Beranda Mimbar Ide Hindari “Victim Blaming” Pada Korban Kekerasan

Hindari “Victim Blaming” Pada Korban Kekerasan

0

Oleh : Yayuk Astuti*

“Akar dari kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, perdagangan tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip” (Mahatma Gandhi, 1869-1948)

Tindakan kekerasan baik fisik maupun verbal sudah sangat dekat dengan semua lapisan masyarakat. Ibarat fenomena gunung es, semakin jauh ditelusuri semakin banyak ditemukan. Dalam etika/adab dalam hidup bermasyarakat kerap kali ada yang tak menyadari bahwa ia adalah pelaku kekerasan. Menurut Wikipedia kekerasan (violence) merupakan ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang.

Salah satu yang perlu menjadi perhatian adalah sikap masyarakat kepada korban atau pihak yang mengalami kekerasan. Stigma yang terus terawat tentang hina/nista nya korban membuat banyak korban berujung pada sakit mental sampai fisik contohnya bunuh diri. Yang terjadi selama ini dalam masyarakat setiap perbuatan yang tidak terjadi berbasis harian maka akan ditanggapi secara tidak wajar. Ketika ada salah satu masyarakat yang Nampak keluar dari norma setempat akan dicap buruk. Seperti misalnya “gay” atau penyuka sesama jenis, hanya beberapa masyarakat saja yang akan fokus mendengarkan atau mengkonfirmasi langsung kepada pelaku kenapa hal tersebut terjadi. Sementara untuk melakukan perubahan hal yang pertama yang harus dilakukan adalah listening (mendengarkan). Segala bentuk penyimpangan adalah perilaku yang bisa berubah.

Korban kekerasan meskipun punya andil dalam kondisinya atau disebut efek, tetap butuh didengarkan. Kondisi mental atas kekerasan yang dialami perlu support (dukungan) daripada menyalahkan korban (victim blaming). Victim blaming terjadi ketika korban sebuah tindakan criminal atau tindakan yang bersifat merugikan dipersalahkan atas bahaya atau kerugian yang terjadi kepada mereka, baik secara sebagaian maupun sepenuhnya.

Untuk pencegahan (preventif) semua masyarakat harus menjadikan dirinya pendamping, sehingga ketika ada kondisi kekerasan yang terjadi dilingkungan bisa ditangani secara persuasif sebelum dirujuk kepada yang berwenang, seperti kepolisian dan pemerintah setempat. Bagi para pendamping sangat penting untuk memperdalam ilmu viktimologi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi prasangka buruk terhadap korban dan pandangan keliru bahwa korban bertanggungjawab atas perlakuan yang dilakukan oleh pelaku tindakan criminal atau tindakan yang merugikan tersebut.

Rangkul dan lindungi korban.

*) Penulis adalah Aktivis perempuan.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT