Beranda Berdikari Negeri Kapitalis Lupa Budaya Agraris

Negeri Kapitalis Lupa Budaya Agraris

0
Engki Fatiawan

Oleh : Engki Fatiawan*

Kapitalisasi pada awalnya terjadi di Eropa barat sekitar tahun 1250. Hal ini terjadi pada industri tekstil tenun milik Belanda dengan memanfaatkan bulu-bulu domba. Seiring meningkatnya permintaan maka industri milik Belanda ini mengambil dari daerah lain, terutama dari pasar Calais yang mendatangkan bulu domba dari Inggris. Saudagar yang memiliki banyak modal berada diantara bulu domba dan penenun. Bulu-bulu domba diborong lalu kemudian dijual kepada penenun (Amriati, anonim).

Menurut Sundoro (2007), perkembangan lebih lanjut kapitalisme yaitu efek dari Revolusi Industri di Inggris sehingga bisa dikatakan kapitalisme memasuki era baru. Pabrik-pabrik didirikan memakai kapital yang besar sehingga pada revolusi industri ini memunculkan pebisnis yang bertindak sebagai pengusaha. bagaimanapun juga keperluan kapital menjadi pengukur kekayaan seseorang.

Pada dasarnya kapitalisasi terjadi dari hal-hal yang kecil. Seorang petani menanam jagung lalu hasilnya dijual untuk keperluan hidup anak dan istri, itu belum bisa disebut sebagai kapitalisasi. Begitupun dengan nelayan yang mencari ikan dan hasilnya untuk menghidupi keluarga. Tetapi apabila ada orang yang tidak memiliki lahan pertanian kemudian membeli semua hasil pertanian lalu dijual, keuntungannya sudah menutupi proses produksi maupun mobilisasi tetapi labanya masih ada. Dan laba ini digunakan lagi untuk memperluas jangkauan daya beli hasil pertanian dari petani untuk dijual kembali ke masyarakat. Inilah yang bisa disebut kapitalisasi.

Perkembangan imperialisme modern  tidak terlepas dari kapitalisme. Ekspansi besar-besaran kekayaan dan penguasaan merupakan latar belakang lahirnya ekonomi kapital Eropa. Yang dengan ini digunakan untuk mengeksploitasi bangsa lain. Begitupun di Indonesia, sistem kapital masuk sejak Nusantara dikuasai oleh bangsa Eropa. Di Indonesia sendiri sistem kapitalisme masih terjadi mulai dari zaman Belanda Sampai pada masa setelah reformasi dan sekarang kapitalisme bukan hanya dimiliki oleh para pemilik modal tetapi kapitalisme juga merambah ke pemerintahan  atau penguasa.

Budaya agraris yang ditinggalkan

Seiring berkembangnya zaman, revolusi demi revolusi terjadi, semakin memajukan dan memodernkan. Sistem, ideologi, dan aturan-aturan yang ada di era kemodernan duniawi menggiring pada penguasaan hidup atas materi. Degradasi kepercayaan semakin meningkat sehingga suatu saat nanti akan sampai pada Tuhan bukan lagi Dzat tetapi Tuhan adalah materi, kapital, dan kekuasaan.

Budaya agraris atau budaya bertani sudah terkontaminasi dengan sistem kapitalisme. Budaya gotong royong dalam mengolah lahan termarjinalkan oleh paham-paham keuntungan milik sendiri. Meminjam perkataan Iwan Setiawan bahwa budaya agraris bukan hanya kegiatan mengolah lahan dan menumbuhkan tanaman tetapi, pertanian mengajarkan nilai-nilai kehidupan dan spiritual.

Kemajuan industri pertanian telah berhasil memberikan kemajuan semu bagi Indonesia dan terbukti saat ini pemuda-pemuda tidak lagi melirik dunia pertanian sehingga yang ada saat ini adalah petani-petani tua. Banyak yang kuliah dan menjadi sarjana pertanian tetapi hanya segelintir yang kembali jadi petani karena melihat tidak ada keuntungan yang besar yang akan membuat kaya di pertanian. Dan kembali lagi pemikiran berakar pada materialisme dan kapitalisme.

Indonesia saat ini sudah berdosa karena menghilangkan fitrah yang diberikan oleh Allah kepadanya. Tanah yang subur dan laut yang membentang luas tidak dimanfaatkan melainkan dieksploitasi dan dihabisi isinya. Indonesia dilahirkan dengan fitrah agraris dan maritim tidak dimanfaatkan dengan baik yang ada hanya pemerkosaan tanah dan laut yang kemudian kerusakan lingkungan tak terhindarkan. Kerusakan itu terjadi hanya karena ulah manusia sendiri (Ar-Ruum, 41). sehingga berbagai macam kerancauan yang terjadi dalam sistem bernegara hari ini.

Olehnya itu Indonesia harus dikembalikan pada fitrahnya dengan menggunakan pedoman kebenaran mutlak, kebenaran yang berasal dari langit yakni Al-Qur’an. Bukan kembali dengan menggunakan kebenaran relatif yang berasal dari pemikiran manusia yang bisa saja berlandaskan materialisme. Perlu adanya campur tangan Tuhan didalamnya karena pada dasarnya hanya Allah SWT pemilik  kekayaan. Dan selama peradaban manusia kebenaran mutlak tidak pernah kalah dari kebenaran relatif.

Sistem kapitalisme telah menekan petani sehingga keuntungan tidak didapatkan oleh petani melainkan didapat oleh pedagang dan pemilik modal. Rantai produksi yang panjang membuat petani dan pasar jauh sehingga hanya sedikit keuntungan yang didapatkan oleh petani. Olehnya itu petani dengan hasil produksinya harus memiliki pasar tersendiri, petani sendiri yang langsung berinteraksi dengan pasar.

Sebagai kesimpulan bahwa kapitalisme telah berhasil menjauhkan dari budaya agraris dengan menekan petani sehingga tidak mendapatkan keuntungan yang layak. Yang hal itu kemudian menjauhkan pemuda dari pertanian karena pertanian tidak lagi mampu memberikan penghidupan yang layak. Pemuda yang harusnya menjadi generasi petani muda kini membentangkan permadani perantauan meninggalkan budaya pertanian di Desa-desa.

*) Penulis adalah Sekretaris umum Pikom IMM FMIPA dan Pertanian Unhas

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT