Beranda Mimbar Ide Bekukan KPK?

Bekukan KPK?

0

Oleh : Aswar Hasan*

Ada suara mengejutkan dari Senayan, Gedung Perwakilan Rakyat dari seluruh Indonesia, yang menginginkan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibekukan saja. Usul itu disuarakan dari salah seorang anggota Pansus Hak Angket untuk KPK yang juga anggota dari partai yang sedang berkuasa, Henry Yosidiningrat, anggota partai dari fraksi PDIP.

Usul itu sungguh mengejutkan dan membuat publik bertanya-tanya, ada apa antara DPR RI dengan KPK? Sejak awal, di Gedung Perwakilan rakyat itu, ramai membicarakan rencana untuk merevisi UU KPK, lalu berlanjut dengan terbentuknya Pansus angket KPK, seiring dengan terkuaknya dugaan korupsi e-KTP yang merugikan uang negara sampai triliunan Rupiah.

Menurut hasil penyelidikan KPK kerugian negara dari dugaan korupsi tersebut mencapai triliunan rupiah yang diduga melibatkan puluhan anggota DPR. Lantas publik pun bertanya curiga, bahwa apakah orang yang di Senayan marah gara-gara di obok obok “korupsinya” oleh KPK? Pertanyaan tersebut, memang masih memerlukan penjelasan dan pembuktian.

Tetapi namun demikian, orang yang ada di Gedung Senayan (anggota DPR RI) bukanlah orang bodoh atau penjahat (tidak semuanya) mereka melakukan sejumlah investigasi dan memanggil sejumlah ahli untuk mencari tahu bahwa apakah KPK sudah benar berjalan di atas jalur kebenaran dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi.

Hasil dari investigasi dan dengar pendapat DPR RI, sungguh mencengangkan, bahwa ternyata menurut mereka, KPK juga terbukti tidak bekerja secara sepenuhnya baik dan benar dalam menangkap orang yang dituduh korupsi. Ada bukti yang dianggap dipaksakan dan boleh jadi masih lemah dalam konteks hukum, tetapi karena dipaksakan dengan otoritas KPK, baik oleh oknum komisioner ataupun penyidik lalu di back up melalui nama besar KPK yang sudah sungguh sangat “menyeramkan” bagi pelaku korupsi, maka “kesewenangan” penyidikan dan penuntutan terus berjalan tanpa ada yang bisa menghalanginya.

KPK memang Super Body untuk penindakan kasus korupsi.
Kecurigaan orang Senayan atas ketidakbecusan orang KPK dalam menindak korupsi kemudian terbenarkan oleh pemaparan Professor Romly sebagai orang yang tahu banyak secara pengalaman dan keilmuan dari aspek hukum tentang KPK.

Bahkan, itu kemudian semakin terkuatkan oleh kemenangan perlawanan hukum (praperadilan) oleh hakim Syarifuddin yang pernah ditersangkakan oleh KPK. Perlawanan hukum hakim Syarifuddin telah mempermalukan KPK secara hukum. Dengan demikian orang Senayan semakin yakin atas dukungan opini dan fakta tersebut untuk semakin jauh mempersoalkan eksistensi dan peran KPK. Dari sisi ini, maka tampaknya memang KPK harus mengevaluasi diri, untuk segera memperbaiki titik-titik kelemahan atau kekurangannya. Jangan sampai kemudian publik kecewa, sehingga KPK jatuh kepercayaan.

Lantas apakah kita harus dan pantas mendukung usul pembekuan KPK? Jika dilihat dari aspek mamfaat dan tujuan KPK sebagai institusi penegakan hukum melelui penindakan para koruptor yang masih banyak bercokol di sejumlah lembaga strategis negara, maka tentu kita pantas untuk berkata bahwa Bangsa ini masih sangat membutuhkan KPK. dengan catatan KPK juga harus berbenah untuk bisa lebih benar secara maksimal dalam menjalankan Tupoksinya. Jangan lagi ada tebang pilih atau sibuk main di level korupsi recehan. Kasus KTP Elektronik sebagai kasus besar, adalah pertaruhan menentukan untuk selanjutnya mengungkap kasus-kasus korupsi raksasa lainnya.

KPK pasti memiliki kelemahan, dan kekurangan. Tetapi, itu tidak berarti KPK harus di bekukan ataupun di bubarkan, lalu menggantinya dengan lembaga khusus baru berupa “Densus anti Korupsi” sebagaimana yang diwacanakan oleh orang Senayan, untuk menenggelamkan kapal KPK yang masih sedang berlayar menuju Pulau Kebangsaan yang minus korupsi.

Upaya pelemahan atau pada akhirnya pembekuan dan penghilangan eksistensi dan peran KPK tidak boleh terjadi. Boleh jadi KPK saat ini belum paripurna dalam memenuhi harapan negara tanpa korupsi. Tetapi itu bukan berarti KPK harus dibekukan. Negara masih membutuhkan KPK. Mungkin kita perlu bercermin pada kaidah usul piqhi yang menyatakan: Maa la yudraku kulluhu, La yutraku kulkuhu (apa-apa yang belum bisa diraih secara sempurna, jangan lantas meninggalkan semuanya). Wallahu A’lam Bishawwabe,

*) Penulis adalah komisioner Komisi Informasi Publik Sulawesi Selatan

*Tulisan ini dimuat di kolom ‘secangkir teh’ koran Harian Fajar

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT