Beranda Lensa Gelar Konferensi Pers Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Ini Poin Penolakan F-SPMI...

Gelar Konferensi Pers Tolak Omnibus Law Cipta Kerja, Ini Poin Penolakan F-SPMI Gorontalo

0
Konferensi pers F-SPMI Provinsi Gorontalo, sumber foto : pojok6

MataKita.co, Gorontalo – F-SPMI menggelar Konfrensi Pers terkait Penolakan OMNIBUS LAW UU Cipta Kerja di Kantor DPW F-SPMI Provinsi Gorontalo

Adapun hadir dalam Kegiatan tersebut yakni Ketua DPW F-SPMI Provinsi Gorontalo Meyske Abdullah, Anggota dan Pengurus DPW F-SPMI Provinsi Gorontalo dan Perwakilan Buruh -+ 70 org

Adapun Isi konfrensi Pers DPW F-SPMI Provinsi Gorontalo yang menolak Beberapa Item UU Cipta kerja Yang di Sampaikan Oleh Ketua DPW F-SPMI Meyske Abdullah.

1. Pesangon Buru yang Awalnya 32 kali atau 32 Bulan Menjadi 25 dengan rincian 19 yang di bayar oleh pengusaha dan 6 bulan ataukah 6 kali itu dibayarkan oleh BPJS Ketenaga kerjaan, darimana BPJS Ketenaga Kerjaan Memiliki dana untuk Membayar Pesangon Tersebut, Sementara Aturan itupun belum ada di jelaskan di UU Omnibus Law.
2. Upah minimum Sektoral baik Kabupaten / kota Maupun Provinsi itu akan dihilangkan yang akan dipakai adalah UMP, sementara upah minimum Kabupaten / kotapun akan diberlakukan dengan syarat, tentunya syarat ini akan di atur oleh pemerintah.
3. Jam Kerja Eksploitatif, jadi Jam kerja itu ada satuan perhitungan upah dengan satuan waktu, bagaimana bisa pekerja dikejar dengan satuan waktu setiap hari, yang tentunya ini akan berimbas kepada hari liburpun pekerja tidak akan mengambil haknya untuk libur karna dikejar dengan satuan waktu jam kerja Eksploitatif tersebut.
4. Outsorcing, di UU 13 outsorcing hanya mensyaratkan 5 jenis pekerjaan yakni tidak berhubungan secara langsung dengan pekerjaan inti atau pekerjaan utama, tetapi di UU Omnibus Law itu tidak dibatasi lagi oleh 5 jenis pekerjaan tersebut yang artinya Pasal ini di hapus.
5. Tenaga kerja Kontrak itupun di halus di UU Omnibus law tidak ada lagi aturan tentang tenaga kerja, jadi tenaga kerja ini akan di kontrak seumur hidup, 10 tahun, 20 tahun, sampai meninggalpun akan berstatus tenaga kerja kontrak, tentunya tenaga kerja kontrak dan tenaga kerja tetap ada perbedaan hak-haknya.
6. Cuti Haid dan Cuti Melahirkan bagi perempuan kalau diambil itu akan dilakukan pemotongan gaji, yang di UU 13 sangat jelas bahwa pekerja perempuan dihari pertama dan kedua ketika haid merasakan sakit tidak wajib masuk kerja dan tidak di potong upah, didalam UU Omnibus law ketika haid dan hamil bisa mengambil cuti akan tetapi dipotong Gaji, ini sangat tidak manusiawi UU Omnibus law.
7. Tenaga Kerja Asing, di UU 13 prasarat untuk Tenaga Kerja Asing adalah mendapatkan ijin dari kementrian atau pihak yang berwenang tetapi kemudian di UU Omnibus Law itu dihapus, tenaga kerja asing hanya bisa mendapat pengesahan tentang RPTKA artinya hanya bisa melampirkan rencana penggunaan tenaga kerja Asing, inikan hal yang tidak masuk diakal karena sebebas bebasnya tenaga kerja asing akan masuk di Indonesia khususnya unskil wolker artinya tenaga kerja asing yang tidak memiliki skil atau kemampuan khusus yang bisa dikerjakan oleh orang Indonesia tapi Seluruh pekerjaan akan dikerjakan oleh Tenaga Kerja Asing.
8. Tidak adanya sanksi, dihapusnya sanksi pidana terhadap pelanggaran pengusaha, beberapa pasal yang pengusaha-pengusaha yang tidak membayarkan upah tidak ada sanksi pidananya di hapus di UU Omnibu Law, dan ketika pekerja protes terhadap PHK, terhadap aturan ini otomatis akan di PHK.

Dengan hal itu FSPMI Gorontalo dihadapan media memberikan pernyataan.

“Kawan kawan hal ini yang membuat kami saat ini menyuarakan diseluruh indonesia atas instruksi dari FSPMI, KSPI diseluruh Indonesia kami tetap menolak UU Omnibus Law, untuk Gorontalo sendiri kami akan tetap mengikuti instruksi dari DPP, Namun tanggal 6 s/d 8 Oktober 2020 ini khususnya di Gorontalo semua Buruh tidak akan melakukan aksi unjuk rasa maupun Aksi mogok Nasional, sesuai yang diinstruksikan oleh pusat, karena berbagai pertimbangan yaitu Adanya Surat Edaran Gubernur Gorontalo tentang Covid 19 serta tidak diberlakukan berkumpul diatas 10 orang, sehingga kami mengikuti aturan ini karena memang kasus Covid 19 saat ini di Gorontalo terus Bertambah.” Lanjut Meyske.

Meyske menjelaskan, dirinya mengakui bahwa tetap mengikuti instruksi dari DPP nya akan terus melakukan perlawanan terhadap UU Omnibus Law dan ini buka cuma Kaum buru akan ada juga Mahasiswa, Masyarakat, belum yang lainnya.

“Saya Berharap Pemerintah Mendengarkan Aspirasi dari Buruh yang juga adalah rakyat Indonesia, karna UU Omnibus Law ini terkesan dipaksakan yang tadinya sesuai Agenda akan disahkan pada tanggal 8, di tanggal 5 malam disahkan oleh DPR RI ada apa dibalik semua ini, sehingga ini yang menjadi Penolakan Buruh diseluruh Indonesia menolak. Untuk itu kami meminta :

– Untuk Pemerintah kami berharap UU ini akan dicabut dalam waktu dekat karena hari inipun belum ada drafnya yang disampaikan keberbagai pihak belum ada penomoran menurut panitia yang ada di DPR RI tapi selama 30 hari walaupun belum ada nomor ini akan diberlakukan.
– kami berharap ini akan segera di cabut, Apabila tidak ada pencabutan kami akan melakukan judicial review ke Mahkama Konstitusi, tetap kami akan lakukan perlawanan tekait UU Omnibus Law.
– Karena serikat pekerja metal Indonesia dan Serikat Buruh sejak awal rancangan UU Omnibus Law tidak pernah dilibatkan, dilibatkanpun disaat-saat ketika pekerja sudah memberontak dimana-mana untuk menyuarakan Aspirasi sehingga pihak buruh diundang oleh Pemerintah.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT