Beranda Mimbar Ide Velocity Birokrasi di Indonesia

Velocity Birokrasi di Indonesia

0
Ahmad Sukarno, S.IP, M.Adm.SDA

Oleh : Ahmad Sukarno, S.IP, M.Adm.SDA

(Widyaiswara Pusjar SKMP LAN RI)

Velocity Birokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai kecepatan perubahan birokrasi. Kecepatan merujuk pada nilai-nilai dari standar yang ditetapkan untuk mengukur sifat dari birokrasi itu sendiri, misalnya apakah lambat atau cepat, apakah gemuk berubah menjadi ramping, apakah terbuka atau tertutup, apakah berbelit-belit, lambat atau sederhana dan mudah. Kecepatan ini yang kemudian dapat dilihat perubahannya dari setiap model birokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia.  

Pada masa orde baru, kecepatan dalam konteks layanan jika ingin dinilai tingkat velocity-nya pada saat ini tidak relevan lagi, karena pada masa orde baru, birokrasi kita dihadapkan dengan konteks perkembangan lingkungan teknologi informasinya tidak secanggih saat ini, era komputerisasi dan big data nanti berkembang pesat pada era tahun 2000-an. Perkembangan teknologi komputer dan internet mengacu pada produsen penemu dan pengembang teknologi komputer dan internet dari Amerika Serikat hingga masuk ke Indonesia. Sangat tidak relevan dan ambigu menilai sistem layanan birokrasi kita pada masa orde baru dinilai jelek atau tidak inovatif. Padahal sistem layanan birokrasi kita pada saat itu juga berupaya untuk memenuhi tuntutan jaman, tuntutan perkembangan masyarakat dan kemajuan bangsa saat itu. 

Pada masa orde baru, birokrasi dibagi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota, beberapa kewenangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia aparatur masih terpusat, termasuk perangkat daerah dengan lebel pusat atau disebut dengan kantor perwakilan pusat. Pertimbangan stabilisasi pemerintahan, pertumbuhan ekonomi, bahkan keamanan yang menjadi pertimbangan perubahan-perubahan desain organisasi pemerintah saat itu. Pada masa orde baru terlalu banyak gangguan keamanan dalam negeri yang merujuk pada masalah SARA. Investasi asing membutuhkan kepastian keamanan dalam negeri sementara saat itu, bangsa kita juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa setelah Indonesia merdeka, kita mampu bangkit dan tumbuh menjadi negara berkembang bahkan menuju negara maju. 

Kesiapan Pemerintah Daerah Tingkat I dan II saat itu masih dalam masa transisi sehingga kewenangan Pemerintah Pusat sangat besar untuk membantu daerah otonom maju dan berkembang hingga saatnya nanti menjadi daerah otonom mandiri. Kewenangan Pemerintah Pusat sangat besar karena tujuan pemerintah saat itu untuk menghadirkan stabilisasi dalam negeri sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh Indonesia pernah mencapai swasembada pangan beras pada tahun 1984 sebagai bukti nyata mesin birokrasi saat itu sangat efektif dan telah bekerja dengan sangat baik, padahal kita ketahui bersama bahwa teknologi pertanian kita masih sangat terbatas. 

Pada masa orde baru, kita pernah melihat dimana PNS masih menerima tunjangan beras per bulan. Di perkantoran pemerintah masih ditemukan mesin ketik, mesin stensil untuk menggandakan dokumen, dan komunikasi antar perkantoran masih menggunakan jasa kurir Kantor Pos hingga ditemukannya alat telepon dan alat faximili untuk mengirim dokumen melalui jaringan telepon. Arsip dokumen perkantoran masih ditumpuk cetakan aslinya sehingga membutuhkan ruang arsip yang luas. Layanan pemerintah dalam lingkup kecamatan, untuk menjangkau kelurahan atau desa, petugas kecamatan harus melakukan kunjungan langsung ke lapangan. Kondisi ini sudah yang terbaik pada saat itu, sehingga memang dalam perspektif kecepatan dalam layanan tertentu membutuhkan waktu mencapai satu hari atau mungkin lebih. 

Birokasi di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 mengalami pergeseran, dimulai pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, gagasan untuk melakukan reformasi birokrasi di Indonesia menjadi kebutuhan mendesak sesuai dengan semangat reformasi yang lahir untuk menyempurnakan sistem birokrasi pada masa orde baru. Perubahan sistem birokrasi yang sebelumnya kewenangan sentralisasi kekuasaan di pusat kemudian berubah menjadi desentralisasi yang seluas-luasnya ke daerah dengan asumsi merubah kewenangan berdampak pada velocity birokrasi itu sendiri ke publiknya. 

Perubahan sistem birokrasi ini sesungguhnya memang untuk menjawab perubahan jaman revolusi industri 3.0 menuju 4.0. Industri perakitan mobil yang menggunakan tenaga mesin dengan bantuan komputerisasi untuk tingkat akurasi tinggi dan sudah terotomisasi di Amerika Serikat dan Eropa Barat juga merambah ke birokrasinya ditandai dengan perkantoran semakin modern berkat intervensi komputer dan penemuan internet pada tahun 70-an, kemudian pergerakan arah perubahan tersebut melanda negara-negara di Asia Timur dan Tenggara termasuk dalam hal ini negara kita, Indonesia. 

Perkembangan teknologi komputer membawa perubahan dunia sangat signifikan, ketika itu pakar peneliti masa depan, John Naisbitt telah bercerita dan meramal dalam bukunya Mega Trend 2000 tentang dunia modern sebagai dampak dari perkembangan teknologi komputer. Sejak komputer ditemukan, mesin ketik telah punah. Sebenarnya mesin ketik masih dapat digunakan, hanya saja tidak relevan dengan arah perubahan saat ini. Velocity di dalam birokrasi mengalami perubahan dimana saat itu pegawai yang ada di perkantoran negeri dan swasta, menemukan hal yang berbeda bahwa bekerja dengan bantuan teknologi sangat menghemat operasional perkantoran, ringkas, mudah, dan cepat menggunakan komputer daripada mesin ketik. Ketika itu, seluruh penduduk dunia merasakan hal yang sama bahwa terjadi velocity untuk meninggalkan cara-cara konvensional. Apa yang dirasakan manusia pada tahun 2025 ini, telah merasakan velocity teknologi yang sangat cepat dengan hadirnya teknologi smart computer, smartphone, AI, big data, dan internet yang juga semakin cepat 5G. Mesin ketik beralih ke komputer, maka mesin stensil juga beralih ke alat printer. Artinya, ini adalah efek domino, semua perangkat manual non elektronik telah ditinggalkan ketika perangkat komputer dan alat penunjang lainnya ditemukan. 

Selanjutnya, dampak dari perubahan perkembangan teknologi komputer dan internet membawa pengaruh hingga kedalam birokrasi, mempengaruhi cara kerja dan mindset kerja sehingga dengan sendirinya velocity di dalam birokrasi juga bergerak semakin cepat. Tantangan kita adalah lingkungan eksternal birokrasi juga mengalami perubahan dengan adanya kemajuan teknologi komputer dan internet sehingga publik yang kita layani juga mau cepat. Artinya, jika birokrasi kita tidak reform, maka publik akan menilai birokrasi kita tidak adaptif sehingga persepsi publik terhadap birokrasi kita buruk. Hal tersebut menjadi dasar sehingga reformasi birokrasi menjadi keharusan demi persepsi publik terhadap birokrasi kita dinilai baik. 

Penulis melihat, arah perkembangan teknologi dan internet saat ini semakin diluar batas nalar berkat bantuan kecerdasan buatan, sehingga jika ingin kembali mengingat masa lalu, PNS menerima tunjangan beras yang kemudian diubah dengan menerima uang makan harian adalah bukti nyata bahwa manusia telah terbawa arus velocity itu sendiri. Tantangan birokrasi kita saat ini adalah pergeseran kebutuhan sarana dan prasarana konvensional menuju kearah kebutuhan yang semakin mobile. Kita melihat sendiri bagaimana mesin ATM dari bank mengalami kepunahan sejak penemuan mobile banking. Velocity birokrasi masa depan adalah layanan yang mengarah kepada virtual dan semakin berkurang interaksi langsung antar pemberi layanan dengan penerima layanan. 

Demikian velocity birokrasi yang terjadi menyesuaikan dengan arah perkembangan jaman, terutama disebabkan oleh kemajuan teknologi komputerisasi dan internet, kecepatan perubahan birokrasi harus mengikuti tuntutan publik yang dilayaninya, jika tidak ingin birokrasi itu tertinggal dan dianggap tidak adaptif.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT