Beranda Edukasi CPCD Unhas Bahas Arkeologi Konflik, Ungkap Pentingnya Memahami Konflik Masa Lalu

CPCD Unhas Bahas Arkeologi Konflik, Ungkap Pentingnya Memahami Konflik Masa Lalu

0

MataKita.co – Konflik menjadi bagian dari sejarah manusia. Perseteruan dua orang dalam satu kelompok atau konflik antar kelompok selalu saja terjadi di hampir setiap sudut bumi ini. Kecanggihan teknologi dan leburnya batas-batas negara tidak berarti bahwa pola-pola konflik pada masa lampau tidak berulang. Pola umum konflik seringkali diadaptasi dalam bentuk tertentu yang terinspirasi dari kejadian masa lampau. Untuk itu perlu untuk kita selalu belajar sebab dan jenis konflik serta berbagai faktor yang mempengaruhinya, khususnya pada konflik pada masa lalu. Salah satu kajian konflik yang melakukan investigasi kejadian masa lalu adalah arkeologi konflik yang bertujuan untuk memahami konflik dan kekerasan berdasarkan data jejak hasil investigasi arkeologis.

Untuk membahas ini, kajian Pusat Studi Perdamaian, Konflik dan Demokrasi (Center for Peace, Conflict and Democracy/CPCD) Universitas Hasanuddin dan SDGs Center Universitas Hasanuddin menyelenggarakan Webinar Peace & Democracy Colloquium seri 4. Narasumber kegiatan yakni, Nur Ihsan, S.S, M.Hum (Dosen Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin dan peneliti CPCD Unhas). Tema yang diangkat yakni, “Arkeologi Konflik: Apa Yang Bisa Kita Pelajari Dari Konflik di Masa Lalu”. Diskusi dilaksanakan secara daring, Jumat (17/9/2021). Kegiatan Dimoderatori oleh Elvita Bellani, S.Psi, M.Sc yang juga dosen psikologi Universitas Hasanuddin dan peneliti CPCD Unhas.

Dalam presentasinya, Ihsan memberikan contoh hasil eskavasi situs kuno di Afrika yang menjelaskan bahwa konflik terjadi sejak ribuan tahun lampau, yang melibatkan kelompok manusia pemburu dan pengumpul. Menurut Ihsan, hasil penelitian arkeologi konflik ini mengindikasikan bahwa konflik sejak masa lampau terjadi, umumnya karena penguasaan sumber daya.

Arkeologi konflik penting untuk menguji kebenaran sejarah yang sangat dipengaruhi oleh kekuasaan. Seringkali kisah sebenarnya direduksi dan diceritakan untuk mendukung kepentingan kelompok pemenang. Ihsan memberikan contoh reduksi sejarah pada narasi perang kolonialisasi pendatang, di benua Amerika, pada masyarakat asli suku Indian selalu menunjukkan kisah heroisme kemenangan pasukan Amerika Serikat. Salah satu contohnya adalah kisah the battle of the Little Bighorn pada 1876 yang melukiskan kemenangan AS pada masa tersebut.

“Kisah heroic ini kemudian terbantahkan setelah dilakukan penelitian arkeologi konflik yang justru membuktikan kisah sebaliknya dimana pasukan suku Indian dapat mengalahkan pasukan Amerika Serikat yang memiliki senjata yang lebih modern,” jelasnya.

Ihsan juga menyampaikan tiga hal pentingnya membahas konflik masa lalu. Pertama, Dapat mengobati trauma (trauma healing), baik korban atau pun pelaku dan semua yang terlibat. Salah satu proses penting dalam pengobatan trauma adalah pengakuan kekerasan yang pernah terjadi. Arkeologi konflik dapat memberikan kisah konflik yang sebenarnya berdasarkan data dan bukti. Bukan berdasarkan narasi pemegang kekuasaan.

Kedua, Berkontribusi dalam edukasi publik agar tindakan kekerasan yang pernah terjadi pada masa lalu tidak lagi terjadi pada masa depan. Salah satu kejadian penting adalah pembersihan etnis yang dilakukan oleh kelompok Nazi di Jerman.

Ketiga, arkeologi konflik juga bermanfaat untuk menjadi inspirasi industri kreatif, misalnya aplikasi berbasis komputer, film dan animasi serta karya kreatif lainnya. Arkeologi konflik dapat mengurai bukti-bukti yang menguatkan pembuat karya kreatif untuk visualisasi kejadian konflik masa lampau.

Terakhir, Ihsan menambahkan tiga komponen penting yang dapat dipelajari dari arkeologi konflik.

“Pertama, sifat dasar manusia yang terkait dengan kerjasama atau konflik yang dilakukan sejak ribuan tahun lalu hingga saat ini. Kedua, lanskap kontemporer, baik territorial maupun identitas. Terakhir, hal penting yang dapat dipahami adalah cara kerja memori,” ungkapnya.

Diskusi diikuti oleh sivitas akademika dan aktivis perdamaian, yang lebih dalam membahas konflik pada sejarah lokal. Arkeologi konflik bukan semata mengorek luka lama atau konflik masa lalu, namun menawarkan ulang perspektif atau narasi sebenarnya untuk menjadi pelajaran bagi generasi sekarang dan masa yang akan datang.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT