Oleh : Veza Azteria
(Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor)
Air minum isi ulang menjadi salah satu solusi kebutuhan air bersih yang praktis dan terjangkau di tengah meningkatnya permintaan air minum di kota-kota besar seperti Jakarta. Namun, keberadaan air minum isi ulang juga menyimpan risiko kesehatan jika kualitas air dan kebersihan stasiun pengisian tidak terjaga dengan baik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lebih dari separuh stasiun air minum isi ulang yang ada di wilayah urban mengalami kontaminasi bakteri, terutama Escherichia coli dan bakteri coliform yang dapat menyebabkan penyakit diare dan gangguan pencernaan. Faktor utama penyebab kontaminasi ini adalah kurangnya penerapan prinsip kebersihan dan sanitasi, mulai dari kebersihan area, peralatan yang digunakan, hingga kebiasaan petugas pengelola air minum isi ulang. Di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat perkotaan terhadap air minum praktis dan murah, depot air isi ulang menjadi pilihan utama banyak orang. Harganya yang jauh lebih ekonomis dibanding air kemasan galon bermerek membuat bisnis ini menjamur di berbagai sudut kota. Namun, di balik kepraktisan itu, ada ancaman tersembunyi yang jarang disadari: kualitas air isi ulang yang tidak selalu aman diminum. Penelitian Azteria (2024) di Kelurahan Gebang Raya, Kota Tangerang, menemukan fakta yang mengkhawatirkan. Dari 17 depot air minum isi ulang yang diteliti, sembilan di antaranya (52,9%) tidak memenuhi standar mikrobiologi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI. Air yang seharusnya steril dari bakteri justru mengandung Escherichia coli dan coliform, dua indikator utama pencemaran tinja pada air. Salah satu depot bahkan ditemukan memiliki kadar bakteri E. coli mencapai 108 per 100 ml air, dan bakteri coliform sebanyak 866 per 100 ml. Padahal, standar nasional mewajibkan angka nol (0/100 ml) untuk kedua jenis bakteri ini.

Mengapa air bisa tercemar?
Sumber pencemaran ternyata bukan hanya berasal dari air baku, tetapi juga dari kurangnya kebersihan peralatan dan penjamah air. Sebagian besar pekerja di depot tidak mencuci tangan sebelum mengisi galon, tidak mengenakan pakaian kerja bersih, bahkan tidak pernah menjalani pemeriksaan kesehatan rutin. Selain itu, banyak peralatan sterilisasi sinar UV dan filter mikro yang sudah tidak berfungsi optimal, namun tetap digunakan. Sebagian besar depot juga tidak memiliki sertifikat higienitas dan sanitasi sebagaimana diwajibkan oleh Kementerian Kesehatan.
Dampak kesehatan yang nyata
Air yang mengandung bakteri E. coli dan coliform berpotensi menyebabkan berbagai penyakit saluran pencernaan, terutama diare, yang hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan di Indonesia. Pada tahun 2020, Kecamatan Gebang Raya tercatat memiliki 12.000 kasus diare yang sebagian besar berkaitan dengan kualitas air dan kebersihan lingkungan.
Kesadaran sanitasi masih rendah
Azteria (2024) juga menemukan bahwa tujuh dari 17 depot tidak memiliki fasilitas sanitasi memadai seperti tempat cuci tangan dengan sabun atau tempat sampah tertutup. Kondisi lantai yang lembab, langit-langit kotor, serta penataan ruang yang sempit membuat proses pembersihan sulit dilakukan. Kurangnya pengawasan pemerintah dan rendahnya kesadaran pelaku usaha menjadi faktor utama mengapa masalah ini terus berulang. Padahal, sesuai aturan Permenkes No. 492 Tahun 2010, depot air isi ulang wajib melakukan uji laboratorium mikrobiologi setiap tiga bulan dan pemeriksaan kimiafisika setiap enam bulan.
Solusi: Pengawasan dan edukasi
Kunci utama perbaikan terletak pada dua hal: pengawasan ketat dan edukasi berkelanjutan. Pemerintah daerah perlu melakukan inspeksi rutin dan memastikan setiap depot memiliki izin operasional serta sertifikat laik higienis. Sementara masyarakat juga harus lebih kritis dalam memilih air isi ulang — pastikan depot bersih, pekerjanya higienis, dan memiliki sertifikat uji laboratorium terbaru. Dengan langkah sederhana seperti mencuci galon sebelum diisi ulang dan tidak menyimpan air isi ulang terlalu lama, risiko kontaminasi dapat ditekan.
Pesan untuk masyarakat
Air isi ulang memang menjadi solusi praktis, namun bukan tanpa risiko. Pastikan air yang dikonsumsi benar-benar aman, karena segelas air jernih bisa menyembunyikan ribuan bakteri penyebab penyakit. Masyarakat diharapkan lebih selektif memilih sumber air dan aktif meminta bukti sertifikasi kesehatan dari pengelola stasiun. Pemerintah dan dinas terkait perlu memperkuat regulasi dan melakukan inspeksi rutin untuk melindungi masyarakat dari risiko kesehatan akibat air yang tercemar. Dengan kesadaran dan langkah bersama, air isi ulang dapat menjadi pilihan yang aman, sehat, dan terjangkau bagi warga Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia.