Beranda Mimbar Ide Kesultanan Buton dan Identitas Keislaman

Kesultanan Buton dan Identitas Keislaman

0

Oleh : Dr. Sulfan, S.Fil.I.,M.Ag*

Tradisi kepemimpinan Islam senantiasa mengambil contoh dari Nabi Saw, generasi sahabat dan generasi yang masih menjumpai sahabat. Tapi, di Kesultanan Buton secara kultur dan identitas menyambungkan diri sebagai bagian dari generasi yang meneladani nilai-nilai Islam. Hal itu, tercermin dari istilah khalifah ke-lima.

Dunia Islam mengenal sekaligus menjadikan kepemimpinan sahabat sebagai contoh ideal. Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Karena, menjadi contoh yang ideal bagi kepemimpinan Islam, tidak mengherankan apabila banyak sultan-sultan mendeklarasikan diri sebagai khalifah pelanjut atau khalifah ke-lima.

Istilah dan penyebutan khalifah ke-lima juga, diidentikkan kepada Umar bin Abdul Aziz. Yang terkenal sebagai khalifah yang jujur dan amanah dalam menjalankan kekuasaannya. Tidak heran apabila ada keinginan dari kesultanan-kesultanan untuk mencontoh kepemimpinan ideal dalam tradisi Islam.

Keberadaan Kesultanan Buton yang menjadikan diri sebagai pelanjut keberhasilan kesultanan Islam di masa lalu, begitu menarik. Pertama, Kesultanan Buton secara geografis berada di daerah Nusantara. Kedua, Kesultanan Buton memiliki dasar bernegara yang didasarkan kepada nilai-nilai Islam. Tentu keberadaannya, memiliki nilai strategis dan mampu menyerap tradisi-tradisi kepulauan yang dilandasi dengan semangat keislaman.

Tidak heran apabila mendiang Ridwan Saidi mengapresiasi Kesultanan Buton dengan kebesarannya termasuk dengan nilai-nilai Islam yang kuat. Salah satu filosofi yang dipegang yakni “Bolimo arataa somanamo karo”,”Bolimo karo somanamo Jipu”, “Bolimo lipu somanamo agama”, yang artinya, “tak perlu harta asal diri selamat”, “tak perlu diri yang selamat asal negeri aman dan damai”, dan “tak perlu negeri asal agama tetap hidup di masyarakat”.

Lewat falosofi itu Kesultanan Buton hendak menunjukkan eksistensi kekuasaan yang disandarkan kepada nilai Islami. Hal itu terjadi, disebabkan ajaran-ajaran Islam bukan sekedar landasan biasa melainkan, Islam menjadi landasan utama yang membentuk kesadaran diri orang Buton. Jadi, keberadaan kesultanan tidak terlepas dari keberadaan agama yang senantiasa menjiwai sendi kehidupan.

Peranan kesultanan dalam menjaga nilai-nilai keagamaan begitu kental, tidak heran hingga kini keberadaan kesultanan masih terasa dalam kehidupan masyarakat Buton. Mengingat kesultanan mengambil peran sebagai penjaga warisan nilai-nilai keislaman dalam bentuk tradisi tasawuf. Jadi, kesultanan masih menjadi bagian dari transformasi budaya dan keilmuan yang terjaga. Nilai-nilai tasawuf itu menjadi semacam pelita yang masih dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat.

Kesultanan Buton masih menjaga warisan-warisan tradisi dan budaya, bahkan telah menjadi identitas secara kultural dan sosiologis yang masih dibanggakan oleh masyarakat. Ungkapan bahwa ilmu menjadi warisan terbaik dan tulisan menjadi cara terbaik menjaga pengetahuan. Tampaknya Kesultanan Buton merawat itu, nilai-nilai kesultanan masih terjaga dan terawat sebagai warisan pengetahuan bagi generasi.

*) Penulis adalah Dosen UIN Alauddin Makassar, STAI Alfurqan Makassar dan UNIMERZ

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT