Beranda Mimbar Ide Pemindahan Ibu Kota Negara Ditinjau dari Perspektif  Sosial-Budaya dan Ekonomi

Pemindahan Ibu Kota Negara Ditinjau dari Perspektif  Sosial-Budaya dan Ekonomi

0
Muhammad Al-Amien Jurdi
Muhammad Al-Amien Jurdi

*Oleh : Muhammad Al-Amien Jurdi

Hari-hari ini semua mahasiswa, aktivis, politisi, dan pejabat negara. Sedang membahas atau memperbincangkan sekitar isu yang sedang trendin saat ini, yaitu seputar masalah tentang pemindahan ibu kota.

Isu ini telah menjadi isu nasional dan sentral, karena semua pemikiran bangsa Indonesia rame-rame memperdebatkan masalah ini, oleh karena itu.

Ini merupakan salah satu penjajahan yang bersifat kolonialisme. Karena atas nama demi persatuan bangsa Indonesia. Sehingga sosial-budaya daerah orang lain diganti dengan atas suatu wilayah tertentu oleh orang  lain yang tidak punya latar sejarah dengan tanah tersebut, justru yang memberi atas nama tanah dari wilayah  adalah orang atau penduduk asli dari wilayah  itu. Bukan dari orang lain, yang tidak mengerti tentang sejarah sosial-budaya (sosio kultural) wilayah tersebut. Secara sosial-budaya. Ini adalah salah satu bentuk penjajahan kolonial.

Sebagaimana  yang digambarkan oleh Fajlurrahman Jurdi (Dosen Fakultas Hukum UNHAS), menurut Fajlurrahman Jurdi  dalam studi postkolonial, pemberian nama atas suatu wilayah tertentu oleh orang lain yang tidak punya latar sejarah dengan tanah tersebut, adalah cara kerja colonial. Mereka datang dan menemukan areal tak bertuan, tak ada orang, tak ada kehidupan, lalu mereka memberi nama, mendefinisikan dunia disekitarnya dan karena itu, sejak kedatangan mereka, peradaban di tanah “tak bertuan” itu mulai dikerjakan.

Dalam pendekatan sosial dan budaya. Apakah ini  adalah salah satu  bentuk untuk merampok tanah wilayah orang lain, seperti caranya kolonial ataukah ingin  menganti nama tanah wilayah orang lain secara paksa.

Saya merasa ada yang ganjal dan aneh dalam pembahasan pindahnya ibu kota negara baru. Apalagi mau dipindahkah di suatu wilayah yang sangat strategis dan kondisi arkeologisnya sering banjir dan lonsor, apakah pemerintah tidak berfikir ratusan kali tentang masalah UU IKN ini, dan bahkan masyarakat disana tidak setuju kalau tanahnya diganti dengan atas nama orang lain atau sosio kultur budayanya diganti dengan atas nama ibu kota dan sosio kultural yang lain oleh orang lain secara paksa. Melalui diberlakukan Undang-Undang (UU IKN)  dengan berbagai cara lainnya?

Yang menjadi pertanyaan fundamentalnya adalah, apakah ini di sengaja untuk mengusur tanah wilayah orang lain ataukah mau menghilangkan jejak tatan sosio kultural wilayah di Kalimatan maupun ada motif jejak  kebusukan para oligarki, dalam bentuk gerakan kolonialisme yang baru. Seperti yang dikatakan oleh Fajlurrahman Jurdi tadi.

Pemindahan ibu kota negara baru tersebut. Karena menurut warga disana? Jikalau ibu kota dipindahkan di Kalimantan, maka secara otomatis nelayan disana akan terganggu aktivitasnya. Alasan ini adalah merupakan alasan mengenai problem tentang kondisi sosial-ekonomi penduduk di Kalimantan, kalau perencaan yang matang ini menjadi sebuah kenyataan, maka nasip penduduk warga yang tidak terjamin ekonominya oleh negara. Terus bagaimana itu.

Maka secara  akademis, warga negara! Terkhususnya di Kalimantan, mau cari makan dimana. Kecuali di laut, kebung-kebung, dan lain-lainya. Kan mau digunakan oleh orang lain, untuk membangun sebuah  ibu kota negara baru. Lalu bagaimana dengan nasip rakyat kecil di Kalimantan, apakah negara sudah mampu menjamin, sedangkan hutang Indonesia di luar negeri bertambah-tambah naik pertahunnya. Dari segi ekonominya para, apalagi dari segi sosial-budayanya. Orang akan menganggap, ini adalah pekerjaan yang mirip dengan cara-cara kolonial maupun dari segi arkeologisnya.

Seperti masalah sektor jalan, pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi, listrik dan telekomunikasi. Seluruh infrastruktur tersebut dibangun secara simultan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara serentak di beberapa kawasan strategis di Indonesia seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), tapi mengalami mangkrak. Artinya tidak diselesaikan secara tuntas, dibiarkan begitu saja itu proyek pembangunan, yang katanya untuk kesejahteraan rakyat. Tapi nyata-nyatanya untuk para oktor oligarki, bisa jadi masalah pemindahan ibu kota ke Kalimantan tersebut. Hanya mengutungkan oligarki, bukan masyarakat di Kalimantan.

Apalagi dilihat dari turun naiknya ideks demokrasi di Indonesia.  Contoh-contoh yang kita sebutkan tadi, itu semua adalah foktor atau gejala yang akan menghambat perkembangan demokrasi menujuh pemerintahan yang demokratis, dan pertumbahan ekonominya tidak efektif, efisien, konsekuen, dan dinamis, di akibatkan oleh masalah-masalah yang belum tuntas tadi, katakanlah masalah sektor jalan, pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi, listrik dan telekomunikasi.

*) Penulis adalah Sekretaris Umum IMM Komisariat KH. Djamaluddin Amien Cabang Makassar Timur

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT