Beranda Berita Wujudkan Generasi Emas BKKBN Provinsi Gorontalo Gelar Workshop Pencegahan Stunting Dari Hulu...

Wujudkan Generasi Emas BKKBN Provinsi Gorontalo Gelar Workshop Pencegahan Stunting Dari Hulu Dan Implementasi Dan Aplikasi Elsimil Tingkat Kabupaten Gorontalo

0

Matakita.co, Gorontalo – Salah satu visi Indonesia Tahun 2045 adalah terciptanya Generasi Emas, yaitu generasi yang Memiliki kecerdasan yang komprehensif (produktif dan inovatif) sehat menyehatkan dalam interaksi alamnya, damai dalam interaksi sosialnya dan berkarakter kuat dan Berperadaban unggul.

Untuk mewujudkan itu, kita memiliki peluang Bonus Demografi pada 2030 – 2035. Di beberapa provinsi dan kabupaten/kota ada yang sudah memasukinya mulai tahun 2020.

Kita semua tahu, periode ini hanya akan menjadi “bonus” jika kita memiliki SDM berkualitas. Artinya kualitas SDM sebagai penentu. Sedangkan saat ini kita masih memiliki persoalan dalam pembangunan kualitas SDM, salah satunya adalah stunting.

Dengan demikian BKKBN Provinsi Gorontalo menggelar Workshop pencegahan Stunting dari hulu dan implementasi dan aplikasi elsimil tingkat Kabupaten Gorontalo guna mewujudkan Generasi emas. Kamis (24/02/2022) bertempat di Hotel Milana, Kabupaten Gorontalo.

Berdasarkan Data Survei Status Gizi Balita Indonesia (2019) menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia adalah 27,67 persen, yang turun menjadi 24,4 persen (Studi Status Gizi Indonesia, 2021).

Namun masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20 persen. Oleh karena itu, percepatan penurunan stunting menjadi prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Angka prevalensinya ditargetkan dapat duturunkan menjadi 14 persen di tahun 2024.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Gorontalo Dra. Hartati Suleman mengatakan dalam sambutannya upaya percepatan penurunan stunting yang diamanatkan dalam Perpres tersebut dilakukan dengan menutup setiap celah potensi risiko yang dapat mengakibatkan anak lahir stunting.

“Mulai dari Fase Remaja, Fase Catin/Calon PUS, Fase Hamil, dan Fase Pascapersalinan hingga bayi berusia 59 bulan. Dua fase di awal (Fase Remaja, Fase Catin/Calon PUS) itulah yang selanjutnya kita sebut Pencegahan Stunting dari Hulu. Disebut “hulu” karena intervensi dilakukan dimulai jauh-jauh hari sebelum terjadinya pernikahan dan konsep atau prekonsepsi,” Jelas Hartati.

Hartati menuturkan adapun upaya yang dilakukan dalam implementasi Pencegahan Stunting dari Hulu di Fase Remaja di antaranya dengan edukasi kesehatan reproduksi, gizi, dan penyiapan kehidupan berkeluarga.

menurutnya selama ini sudah menjadi kegiatan generik. Bahkan sejak tahun 2019 menjadi bagian dari program prioritas nasional (Pro PN). Implementasinya dengan memberdayakan Pendidik Sebaya di PIK Remaja dan Kader di kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Hanya diperlukan penguatan substansi terkait gizi dan anemia. Hasil akhir yang diharapkan dari fase ini adalah setiap remaja dipastikan: (1) ketercukupan kebutuhan gizinya (tidak kekurangan giizi kronis); (2) tidak anemia; (3) tidak buru-buru ingin menikah dan tidak melakukan perilaku berisiko yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan di usia muda. Di fase ini juga kepada remaja perempuan diberikan akses terhadap suplemen tambah darah untuk mencegah anemia. Kepada remaja laki-laki dianjurkan menerapkan gaya hidup sehat dan tidak merokok.

Fase Catin merupakan fase krusial. Biasanya Catin dan keluarganya disibukan oleh hal-hal yang berkaitan dengan hari pernikahan. Misalnya membuat daftar list undangan, menentukan lokasi, memilih jenis dan model gaun pengantin, melakukan sesi foto pre wedding, memilih catering dan menentukan jenis menu, dan lain-lain. Seringkali hal-hal administratif untuk keperluan pencatatan nikah yang sudah ditentukan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama RI dan Kementerian Dalam Negeri RI (melalui Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk yang nonmuslim) dikesampingkan.

Lebih lanjut upaya pencegahan stunting pada Fase Catin dengan melakukan skrining, edukasi, dan pendampingan. Skrining dilakukan untuk mendeteksi faktor risiko melahirkan anak stunting pada Catin/Calon PUS. Setiap Catin diharuskan memeriksakan kesehatannya, terutama pengukuran antrophometri (seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas) dan pemeriksaan kadar haemoglobin di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya. Hasil pemeriksaan kesehatan tersebut kemudian diinput kedalam Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil atau Aplikasi Elsimil. Secara otomatis Aplikasi Elsimil akan mengolah data yang diinput dan mengeluarkan hasil berupa “Kartu Kewaspadaan Stunting” atau “Sertifikat Siap Nikah dan Hamil” yang berisi kondisi risiko Catin/Calon PUS. Catin akan dikatakan “Berisiko” atau “Belum Ideal/Siap”.

“jika terdapat salah satu dari lima variabel yang berada dalam kondisi belum ideal/masih berisiko. Sebaliknya, jika semua variabelnya sudah dalam kondisi ideal/tidak berisiko, Aplikasi Elsimil akan mengeluarkan hasil bahwa Catin/Calon PUS tersebut “Ideal” atau “Tidak Berisiko”,” terangnya.

Upaya skrining kesehatan terhadap Catin sebenarnya bukan hal yang baru. Namun yang membedakan skrining yang nanti akan dilakukan dengan yang sebelumnya adalah:
Fokus pada variabel-variabel yang menjadi faktor risiko pada Catin yang menyebabkan bayi lahir stunting Hasil skrining menjadi input bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk ditindaklanjuti dalam proses Pendampingan; dan Hasil skrining (berupa Sertifikat/Kartu Kewaspadaan Stunting yang menyatakan berisiko atau tidak berisiko melahirkan bayi stunting) menjadi syarat dalam Pendaftaran Pernikahan di KUA/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Upaya-upaya implementasi Pencegahan Stunting dari Hulu di Fase Remaja dan Fase Catin yang saya sebutkan tadi merupakan hal besar yang tidak bisa kita sendiri yang melakukan.

“Ada peran dan fungsi sektor lain seperti Dinas Kesehatan dan Kantor Kementerian Agama di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, selain Perpres 72 Tahun 2021 dan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang RAN PASTI, perlu ada penguatan komitmen melalui Kesepahaman Bersama (MoU) dan Perjanjian Kerjasama dengan sektor-sektor terkait. Di tingkat pusat sudah ada MoU antara Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Agama RI, dan BKKBN tentang “Pelaksanaan Penguatan Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pengantin dalam Rangka Penguatan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga,” Lanjut Hartati

Kepala Perwakilan BKKBN Menambahkan pada tanggal 27 September 2021 ada MoU antara Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Agama RI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tentang Percepatan Penurunan Stunting di Daerah.

MoU tersebut diturunkan dalam Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan Kementerian Agama RI tentang “Pelaksanaan Bimbingan Perkawinan dan Pelayanan Kesehatan bagi Calon Pengantin” dan antara Kementerian Agama RI dan BKKBN tentang “Penguatan Pendampingan bagi Remaja, Calon Pengantin, dan Keluarga Muda dalam Rangka Pencegahan Perkawinan Anak dan Penurunan Stunting”.

“MoU dan Perjanjian Kerjasama tersebut dapat menjadi landasan dalam penguatan kerjasama di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jika perlu, ditindaklanjuti dengan MoU dan Perjanjian Kerjasama yang sama di provinsi dan kabupaten/kota,” Tutup Hartati

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT