MataKita.co, Makassar – Berangkat dari polemik politik dinasti yang kembali tumbuh subur di Indonesia. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH) kembali menyelenggarakan Diskusi Publik (DIKSI) Volume 3 melalui aplikasi Zoom pada hari Kamis, Agustus 2020.
Diskusi dengan tema “Politik Dinasti: Antara Regulasi dan Etika dalam Demokrasi” tersebut dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof.Farida Patittingi,S.H sebagai keynote speaker.
Beberapa narasumber yaitu Ketua Departemen HTN FH-UH, Prof.Aminuddin Ilmar,S.H., Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan, dan Pakar Hukum Tata Negara, Dr.Zainal Arifin Mochtar,S.H. dan dipandu langsung oleh Staff Kementerian Keilmuan BEM FH-UH, Noor Afiqah Djamaluddin.
Dalam sambutan sekaligus keynote speechnya, Dekan Fakultas Hukum Unhas menyampaikan terima kasih kepada para narasumber dan pihak yang telah mendukung terlaksananya diskusi.
“Terima kasih kepada narasumber dan peserta yang telah menyempatkan waktu untuk bergabung. Saya juga mengapresiasi Badan Eksekutif Mahasiswa yang tetap produktif melaksanakan proker walaupun kita sedang berada ditengah pandemi. Mari kita lihat secara objektif, apakah persoalan etika dapat membatasi hak warga negara dalam proses politik.” tuturnya.
Sementara itu, dalam diskusi Prof.Aminuddin Ilmar mengatakan jika meninjau dari aspek regulasi, Mahkamah Konstitusi telah menghapus pasal antipolitik dinasti dalam UU tentang Pilkada.
“MK telah menghapus pasal antipolitik dinasti dalam UU No.8 Tahun 2015 Tentang Pilkada atas dasar asas kesamaan warga negara. Sejatinya, tak boleh ada larangan bagi seseorang untuk bertarung dalam pemilihan, tetapi perlu ada syarat pencalonan yang lebih ketat” ujar Prof.Ilmar.
Narasumber berikutnya yaitu Dr.Zainal Arifin,S.H. mengatakan parpol memiliki peranan penting dalam pembatasan praktik politik dinasti.
“Secara hukum memang tak ada yang dilanggar, tetapi dikhawatirkan ada potensi penyalahgunaan kekuasaan karena dekatnya hubungan kekerabatan. Pembatasan dinasti politik harus didorong oleh partai bukan negara. Partai harus sadar, pencalonan untuk jabatan publik harus melalui proses kaderisasi yang baik.” tuturnya.
Pandangan lain disampaikan oleh Adnan Purichta Ichsan yang mengatakan perlunya meluruskan pemahaman terkait politik dinasti.
“Hakikat politik dinasti adalah mewariskan kekuasaan pada keturunan, sedangkan dalam demokrasi kita tidak mengenal politik dinasti karena demokrasi kita menggunakan asas luber jurdil dalam setiap pemilhan. Konstitusi pun menjamin persamaan hak dan kedudukan warga negara dalam pemerintahan. Oleh karena itu perlu meluruskan pandangan dalam memahami politik dinasti. Yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kompetensi setiap calon dalam pemilihan,” ujar Adnan.”