Oleh : Nur Syakina*
(Sekrekataris Umum IMM FBS UNM)
Immawati merupakan sebuah peran sentral yang ada dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Ia bukan hanya sebagai pelengkap gerakan IMM tetapi juga merupakan bagian integral dari ikatan, memiliki peran yang utuh, aktif dan produktif dalam mencetak kader perempuan yang berkualitas. Peran immawati menuntut menjadi perempuan yang progresif sejak dalam pikiran, dengan menciptakan ide-ide dan gerakan-gerakan baru guna menjawab tantangan dan permasalahan global.
Sebagai bagian integral dari ikatan, immawati mempunyai tugas untuk menisbahkan dirinya tetap massif dan progresif melakukan perkaderan dan gerakan yang relevan dengan kondisi kebangsaan, sudah selayaknya immawati tampil menjadi alternatif untuk perempuan berkemajuan yang dalam visinya memiliki paradigma profetik sebagaimana kata (kuntowijoyo) dalam menafsir ajaran agama sebagai ajaran yang responsif kepada problem kemanusiaan. Melalui langkah-langkah inilah immawati akan memiliki resiliensi tinggi mampu bertahan aktif berpartisipasi dalam pergerakan IMM.
Immawati dan Peran Ganda
Resiliensi immawati merupakan suatu strategis aksi perempuan yang dapat menjadi acuan untuk immawati tetap mampu bertahan serta adaptif terhadap perkembangan zaman dan kompleksitas tantangan struktural dan kultural. Sudah menjadi keharusan immawati memiliki peran potensial untuk terus mengembangkan diri, termasuk mengurusi kemanusiaan dalam berbagai aspek sosial, budaya, politik maupun ekonomi. Hal ini merupakan konsekuensi logis peran utuh dari amanah yang diembannya.
Sejalan dengan itu immawati sebagai perempuan pastinya akan membangun keberlanjutan hidup yakni kehidupan berkeluarga. Mengemban amanah menjadi perempuan yang akan memiliki peran ganda, amanah ikatan, pendamping hidup dan juga menjadi madrasatul ulaa’ bagi anak-anaknya. Tak sedikit immawati mereduksi pergerakannya dalam ikatan. ia bahkan tak lagi eksis dalam misi dakwah apapun setelah berkeluarga. Hal ini menjadi perhatian penting bagi immawati yang kelak akan mengemban amanah sebagai ibu rumah tangga. Harapannya adalah immawati mampu membangun resiliensi (daya tahan) meski dengan kondisi telah menjadi seorang istri tetap menjadi seorang kader loyal yang inspiratif. Ia tetap memiliki peran strategis dalam membangun IMM dan berkontribusi dalam membangun bangsa dan juga persyarikatan.
Mengingat kembali kisah historis istri Baginda Nabi Muhammad SAW. Yang juga tak lepas dari perannya menjadi seorang istri dan ibu ia juga tetap aktif dan berperan penting dalam membantu misi dakwah Nabi. Aisyah Radhiallahu‘anha salah satu istri Nabi yang ikut berdakwah di kalangan wanita. Adapula di tanah air kita, ialah Nyai Walidah istri dari Kiai Hj. Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah juga tak berselang lama mendirikan organisasi Khusus perempuan yaitu ‘Aisyiyah.
Saat ini peran perempuan dan laki-laki di ruang publik menempati posisi yang setara, maknanya tidak ada batasan bagi perempuan untuk menjalankan tugasnya hanya di wilayah domestik. Begitu pula-lah ideologi yang telah terinternalisasi dalam dakwah IMM. Immawati harus mulai membuka diri, menjadi kader yang inklusif dan resilien terhadap tantangan zaman. Dengan membangun resiliensi yang tinggi immawati akan mampu menjadi corong dakwah yang lebih luas.
Selanjutnya menurut hemat penulis, hal yang paling mendasar dan utama adalah penguatan diri melalui basis kaderisasi immawati, meneguhkan jati diri yang tetap resilien dan progresif, bernalar kritis, berwawaasan global, serta memiliki loyalitas terhadap perjuangan dakwah IMM. Dengan ini Immawati akan mampu mengambil peran dalam setiap langkah gerakan IMM, tanpa merasa terbebani dengan beban moril rumah tangga, dan tanpa merasa kerdil dan tertingggal karena kondisi internal pribadi. Jadi, dalam konteks gerakan, immawan dan immawati tidak ada sekat dikotomis yang membatasi runag gerak, selama itu masih sesuai dengan regulasi organisasi, standar perkaderan dan nilai-nilai moral yang berlaku.