Beranda Mimbar Ide DPR ; Kewajiban Terabaikan, Fungsi Terlupakan

DPR ; Kewajiban Terabaikan, Fungsi Terlupakan

0

Oleh : Renata Maharani

(Alumnus FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa) 

Dewan Perwakilan Rakyat diterpa arus kritik tajam dari masyarakat. Bagaimana tidak? Kesulitan ekonomi yang kini dialami masyarakat sangat berbanding jauh dengan sederet tunjangan dan fasilitas mewah yang didapatkan wakil rakyat yang jauh dari kata merakyat. Di tengah peliknya hidup masyarakat dengan ekonomi lesu, daya beli menurun, badai PHK sejak awal tahun, hingga angka pengangguran Indonesia Februari 2025 naik 0,08 juta orang menjadi 7,28 juta orang, DPR malah mendapatkan tunjangan fantastis. Contohnya, tunjangan rumah dinas berdasarkan Surat Setjen DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 sebesar 50 juta per tahun. Tidak hanya itu, tunjangan bensin semula 4-5 juta per bulan naik menjadi 7 juta dengan maksud memudahkan mobilitas DPR, padahal ketidakhadiran sejumlah anggota DPR di kursi parlemen sudah menjadi hal lumrah. Kemudian tunjangan beras juga mendapat kenaikan, semula 10 juta menjadi 12 juta per bulan. Menurut Adies Kadir (Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat/Politikus Partai Golkar), sejumlah kenaikan tunjangan ini dikarenakan ibanya Menkeu Sri Mulyani terhadap legislator.

DPR dinilai acapkali abai dan tidak menjalankan fungsinya sebagaimana intermediate kepentingan masyarakat. Hingga memicu respon keras dari masyarakat membentuk gerakan demonstrasi yang dimulai 25 Agustus 2025. Puncaknya pada 28 Agustus 2025, Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut penghapusan skema pekerja outsourcing dan kenaikan upah minimum, yang menjatuhkan korban jiwa seorang driver ojol dilindas rantis Brimob. Dikutip dari Tempo.com per 30 Agustus 2025, sudah 7 nyawa melayang di berbagai daerah Indonesia akibat bentrokan antara personel kepolisian dan massa aksi.

Berbagai kasus mega korupsi yang terkuak tidak teradili dengan maksimal, sejumlah anggota DPR tampil arogan dengan flexing harta dan ucapan kasar tak pantas, membuat publik geram. Sebab itu, RUU Perampasan Aset menjadi amat krusial. Kekecewaan ini menimbulkan aksi massa yang menggeruduk dan menjarah rumah sejumlah politisi yang dianggap mengecewakan. Besarnya gelombang aksi demonstrasi adalah sinyal darurat masyarakat yang mempertanyakan peran dan fungsi utama DPR, sebagaimana Pasal 20A ayat (1) UUD NRI 1945 menetapkan fungsi DPR RI,yakni legislasi: merancang, membahas, menyetujui undang-undang dasar, regulasi kehidupan masyarakat, dan jalannya pemerintahan. Fungsi anggaran DPR seharusnya bisa memastikan bahwa penggunaan anggaran dilakukan secara efisien dan sesuai prioritas pembangunan nasional. Fungsi pengawasan memantau dan mengawasi pemerintahan menjadi jembatan penghubung suara rakyat (keluhan, harapan) yang tersampaikan dan dijalankan oleh eksekutor. Bila fungsi ini dijalankan seyogyanya, tentu hasil Survei Indikator Politik Indonesia yang diterbitkan akhir Januari 2025 tidak menghasilkan tingkat kepercayaan yang minim terhadap DPR, yakni 10 dari 11 lembaga yang diujikan.

Akan tetapi, pembubaran DPR bukanlah hal yang mudah dan sesuai kebutuhan saat ini. Dalam konteks Trias Politica, legislatif memiliki peran besar di dalamnya. Apabila dihilangkan, bisa memicu dominasi kekuasaan lain, semisal eksekutif. Karena itu, peran masyarakat serta berbagai stakeholder untuk mengawasi secara aktif sangat penting. Selain itu, perubahan komposisi DPR melalui pemilu dengan penjaringan yang sesuai standar pendidikan politik, etika publik, dan track record berkelakuan baik sangat perlu dipertimbangkan. Mengingat beberapa kali kasus mantan koruptor muncul kembali di kursi parlemen.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT