Matakita.co, – Menjelang akhir minggu tenang sejumlah lembaga mengeluarkan hasil survey yang mengunggulkan paslon nomor ururt 2 Appi-rahman dan paslon nomor urut 1 ADAMA, sedangkan paslon 3 DILAN berada di urutan 3 sementara IMUN di posisi buncit.
Sementara itu di jagad sosmed sejumlah akun anonim semisal Makassar_iinfo dengan 1 juta followers, Info Kejadian Makassar dengan 396 ribu followers dan sejumlah akun lainnya menjagokan DILAN diposisi teratas, disusul Appi Rahman, ADAMA dan terakhir IMUN.
Menarik jika kedua hasil survei dan polling ini kita cermati bersama sebagai tools memprediksi kemungkinan pilihan warga Kota Makassar di TPS 9 desember mendatang. Sebagai orang ilmiah tentu kita akan lebih mempercayai metode survei, namun ada beberapa hal yang perlu kita cermati, pertama beberapa lembaga survey memenangkan Appi-rahman tipis dari ADAMA, ada juga yang memenangkan dengan telak seperti yang dirilis Fixpoll, namun ada lembaga survei lainnya memenangkan ADAMA dengan telak sehingga secara hitungan matematis tidak mungkin terkejar lagi.
Ini menunjukkan ada inkonsistensi antara beberapa lembaga survey padahal hampir semua lembaga survei menggunakan metode yang sama, berarti ada yang berbohong atau semuanya bisa saja berbohong demi menggiring opini publik. Jadi jangan heran kalau ada angka-angka aneh seperti lembaga CRC berani menetapkan swing voters 2,7% saat lembaga lain masih menetapkan swing voters pada kisaran 10- 18%, dan lembaga Roda Tiga menetapkan angka komulatif responden 100,01%
Kedua, sebagai orang yang pernah bergelut dalam dunia survei, kita pasti tahu yang namanya margin error dan human error yang selalu menjadi faktor yang mempengaruhi akurasi data survei, margin error adalah batas kesalahan yang dapat diterima dari hasil cuplikan sample sedangkan human error adalah kesalahan yang terjadi akibat kesalahan enumerator/ surveyor di lapangan.
Dari kedua faktor diatas human error memberi pengaruh cukup signifikan dalam setiap akurasi data survei di daerah perkotaan. Menjadi enumerator cukup berat, pasalnya penduduk kota cukup sibuk sehingga sangat sulit untuk ditemui, mayoritas responden yang stay di rumah adalah Ibu rumah tangga sedangkan laki-laki biasanya sibuk bekerja dan pemilih milenial kebanyakan nongkrong di cafe ataupun bekerja. Jika terjadi hal seperti ini biasanya enumerator/surveyor harus mencari responden pengganti dilembar acak atau mencari responden setara dengan responden awal, namun kadang kala enumerator dalam menentukan responden pengganti tidak setara ataupun melakukan cheating berdasarkan persepsinya.
Faktor human error kedua adalah adanya mayoritas dari kaum minoritas khususnya dari kalangan saudara kita tionghoa rata-rata memilih bungkam atau menolak saat enumerator mendatangi rumahnya, tentu itu hak mereka sebagai warga negara yang ingin pilihan mereka tidak diketahui publik. (Informasi enumerator), Akibatnya pengaruhnya cukup besar pada hasil survei pasalnya kaum minoritas komposisinya di Kota Makassar 17,6% khususnya tionghoa sebanyak 5%. Jadi redaktur Matakita.co berkesimpulan bahwa hasil survei yang beredar selama ini tidak bisa dijadikan rujukan akurat dalam memprediksi siapa pemenang di Pilwali Makassar.
Bagaimana dengan polling medsos? tentu saja polling tidak bisa dijadikan rujukan secara umum sebab pengguna medsos khususnya instagram mayoritas penggunanya adalah kaum milenial dengan kisaran umur 18 hingga 34 tahun (sumber: Napoleoncat.com) namun lewat polling tersebut kita bisa memotret keinginan segmen millenial dalam menentukan pilihannya di Pilwali Makassar.
Diketahui Wajib pilih dari kalangan pemilih pemula dan milenial yang tercatat di daftar pemilih tetap (DPT) KPU Makassar, sebanyak 322.665 jiwa. Ratusan ribu pemilih ini adalah mereka yang berusia 17-30 tahun. Hal ini menjadikan polling punya pengaruh besar dalam memotret pilihan masyarakat khususnya segmen milenial.
Pada akhirnya kita harus dewasa dalam melihat survei ataupun polling karena hal tersebut hanya dibuat sebagai prediksi. Jangan sampai nantinya terjadi perbedaan hasil survei ataupun polling dengan hasil di TPS digunakan pihak tertentu sebagai instrumen untuk menuduh kandidat lain melakukan kecurangan. Kita ingin menjadikan pesta demokrasi di Kota Makassar berjalan damai tanpa riak-riak.
Redaktur Politik Matakita.co