MataKita.co, Bima – Beredar luas dimedia massa CV Rahmawati, Distributor Pupuk untuk Delapan Kecamatan di Kabupaten Bima Ramah diduga menipu petani. Menjual pupuk ‘kemasan’ non-subsidi dengan ‘isi’ pupuk subsidi dengan harga pupuk non-subsidi seharga 290.000 rupiah per zak.
“Berdagang pupuk siluman, dalam artian kemasan lain, isinya lain, harganya lain, bentuk praktik kejahatan tata niaga yang menunjukan kepongahan. Barangkali CV itu, kehabisan akal, setelah praktik penjualan diatas HET dan penjualan paket disorot secara massih publik,” ujar Satria Madisa aktivis UNRAM Mataram dalam keterangan tertulisnya, pada matakita.co Kamis 4 Febuari 2020.
Menurut Satria, menjual pupuk kemasan pupuk non subsidi dengan harga pupuk non-subsidi namun berisi pupuk subsidi mustahil karena kebetulan dan kelalaian. “Saya menduga itu dilakukan karena unsur kesengajaan, dan barangkali terjadi pada petani di Desa lain. Penjualan pupuk siluman ini, harus menjadi atensi Pemerintah Daerah,” terang Korlap LTDS ini.
Lebih lanjut, menurut Mahasiswa Hukum Universitas Mataram, praktik tersebut harus merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengannya. Merujuk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian, disebutkan dalam pasal 1 (ketentuan umum) poin 1 yang dimaksudkan dengan pupuk subsidi iyalah, barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapatkan subsidi dari pemerintah untuk kelompok tani dan atau petani disektor pertanian.
“Dalam Permendag itu disebutkan dengan terang bahwa Produsen, Distributor, Pengecer bertanggungjawan atas pengadaan dan penyaluran pupuk subsidi dengan prinsip 6 Tepat. Tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu dan tempat mutu. Demikian ranah pengawasan, Pemerintah bertanggungjawb memastikan mengawasi penyaluran pupuk subsidi berdasarkan prinsip 6 tepat,” bebernya
Kordinator Lapangan LTDS itu menuturkan praktik penjualan pupuk siluman itu harus dilihat dari dua pendekatan. Pertama, apakah praktik itu masuk dalam kategori pupuk subsidi yang dipalsukan, ataukah pupuk subsidi yang dipalsukan.
“Merujuk keterangan petani dalam berita dimedia massa, dan jawaban pihak distributor saya berkesimpulan praktik itu masuk dalam kategori pupuk non-subsidi yang dipalsukan. Petani asal Desa Ngali itu tahu dia beli pupuk non-subsidi sesuai harganya, tapi tidak tahu isinya pupuk subsidi. Praktik itu telah melanggar UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sebagaimana diatur dalam pasal 1 dan 2,” tegasya.
Dalam UU itu, hak konsumen (pasal 1 huruf b) iyalah memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Sedang, kewajiban pelaku usaha berkewajiban: beritikad baik dalam melakukan usahanya (pasal 2 huruf a), memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai jaminan barang dan atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan (pasal 2 huruf b) dan memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta diskriminatif (pasal 2 huruf c).
“CV Rahmawati sudah benar berupaya mengganti pupuk yang dianggap rusak tersebut. Mengganti itu hak petani dan kewajiban pelaku usaha. Demi keadilan, petani itu harus melaporkan pada penegakan hukum. CV itu diduga melanggar pasal 62 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen. Ancaman pidananya penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 Miliar,” urainya.
Satria menambahkan, meski dari pendekatan kasus itu pupuk subsidi yang dipalsukan, praktik itu itu menyeret pupuk subsidi yang berdasarkan Permentan dan Permendag terkait, Barang dalam pengawasan, yang tugas distributor bertanggungjawan menjamin pencalurannya sesui prinsip 6 Tepat.
“Distributor itu diduga melanggar prinsip tepat, jenis, mutu, dan tepat harga. Pemda Bima bisa mengajukan dua opsi, apakah mencabut ijin usaha via inisiatif Dinas Pertanian ataukah dengan menyurati pupuk Kaltim NTB. Sudah saatnya CV itu dibekukan atau dicabut ijinnya. Produsen Pupuk Kaltim NTB, terlarang secara etik memanjakan CV tersebut. Sudah saatnya kita semua, belajar berbuat baik untuk petani,” pungkasnya.