Oleh : Fajlurrahman Jurdi*
Informasi historis yang “dikunyah” secara dialektis tentang “kapan” dan “siapa” yang “menemukan Pancasila”, telah meluas dan menemukan subyek ideologis di setiap lapisan waktu. Sebagian mengatakan bahwa Pancasila diucapkan pertama kali oleh Soekarno dalam pidato pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni.
Yang menyetujui Pancasila 1 Juni ini ada dua kelompok. Pertama, kelompok ideologis. Kelompok ini adalah yang benar-benar memahami dan menyelami sejarah, apa substansi perdebatan di BPUPKI, dan mereka mengetahui apa pidato Yamin dan Soepomo sebelum Soekarno menyampaikan pandangannya. Kelompok ini menyebut, bahwa Pancasila 1 Juni adalah yang otentik karena istilah Pancasila itu disebutkan secara terang benderang oleh Soekarno, meskipun urutan dan isinya sebagian tidak sama dengan Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
Kedua, Kelompok yang ikut-ikutan. Kelompok ini terbagi dua lagi, yakni; (1) mereka yang tidak tau sama sekali, tidak mengerti sama sekali dan hanya mendengar dari orang lain, atau melihat dan mendengar keluarga, tetangga atau teman dekatnya mengatakan bahwa Pancasila itu yang benar adalah lahir 1 Juni. (2) para pegawai negeri atau mereka yang bekerja dibawah instansi pemerintah yang takut dengan atasannya, sehingga mengkampanyekan, membuat poster dan flayer, yang memperkuat argumen tentang Pancasila 1 Juni. Kelompok ini cukup besar.
Sedangkan yang menolak Pancasila 1 Juni jumlahnya tidak banyak, karena mereka ini antithesis dari arus utama. Kelompok ini secara keseluruhan adalah kelompok ideologis, dan rata-rata sudah membaca isi perdebatan di BPUPKI. Karena dinamisnya perdebatan konseptual tentang dasar Negara di BPUPKI, mereka menolak Pancasila 1 Juni dengan tulisan dan argumen panjang. Antara apa yang disampaikan dalam proposal Yamin, Soepomo, dan Soekarno jelas ada perbedaannya.
Pidato Yamin Pada tanggal 29 Mei 1945, bersisi 5 Dasar Negara:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Sedangkan Soepomo menyebut isi pidatonya dengan lima Prinsip dasar Negara, yakni;:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
Soekarno lain lagi, beliau menyebut lima dasar Negara yang dikemukakannya dengan nama Panca Dharma. Panca Dharma yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Istilah Panca Dharma ini tidak Soekarno gunakan, karena menurutnya, ada nasihat atau “bisikan” dari seorang temannya, bahwa istilah yang tepat adalah Pancasila.
Setelah sidang-sidang BPUPKI yang kemudian dilanjutkan oleh panitia kecil yang disebut dengan Panitia Sembilan, barulah kemudian ada rumusan dasar Negara yang dikenal dengan piagam Jakarta pada 22 Juni. Piagam ini menggunakan istilah Pancasila, tetapi rumusan isinya adalah kombinasi dari pidato Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada saat disahkan secara resmi pada tanggal 18 Agustus 1945, jelang-jelang pengesahan, masih ada redaksi yang dihapus. Sila pertama yang semula berbunyi; “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan yang maha esa”. Kita tidak berdebat lagi soal perubahan sila pertama itu, tetapi yang masih terus menjadi diskursus yang dialektis adalah tentang penetapan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.
*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Unhas