Oleh : Agus Umar Dani*
Pot Bunga di sepanjang Jalan A.P. Pettarani, Kota Makassar, 2022
Keindahan tatanan kota tentu saja memiliki efek untuk setiap pasang mata. Sebagian besar pengguna jalan tentu saja menikmati, apatah lagi mereka yang berangkat pagi menuju kantor, keindahan kota boleh jadi berefek terhadap semangat kerja. Termasuk juga pada saat pulang kantor, yang kadang kala dalam perjalanan, mengalami kemacetan kendaraan, penampakan sepanjang jalan boleh jadi berefek besar untuk suasana hati yang penat sehabis kerja.
Konfirmasi DLH Kota makassar yang dirilis oleh Makassar Terkini.Id, tahun 2019, secara tegas menyampaikan untuk tidak lagi memasang pot bunga non permanen di sepanjang jalan Pettarani, asbabnya sederhana, mengantisipasi sikap vandalisme para pengunjuk rasa yang kerap kali merusak pot. Secara kuantitatif, pihak DLH menilai pengrusakan pot mengalami kerugian yang cukup besar, bisa sampai ratusan juta.
Tahun 2020, bersamaan dengan pengerjaan Jalan Tol layang Pettarani, pemasangan pot permanen juga dilakukan oleh pihak DLH. Jika diperhatikan secara seksama, Pot bunga permanen yang dipasang oleh pihak DLH dimulai dari depan gedung Menara Phinisi UNM hingga ujung Jalan Pettarani (Fly Over) atau persimpangan Jalan Urip Sumoharjo.
Kini keberadaan Pot Bunga permanen yang diprogramkan oleh pemerintah kota telah rampung dan difungsikan secara utuh. Tanamannya beragam, bunga hias dan jenis bunga-bunga kecil lainnya. Bunga yang ditanam pada pot permanen tersebut, fungsinya hanya sebatas memberikan kenyamanan terhadap banyak pasang mata yang melintas setiap harinya.
Role Model Pot Bunga di Kota Besar
Jum’at, 27 Mei 2022, saat melintas di Jl. A.P. Pettarani, pot-pot bunga permanen itu ternyata memiliki fungsi tambahan. Para “pesuruh” partai nampaknya menancapkan banyak sekali bendera-bendera partai pada pot. Hal demikian sama sekali tidak merusak pot-pot bunga tersebut, hanya saja, hal demikian mengganggu kenyamanan mata pengguna jalan.
Pemasangan bendera-bendera partai pada pot bunga tersebut sebenarnya bukan hal yang baru, setiap kali ada elit partai yang bakal berkunjung atau melintas di sepanjang jalan Pettarani, pemasangan bendera juga tidak absen. Tentunya, selain hegemoni partai, juga sebagai apresiasi dan penambah semangat bagi mereka.
Selayaknya pengguna Jalan Pettarani, saya secara pribadi merasa hal demikian bukan hal yang tepat untuk dilakukan setiap saat, sebab Kota Makassar sebagai “Kota Dunia” mestinya terbebas dari hal-hal yang dapat mengganggu keindahan kota, termasuk keindahan di sepanjang Jalan Pettarani.
Pot Bunga Sebagai Estetika Kota Metropolitan
Pada kota-kota besar dan kota-kota metropolitan, kegiatan arsitektur kota atau rancang kota ditujukan pada upaya-upaya perbaikan, pembenahan dan peningkatan kualitas dari lingkungan fisik kawasan kota termasuk didalamnya aspek visual-estetisnya. Prioritas utama dari kota-kota besar dan kota metropolitan diletakkan pada kawasan pusat kota (downtown areas), dimana pada kawasan tersebut terdapat intensitas penggunaan kawasan oleh kumpulan orang atau kelompok orang dengan jumlah besar, sehingga estetika kota adalah bagian yang terintegrasi.
Estetika kota atau The Urban Esthetic merupakan tujuan utama dalam kegiatan profesional “arsitektur kota”. Bagian kota atau kawasan kota tertentu diusulkan dalam proposal kepada pemerintah setempat agar terjadi peningkatan nilai estetika dari kawasan kota tertentu.
Memperhatikan secara seksama narasi yang disampaikan oleh Pemerintah Kota, keberadaan pot-pot bunga adalah hiasan sepanjang jalan. Secara subtansi, tanaman yang ada di dalam pot tersebut tidak berkontribusi massif dalam menghasilkan oksigen-oksigen, sangat jauh berbeda dengan keberadaan pohon-pohon.
Menurut hemat penulis, pengadaan pot bunga di sepanjang jalan pettarani mengalami penambahan fungsi, yang dengan penambahan fungsi itu justru menghilangkan fungsi utamanya. Hal ini mestinya menjadi perhatian pemerintah kota, sebab kadangkala, bendera-bendera partai yang dipasang pada pot bunga tersebut biasanya jatuh tergeletak di sepanjang jalan pettarani. Sementara itu, mereka yang bertugas memasang bendera-bendera partai, tidak bertanggung jawab jika terjadi hal demikian.
Bagi pengguna jalan yang tidak peduli dengan estetika kota di sepanjang jalan pettarani, tentu saja tidak akan memberikan komentar apapun. Namun akan berbanding terbalik dengan mereka yang menaruh perhatian terhadap hal-hal sederhana seperti pot-pot bunga. Hal itu bisa saja memberikan kesan buruk, bahwa keindahan kota, bisa diganggu untuk kepentingan kelompok tertentu.
Pot bunga di jalan itu bagian dari ruang-ruang publik. Jika dihiasi dengan atribut kelompok tertentu, tentu demikian bisa disebut sebagai ruang publik yang terprivatisasi. Artinya ruang publik seolah dijadikan sebagai tempat kepemilikan partai, sehingga mengabaikan kepentingan, kenyamanan, keselamatan publik dan merusak estetika kota, dll.
Demikian harus menjadi bahan evaluasi untuk pemerintah kota, sekaligus menjadi ujian komitmen dan konsistensi dalam menjaga keindahan di sepanjang jalan Pettarani. Apatah lagi, menurut kabar yang beredar, tidak lama lagi, pemerintah kota Makassar akan mendeklarasikan Kota Makassar sebagai Kota Metaverse, suatu terobosan baru dalam kemajuan teknologi, yang menjanjikan keindaha dunia dalam ruang virtual.
*) Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Makassar