Beranda Berita Memahami DPD RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Memahami DPD RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

0

Oleh: Muh. Nur Khalik

MataKita.CO – Negara indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Sejarah kebangsaan menggoreskan sudah empat kali konstitusi negara diamandemen, dengan tujuan memperkokoh landasan republik ini. Perubahan ketiga UUD 1945 dibentuklah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang pembentukannya senafas dengan konsep otonomi daerah. DPD RI mewakili daerah masing-masing untuk menyuarakan permasalahan dan aspirasi daerah ke kancah nasional. Dalam ungkapan lain, dibentuknya DPD RI merupakan bentuk pemenuhan perwakilan aspirasi daerah dalam tatanan pembentukan kebijakan ditingkat pusat.

Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mengakui adanya kewenangan daerah yang didasari pada asas otonomi daerah. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan DPD RI itu bertujuan meningkatkan peran serta daerah dalam pengelolaan negara terkhusus dalam pembentukan undang-undang dan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara serta sebagai bagian dari gagasan membentuk dua kamar (bikameral).

Pasal 22D UUD NRI 1945 menyebutkan kewenangan DPD RI dibidang legislasi yakni pengajuan Rancangan Undang-Undang, membahas RUU bersama DPR RI dan pemerintah, memberikan pandangan dan pendapat terhadap RUU tertentu, memberikan pertimbangan RUU tentang APBN, pajak, pendidikan dan agama, serta pengawasan terhadap pelaksanaan UU tertentu.

Bikameral sendiri diartikan oleh sebagai suatu dikotomi kategori lembaga perwakilan dengan penamaan masing-masing lembaga atau kamar perwakilan yang berbeda. Sedikitnya kewenangan DPD RI di dalam UU MD3 terkait fungsi legislasi membuat publik kini menilai DPD RI minim prestasi. Hal ini dapat mempercepat pembahasan terkait amandemen UUD NRI yang kelima guna memperkokoh bentuk dan kewenangan DPD RI di dalam ketatanegaraan Indonesia.DPD RI dalam jalur beberapa kekuatan utama (some primary forces) tidak menempuh patron yang mendorong perubahan konstitusi secara langsung mengubah jalannya konteks konstitusi (kontekstual).

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengupayakan beberapa kekuatan utama ini secara tidak langsung mendorong terjadinya amandemen formal mengubah jalannya teks konstitusi (tekstual). DPD RI mengupayakannya dengan menghimpun dukungan-dukungan dari pelbagai elemen utama dalam konfigurasi sosial politik di Indonesia supaya mendukung terjadinya perubahan ke-5 UUD NRI 1945 sesuai prosedur (amandemen formal versi Indonesia). Hal ini dapat dilihat melalui kinerja alat kelengkapan DPD RI yang berfungsi sebagai penguatan kapasitas kelembagaan DPD RI yang mempunyai proksi di MPR RI berupa Kelompok DPD RI di MPR RI.

Selama tiga periode DPD RI (2014-2019) kemarinmenunjukkan kinerja yang semakin membaik walaupun dinilai memiliki kewenangan yang terbatas. Pada periode yang ke-3, DPD RI telah menghasilkan sebanyak 217 keputusan yang terdiri atas keputusan yang berkaitan tentang Program Legislasi Nasional (Prolegnas), keputusan RUU, Hasil Pengawasan atas Pelaksanaan UU, keputusan pendapat dan pandangan terkait RUU yang berasal dari DPR RI dan/atau Presiden, dan keputusan terkait pertimbangan anggaran hasil rekomendasi DPD RI yang berkaitan dengan masalah faktual masyarakat.

Selain itu, dalam menjalankan fungsi legislasinya, DPD RI telah menyusun RUU sesuai kewenangan DPD RI dan telah disampaikan kepada DPR RI.Selama kurun waktu lima tahun terakhir, DPD RI terus berupaya merumuskan RUU yang mampu menjawab berbagai masalah rakyat dan daerah secara tepat demi terwujudnya pembangunan yang merata. Dalam hal ini, telah disusun RUU tentang Pemerintahan Daerah Kepulauan.RUU tersebut merupakan wujud konsistensi perjuangan DPD RI, khususnya yang terkait dengan percepatan pembangunan daerah kepulauan sebagai salah satu solusi dalam menghilangkan kerugian antar daerah dan mempercepat interkonektivitas daerah kepulauan. Selain itu, RUU Usul Inisiatif DPD RI tentang Ekonomi Kreatif adalah jawaban dari DPD RI untuk meningkatkan potensi besar untuk menjadi salah satu penggerak untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera.

Dalam hal memperkuat bentuk dan kewenangan DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dan juga dalam sistem parlemen bikameral dapat melalui perubahan konstitusi yang terdiri dari amandemen formal, beberapa kekuatan utama, penafsiran yudisial, dan tradisi.Giddens berasumsi bahwa hal utama yang diajukanterkait konsep agen yang diambil dari sudut pandang sosiologi interpretif terkait kemampuan manusia untuk mengetahui (knowledgeability) dan keterlibatan kemampuan tersebut dalam pengambilan tindakan.

Melalui pemantauan reflektif, agen tidak hanya dipengaruhi oleh struktur, tetapi juga mempengaruhi struktur. Dalam penguatan Kewenangan DPD RI, agent dapat mempengaruhi struktur begitu pula sebaliknya.Melalui amandemen formal, DPD RI mengupayakan proses perubahan konstitusi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam negara tertentu atau mengenai cara bagaimana terjadinya suatu perubahan konstitusi yang sifatnya formal. Hal ini telah terbukti sejak periode pertama DPD RI banyak mengalami perubahan, baik dalam formasi bentuk dan kewenangan ketika terjadi amandemen ke-4 pada tahun 2002 kemarin.

Periode kemarin, DPD RI sempat mengajukan dokumen ke DPR RI terkait usulan amandemen ke-5, namun upaya perubahankonstitusi ini dianggap parsial dan tidak komprehensif padahal implikasi dari dokumen usulan perubahan UUD 1945 Pasal 22D ini bersifat kompleks jadi idealnya DPD RI mengajukan usulan perubahan UUD 1945 yang terkait dengan penguatan kewenangan dengan materi yang lebih komprehensif. Pokok-pokok usul perubahan UUD NRI 1945 pada periode kedua DPD RI terdiri dari sepuluh pokok perubahan, yang terdiri dari : memperkuat sistem presidensial, memperkuat lembaga perwakilan, memperkuat otonomi daerah, calon presiden perseorangan, pemilu nasional dan pemilu lokal, forum previlegiatum, optimalisasi peran MK, penambahan pasal terkait HAM, penambahan bab terkait komisi Negara, penambahan bab tentang pendidikan dan perekonomian.

Terdapat pendapat mengemukakan bahwa jalur ini ditempuh DPD RI untuk menguatkan kewenangan atau hanya sekedar melakukan pemurnian atas kewenangan yang memang sudah dimiliki berdasarkan pasal terkait kewenangan DPD RI dalam UUD NRI 1945.Namun jika kita mengacu pada pandangan Wheare mengenai interpretasi yudisial bahwa bisa saja mekanisme ini ditempuh dalam kerangka hanya “pemurnian”.Namun interpretasi hakim dapat memberikan kondisi kontekstual yang berbeda daripada kondisi tekstual konstitusi. Jadi bisa saja langkah ini memberikan kesan bahwa “pemurnian” kewenangan yang dilakukan DPD RI dalam menempuh jalur interpretasi yudisial untuk menguji beberapa undang-undang yang berhubungan dengan kewenangan konstitusional dibarengi dengan ekspektasi adanya unsur penguatan kewenangan.

Penulis adalah Ketua Bidang Kader Pikom IMM Hukum Universitas Hasanuddin.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT