Oleh : Harry Yulianto*
COVID-19 masuk ke Indonesia diumumkan pertama kali oleh Presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2020, dimana dua warga Indonesia positif terjangkit virus Corona. Saat ini sudah hampir mendekati pergantian tahun menuju 2021, namun perkembangan jumlah yang positif COVID-19 belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang update per tanggal 24 Desember 2020, jumlah positif sebesar 692.838, sembuh 563.980, dan meninggal 20.589 (https://www.covid19.go.id/). Tulisan ini dimaksudkan untuk mengilustrasikan kewaspadaan terhadap klaster kampus yang dapat menjadi salah satu sarana penyebaran COVID-19.
Implikasi Sektor Pendidikan
Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 telah berimplikasi pada berbagai sektor, mulai dari sektor kesehatan, ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, bahkan pendidikan. Berbagai kalangan terdampak sebagai akibat penyebaran COVID-19 yang ditetapkan oleh WHO sebagai pandemi global. Dampak langsung maupun tidak langsung sebagai akibat pandemi COVID-19 dirasakan oleh semua orang dari berbagai penjuru dunia.
Sejumlah negara mengumumkan adanya resesi ekonomi sebagai dampaknya, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Singapura, maupun Filipina (Kompas,7/8/2020). Sebagian negara lainnya tidak mengumumkan resesi ekonomi, karena dikhawatirkan justru akan mengurangi kepercayaan publik. Namun, perekonomian semua negara dunia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonominya yang cenderung mengalami penurunan secara signifikan.
Data WHO yang update tanggal 25/12/2020 menunjukkan bahwa secara global pandemi COVID-19 sudah menyebar pada 220 negara, terkonfirmasi 77.530.799, dan meninggal 1.724.904. Wilayah Amerika yang tertinggi terkonfirmasi COVID-19 sebesar 33.555.058; kemudian disusul Eropa sebesar 24.663.058; Asia Tenggara sebesar 11.746.770; Mediterania Timur sebesar 4.755.700; Afrika sebesar 1.774.910, dan Pasifik Barat sebesar 1.034.558 (https://covid19.who.int).
Berbagai negara bekerja ekstra keras melalui R and D untuk menemukan vaksin COVID-19. Namun, vaksin tersebut tidak dapat diproduksi dalam waktu singkat karena memerlukan penelitian dan pengujian yang membutuhkan waktu dan proses lama. Untuk mencegah penyebaran COVID-19, sejumlah negara melakukan pembatasan sosial atau dikenal dengan istilah lockdown. Di Indonesia, pembatasan sosial menggunakan pendekatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yakni pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi COVID-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran (Pasal 1 Permenkes No 9 Tahun 2020).
Dampak PSBB tentunya juga pada ektor pendidikan. Sejumlah sekolah dan kampus diwajibkan melakukan aktivitas pendidikan secara daring atau online, yang tentunya berdampak pada revolusi teknologi pada bidang pendidikan, dimana semua aktivitas pendidikan dan non-kependidikan yang harus dilakukan tanpa secara tatap muka. Hal tersebut tertuang dalam kebijakan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/KB/2020, 516, HK.03.01/MENKES/363/2020, 440-882 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 Dan Tahun Akademik 2020/2021 Di Masa Pandemi COVID-19.
Klaster Kampus
Dalam perkembangan waktu, dimana jumlah positif COVID-19 meningkat, serta tekanan ekonomi dan psikologis akibat PSBB, maka berdampak pada pembukaan aktivitas beberapa kampus yang melakukan pelayanan maupun aktivitas akademik secara luring. Hal tersebut tentunya dikhawatirkan berdampak terhadap penyebaran COVID-19 klaster kampus.
Beberapa kampus yang menjadi klaster penyebaran COVID-19, diantaranya: Universitas Palangka Raya, 4 dosen dan 3 staf positif corona (https://kumparan.com – 27/10/2020); Perguruan Tinggi Ilmu Alquran Cilandak di Jakarta Selatan ada 200-an mahasiswa dinyatakan positif COVID-19 (https://www.dream.co.id – 5/10/2020); 214 positif baru COVID-19 di Kota Sorong, 56 orang dari kluster kampus (https://peloporwiratama.co.id – 19/10/2020); 3 karyawan kampus positif COVID-19, UPI tutup sepekan (https://news.detik.com/berita-jawa-barat – 26/10/2020); klaster baru, 1.262 di Kampus Secapa Bandung terjangkit COVID-19 (https://www.benarnews.org – 9/7/2020), serta yang terbaru Unej jadi klaster baru, 17 orang terpapar COVID-19 (https://surabaya.liputan6.com – 19/11/2020).
Aktivitas luring yang dilakukan di kampus (seperti pelayanan administrasi akademik ataupun akademik, proses perkuliahan/praktikum, seminar ujian, yudisium, maupun wisuda), serta kurangnya penerapan protokol kesehatan yang ketat menyebabkan anggota civitas kampus terjangkit positif COVID-19.
Sebagai insan terdidik, tentunya seluruh civitas akademisi harus memahami kondisi saat ini yang masuk kategori ekstraordinari kesehatan, karena bukan hanya masalah kesehatan tingkat lokal namun sudah global. Beberapa aktivitas luring, baik akademik maupun non-akademik tersebut ada sebagian yang justru dihadiri oleh pejabat atau pimpinan. Seharusnya aktivitas tersebut dihindari untuk menghadirinya atau justru menginstruksikan agar apapun aktivitas tersebut dilakukan secara daring sesuai dengan kebijakan pemerintah yang masih berlaku. Namun, faktanya justru ‘pembiaran’ sebagian aktivitas kampus secara luring dengan dalih sudah menerapkan protokol kesehatan.
Apabila berkaca dengan sikap disiplin, maka tentunya hal tersebut menjadi suatu ironi, dimana civitas akademisi sebagai insan terdidik yang seharusnya mengikuti kebijakan pemerintah, namun justru ‘mengabaikan’ ketentuan yang berlaku. Penegakan terhadap pelanggaran juga menjadi hal yang masih jauh dari harapan, apabila upaya meminimalisasi penyebaran COVID-19 di kampus tidak dilakukan dengan mematuhi kebijakan serta disiplin terhadap penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Penutup
Di masa menuju kenormalan baru, pemerintah sudah menyiapkan regulasi terkait dengan pembukaan aktivitas di kampus dengan mempertimbangkan zonasi berdasarkan ketentuan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, sehingga dimungkinkan pembelajaran luring dengan persyaratan protokol kesehatan yang ketat. Namun, tetap mengedepankan aspek keselamatan dan kesehatan.Sebagai civitas akademis, tentunya harus memahami kondisi ekstraordinari kesehatan dan mematuhi semua regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait pencegahan penularan COVID-19 di kampus. Selain itu, sebaiknya menjadi duta informasi terhadap upaya preventif penularan COVID-19. Hal tersebut karena jumlah penderita COVID-19 yang meninggal masih tinggi, padahal civitas akademis merupakan SDM yang berkualitas untuk mewujudkan generasi Indonesia unggul di era bonus demografi. Justru bukannya menjadi defisit SDM yang unggul, karena kekurangpatuhan terhadap upaya preventif tersebut. HY
*) Penulis adalah akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPUP Makassar