Beranda Edukasi Hardiknas Tak Sekedar Momentum Seremonial

Hardiknas Tak Sekedar Momentum Seremonial

0
Taufik Hidayat

Oleh : Taufik Hidayat*

Hari pendidikan nasioal (Hardiknas) yang diperingati setiap tangggal 2 Mei untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. Ki Hadjar Dewantara merupakan pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat adalah nama aslinya, keberanian menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, dimana institusi pendidikan Belanda hanya memperbolehkan anak-anak keturunan Belanda, bangsawan dan orang kaya yang dapat menikmati pendidikan. Anak-anak pribumi direnggut dan dilucuti hak-nya untuk sekolah dan menyelami dalamnya ilmu pengetahuan. Maka hadirlah saat itu seorang putra bangsa dengan kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak pribumi. Melalui lembaga pendidikan Taman Siswa memberikan kesempatan bagi para pribumi yang pada saat itu tidak memperoleh hak pendidikan agar bisa memperoleh hak pendidikan sama dengan anak keturunan Belanda, Bangsawan dan orang kaya. Momennya adalah Ki Hadjar Dewantara, sedangkan perjuangan dan pengorbanannnya dengan penuh ketulusan mengubah wajah pendidikan Indonesia telah menjadi monumen bangsa.

Hardiknas tak sekedar momen seremonial, hari ini kita melihat begitu banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, masih banyaknya angka putus sekolah di Indonesia tahun 2019/2020 dapat dilihat pada tingkat Sekolah Dasar (SD) mencapai 59.443 anak, pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) mencapai 38.464 anak, pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) mencapai 26.864 anak, secara kumulatif setidaknya terdapat 124.771 anak yang kehilangan kesempatan menikmati pendidikan. Jika kita bersepakat bahwa ketika anak kehilangan pendidikannya, maka ia pun kehilangan masa depan cerahnya, setidaknya 124.771 anak sudah kehilangan masa depan. Kemudian secara khusus di provinsi Sulawesi-Selatan tak luput dari angka putus sekolah tahun 2019/2020 pada tingkat Sekolah Dasar (SD) mencapai 3.092 anak, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2.312 anak dan Sekolah Menengah Atas mencapai 2.595 anak (http://statistik.data.kemdikbud.go.id/). Jangan sampai perayaan ini menjadi isak tangis sebagian anak indonesia yang tak dapat menikmati indahnya dunia pendidikan, dari jumlah ini kita melihat begitu banyaknya anak Indonesia direnggut haknya menikmati pendidikan.

Melihat jumlah ini menjadi pararel terikat antar jenjang pendidikan, jumlah-jumlah ini harus ditekan mulia tingkat pendidikan dasar. Tentunya juga jumlah ini bukan hanya nilai statistik belaka, tetapi angka ini telah memberikan isyarat bahwa masa depan Negara kita berada pada keadaan yang mengkhawatirkan dan memperihatimkan, karena masa depan dari suatu Negara ditentukan oleh sumber daya manusia-nya. Mereka yang tak dapat menikmati pendidikan adalah generasi penerus bangsa kita yang menjadi bagian integral bangsa yang tak dapat dipisahkan dalam setiap perjalanan dan dinamika bangsa ini.

Entah siapa yang harus bertanggungjawab dalam masalah ini? Tetapi kita dapat melakukan pendekatan melalui konsensus bangsa bahwa Mencerdaskan kehidupan melalui pendidikan memiliki kedudukan yang sangat mulia sehingga di abadikan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar NRI 1945 yang kemudian mengilhami kelahiran pasal-pasal dalam batang tubuh tentang proses pemanusian manusia, proses mencerdaskan manusia Indonesia yang dikonkretisasi melalui dunia pendidikan. Pendidikan dipercaya sebagai cahaya yang memberikan pencerahan, untuk melihat kehidupan. Pendidikan bagaikan cahaya bagi mata kita, dimana tanpa cahaya mata tidak dapat melihat. Begitu berharganya pendidikan sehingga konstitusi ketakutan ketika pendidikan tidak dapat dinikmati, maka untuk menjawab ketakutannya maka ia pun memberikan jaminan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan guna meningkatkan keimanan dan ketakwaan untuk membentuk akhlak mulia manusia Indonesia. Melihat data diatas tingginya angka putus sekolah mengisyarakan bahwa jaminan pendidikan masih ada yang belum menikmati. Jika ada warga Negara yang tidak dapat menikmati pendidikan dasar dengan alasan biaya maka dapatlah kita sepakati bahwa pihak yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah pemerintah, karena pemerintah wajib memberikan biaya pendidikan dasar yang telah di jamin pemenuhannya degan pengalokasian minimal 20% dari APBN setiap tahunnya. Untuk pendidikan.

Hari pendidikan nasional diperingati setiap tahunnya jangan hanya menjadi momen serimonial saja, tetapi menjadi momentum bangsa untuk melihat sudah sejauh mana langkah kita berpijak, sudah sejauh mana kemajuan pendidikan Indonesia, sudah berapa anak Indonesia yang terbebas dari buta aksara, sudah berapa banyak anak Indonesia yang menimkati pendidikan. Sudah berapa banyak anak Indonesia yang diselamatkan dari derasnya tantangan hidup sehingga harus putus sekolah. Hari pendidikan nasional menjadi momentum kebahagiaan yang harus dinikmati seluruh anak bangsa. Jangan sampai masih ada anak dibawah umur yang harus bekerja dan putus sekolah, jangan ada lagi anak Indonesia yang tak mengenal bahwa ini adalah gedung sekolah. Kepeloporan Ki Hadjar Dewan Tara bahwa pendidikan harus dinikmati seluruh anak bangsa harus kita lanjutkan.

Hardiknas tak sekedar momen serimonial, Hardiknas memiliki pesan bahwa hari itu bangsa Indonesia bertekad untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang telah menjadi konsensus bangsa memilih besatu dibawah panji kebesaran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu tujuan kita bernegara adalah manusia Indonesia harus terbebas dari penjajahan intelektual, penjajahan kebodohan, dan seluruh yang dapat menghambat pencerdasan bangsa. Hari ini pula kita membulatkan tekad melawan segala bentuk penjajahan intelektual, masyarakat Indonesia memang merdeka secara fisik, akan tetapi dari segi pemikiran harus diakui dengan jujur, para akademisi dan intelektual di Indonesia masih belum sepenuhnya mencapai kemerdekaan intelektual (Yan S. Prasetiadi). Kemerdekaan intelektual disini bukan kebebasan berpendapat, melainkan kemandirian berpikir dan berijtihad, kemampuan mengkritisi unsur-unsur asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama, ketidakbergantungan pada sistem pemikiran dan paradigma keilmuan asing, serta kemampuan merumuskan konnsep-konsep maupun metodologi sendiri dalam setiap bidang ilmu pengetahuan (Syamsuddin Arif dalam Yan S. Prasetiadi). Kemerdekaan intelektual inilah yang harus menjadi salah satu fokus utama dalam sistem pendidikan nasional kita, Sumber daya manusia Indonesia harus berani tampil melawan praktek penjajahan intelektual ini, bukan dengan mengangkat senjata laras panjang tetapi mengangkat pena-pena tulisan dan bergerak menuliskan setiap gagasan-gagasannya.

Hardiknas ini menjadi momentum bangsa jangan hanya menjadi momen serimonial yang dirayakan oleh kemendikbud setiap tahunnya, tetapi memiliki pesan penting bahwa pendidikan harus dinikmati seluruh puta dan putri ibu pertiwi tanpa terkecuali.

Selamat Hari Pendidikan Nasional 2020. Pendidikan untuk semua.

Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani
(Ki .Hadjar Dewantara).

*) Penulis adalah Ketua Bidang Kader IMM Hukum UNHAS

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT