Beranda Kampus Informasi Tak Sempurna Banyak Memicu Konflik, IMM Syariah UIN Alauddin Gencar Budayakan...

Informasi Tak Sempurna Banyak Memicu Konflik, IMM Syariah UIN Alauddin Gencar Budayakan Literasi

0

MataKita.co, Gowa – Tetap istiqamah budayakan literasi, pimpinan komisariat ikatan mahasiswa muhammadiyah (IMM) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin cabang gowa gelar lapak baca. Kegiatan ini digelar depan pintu 2 kampus 2 UIN Alauddin Makassar, Samata Kabupaten Gowa (5/5/2023)

“Kegiatan ini memantik minat baca mahasiswa sekaligus upaya melestarikan budaya literasi yang mulai terdegradasi” ungkap Zainal, Ketua Pimpinan Komisariat FSH

Mahasiswa jurusan perbandingn mahzab tersebut mengungkapkan keresahannya terhadap kemajuan teknologi di bidang informasi yang begitu pesat. Sehingga mengurangi minat baca mahasiswa lewat buku buku.

“Membaca buku secara fisik mulai menurun akibat kemajuan teknologi. Kita patut bersyukur dapat memperoleh informasi dengan cepat dari kemajuan teknologi. Namun, di sisi lain kemajuan itu menyebabkan informasi yang di dapat tidak sempurna sehingga rawan menimbulkan kesalah pahaman. Kami merasa budaya membaca buku harus tetap dilestarikan” jelasnya.

Berdasarkan data Kominfo 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget atau berada pada urutan kelima terbanyak di dunia. Ironisnya minat baca di Indonesia sangat rendah, berada pada 0,001 % artinya dari 100 orang Indonesia hanya 1 oran yang rajin membaca.

Fakta lain adalah orang Indonesia dalam media sosial berada pada urutan ke 5 paling cerewet di dunia. Akrivitas kicauan di media sosial cukup tinggi. Informasi yang minim dari buku tapi paling cerewer. Akibatnya rentan provokasi dan hoax.

“Dalam ilmu hadist dikenal dengan sanad keilmuan. Sanad itu semacam mata rantai penyampai informasi. Nah, kalau kejadian di Indonesia bisa dibilang sanad nya tidak valid. Sehingga banyak menhasilkan hadist hadist palsu” ungkap Zainal

Hal tersebut menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Akibatnya konflik sering terjadi. Ilham Saputra, demisioner ketua syariah yang jua imam masjid menceritakan pengalaman buruknya ketika lebaran. Ia diklaim tidak taat ketika berlebaran pada hari Jumat, sedangkan orang di sekitar masjid tempatny mengikuti jadwal oleh Kementrian Agama yang menetapkan 1 syawal pada hari Sabtu. Padahal perbedaan tersebut berada pada tataran ijtihad dan menjadi otoritas setiap orang yang tidak dipaksakan.

“Pengalaman buruk ketika kemarin, saya dikatakan ini dan itu oleh oran orang. Tapi saya masih menganggapnya tataran wajar. Saya meyakini ini akibat tidak tercernanya informasi fiqih dengan baik yan bisa dijangkau masyarakat di kampung. Padahalkan secara tatanan fiqih ini merupakan ranah ijtihad setiap orang” jelasnya.

Ketua Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman IMM Gowa tersebut mengevaluasi pola pendidikan di Indonesia yang lebih mementingkan hasil dibanding proses.

“Kita cenderung menginginkan proses yang instan. Akhirnya malas mencari informasi yang valid. Ini yang perlu kita evaluasi dari sekarang. Budaya membaca buku harus tetap lestari” tutupnya.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT