MataKita.co, Makassar – Training of Trainer Penulisan buku Mahasiswa Progresif Koordinator Komisariat (Korkom) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Hasanuddin pertemuan pertama sukses dilakukan pada Jumat (07/02/2024).
ToT tersebut menghadirkan penulis buku, Asratilla, sebagai pemateri untuk pertemuan awal yang membahas mengenai mahasiswa progresif dan dialektikanya secara teks maupun konteks
Asratilla mengawali kelas dengan membedah mahasiswa progresif. Dalam proses dialektika progresif mesti ada satu aktor yaitu subjek (mahasiswa) dan dua komponen (teks dan konteks/realitas).
“Dalam beberapa diskusi dengan AMM (angkatan muda muhammadiyah) yang mesti ada dalam dialektika progresif itu ada tiga komponen, satu aktor dan dua komponen utama. Ini mesti ada terutama pada teman-teman pelajar dan mahasiswa. Aktor atau subjek yaitu mahasiswa itu sendiri dan dua komponen lainnya yaitu teks dan realitas atau konteks” kata pemateri ToT itu.
Asratilla juga menyampaikan bahwa secara subjek mahasiswa dapat dikatakan sebagai bangsawan pikiran yang padanya terdapat keluasan pikiran dan keluhuran budi.
“Secara subjek mahasiswa atau pemuda terpelajar itu sendiri dapat dikatakan sebagai bangsawan pikiran yang memiliki keluasan wawasan dan keluhuran budi. Jika tidak bisa ditemani diskusi, tidak baca buku dan tidak memiliki kehalusan budi pekerti maka dia termasuk bangsawan lama atau bangsawan kadaluwarsa” kata direktur profetik institute itu.
Lanjut, Asratilla mengatakan mahasiswa tidak hanya sebatas dialektika teks yang bersumber dari ilmu pengetahuan termasuk Al-Quran yang menghasilkan pengetahuan humanisme, liberalisasi, dan transendensi. Tetapi, juga secara konteks atau realitas bahwa mahasiswa harus memiliki implikasi terhadap kehidupan.
“Dialektika konteks/realitas mahasiswa memiliki implikasi terhadap kehidupan. Mahasiswa mengurusi sesuatu yang bukan hanya pada dirinya sendiri tetapi mengurus apa yang ada di luar dirinya dan sekitarnya. Sehingga bisa disebut sebagai mahasiswa politisi karena politisi mengurusi publik” katanya dalam pemaparan materi.
Terakhir, dia menyampaikan bahwa mahasiswa terkadang tidak mampu berdialektika secara konteks karena tidak terbiasa melihat isu dan realitas yang ada. Ketika tidak tergabung di IMM, HMI, KAMMI, PMII dan sebagainya maka mahasiswa tidak terbiasa melihat realitas sehingga terkadang terjebak dalam dialektika teks saja.