-2024 mendatang.
“Intinya penanganan pengurangan risiko banjir Gorontalo ini ditargetkan Perpres dan Rencana Aksi diajukan September. Meski begitu, kita tidak berangkat dari nol perencanaannya, sebagian sudah banyak kajian yang komprehensif termasuk yang dilakukan oleh JICA tahun 2002 lalu,” ujar Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bapppeda) Budiyanto Sidiki usai pertemuan.
Lebih lanjut kata Budi, kajian dari JICA masih relevan dengan masalah banjir Gorontalo. Diantaranya tentang normalisasi sungai Bone dan Bolango, revitalisasi danau Limboto dan pembangunan Waduk Bulango Ulu dan Bone Ulu. Perlu dilakukan yakni pembaruan data terkait dengan penyempitan sungai akibat pemukiman, luas lahan kritis dan lain sebagainya.
“Data ini yang segera disiapkan baik oleh provinsi dan teman teman kabupaten/kota. Kita berharap segera ditindaklanjuti dan segera dimasukkan ke Bappenas,” imbuhnya.
Selain pembangunan dan revitalisasi aliran air, pemerintah daerah juga diminta berkontribusi aktif untuk mengurangi lahan kritis akibat penambangan dan penebangan hutan. Pola pola lama seperti rehabilitasi hutan dinilai tidak lagi tepat, namun lebih banyak memberdayakan warga dengan program sosial ekonomi yang berkelanjutan.
“Penanganan lahan kritis tidak efektif dilakukan oleh kementrian/lembaga. Ajakan pak direktur tadi, pemerintah daerah melakukan program-program yang sifatnya edukatif dan berkelanjutan khususnya bagi petani yang bercocok tanam di kemiringan lereng di atas 15 persen,” sambungnya.
Data tahun 2019 menyebutkan luas lahan kritis dan sangat kritis di Provinsi Goronralo sebesar 334.474 hektar yang terdiri dalam kawasan hutan sebesar 143.184 hektar dan luar kawasan hutan 191.290 hektar. Lahan kritis dalam kawasan hutan sebesar 36.596 hektar dan sangat kritis 105.588 hektar. Sementara luas lahan kritis di luar kawasan hutan yakni 40.820 hektar dan sangat kritis 150.470 hektar.