Beranda Hukum Teliti Pembatasan Waktu Penyidikan, Zet Tadung Allo Raih Gelar Doktor di Fakultas...

Teliti Pembatasan Waktu Penyidikan, Zet Tadung Allo Raih Gelar Doktor di Fakultas Hukum Unhas

0

Matakita.co, Makassar- Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas) menyelenggarakan Ujian Promosi  Doktor dalam bidang  ilmu hukum untuk Sdr. Zet Tadung Allo  di Ruangan  promosi Doktor  Prof.Andi Zaenal Abidin Fakultas Hukum Unhas pada Jumat (07 November 2024). Zet Tadung Allo saat ini menjabat sebagai Direktur Penuntutan pada JAMPIDMIL Kejaksaan Agung, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi NTT.

Zet Tadung Allo berhasil mempertahankan disertasinya yang mengangkat judul “Formulasi Pengaturan Pembatasan Waktu Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Melalui Fungsi Dominus Litis Penuntut Umum“  dibimbing oleh Promotor Prof. Dr. Syukri Akub, S.H., M.H., dan Co-Promotor Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., DFM. Ujian sidang promosi tersebut dipimping langsung oleh Dekan FH Unhas, Prof.Dr.Hamzah Halim, S.H., M.H., M.AP. Hadir sebagai penguji eksternal, Dr. Leonard Eben Ezer Simanjuntak, S.H., M.H  yang saat ini juga menjabat sebagai Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung RI. Hadir sebagai penguji Prof. Dr. H.M. Said Karim, S.H., M.H., M.Si, CLA., Dr.  Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., dan Dr. Haeranah, S.H., M.H.

Pada kesempatan tersebut turut hadir tokoh-tokoh nasional dari berbagai kalangan, Dr. Johanis Tanak, S.H., M.H. (Pimpinan KPK RI), Dr.Syamsu Rizal,  S.Sos., M.Si. (Anggota Komisi I DPR RI), Dr.  H.M. Taufan Pawe, S.H., M.H. (Anggota Komisi II DPR RI), Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, S.H., M.H. (Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan), Prihatin, S.H. (Wakajati Sulsel), dan H. Patahuddin, S.Ag (Bupati Kab. Luwu), serta keluarga, dan berbagai tokoh lainnya.

Dalam paparan awal disertasinya Zet Tadung Allo menyampaikan bahwa terkait dengan nilai filosoofis penyidikan.

“Setiap penyidikan adalah pro justitia, untuk keadilan. Di satu sisi penyidikan dipihak terperiksa merupakan momok yang menakutkan, tetapi sekaligus menjadi momentum untuk membela diri melalui jalur hukum sebagai hak membela diri (presumption of innocent).  Penyidikan di tangan aparat yang setia pada sumpah menegakkan kebenaran akan memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi setiap pihak. Akan tetapi, masih saja ditemukan penyidikan yang mengambang bertahun-tahun dan membiarkan nasib seseorang tanpa peduli dampak hukum, sosial, dan moral dari masyarakat yang melekat sejak penyidikan dimulai.“ Ungkapnya.

Selanjutnya Zet Tadung Allo menyampaikan Das Sollen dan Das Sein

dalam penelitian disertasinya.

“Das Sollen dari penelitian ini yaitu,  Seseorang sebagai Tersangka Tindak Pidana tidak jarang berlangsung Bertahun Tahun Tanpa Kepastian;  KUHAP tidak memberi batasan yang jelas dan pasti mengenai batas waktu penyelesaian perkara pidana; Polri, Kejaksaan dan KPK menerapkan standar yang berbeda terkait lamanya waktu penyidikan sehingga menimbulkan perlakuan yang berbeda terhadap subjek hukum;  Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHAP tidak memberikan kepastian hukum karena kata “segera” dalam pasal tidak memiliki makna apapun terkait jangka waktu yang pasti;  Penyidikan tanpa batas waktu adalah sebuah judicial violance yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia; Pasal 109 kuhap telah mengatur alasan penghentian penyidikan jika tidak menemukan cukup bukti; Status tersangka tindak pidana korupsi seperti belenggu dan labelisasi anmoraralitas pada ranah sosial, terhadap subjek hukum yang menyandang status Tersangka yang harus segera dibuktikan melalui proses ajudikasi;  Asas Dominus Litis baru sebatas pengetahuan dalam lingkup akademis belum berwujud Dominus Litis yang progresif (Aktif) oleh jaksa Penuntut Umum selaku pengendali Perkara; dan Prinsip Dominus Litis yang progresif mengendalikan lamanya proses penyidikan untuk menghindari pelanggaran Ham khususnya keadilan terhadap kepastian Hukum SERTA Penyidikan adalah Pra-Ajudikasi (PeradilanAwal) dimana aktor utamanya adalah Penuntut Umum Yang berwenang menentukan dapat atau tidaknya Perkara dibawah ke Tahap Ajudikasi (Pengadilan). Sementara yang menjadi Das Sein peneltian tersebut yaitu, Seseorang sebagai Tersangka Tindak Pidana tidak jarang berlangsung bertahun tahun tanpa kepastian; KUHAP tidak memberi batasan yang jelas dan pasti mengenai batas waktu penyelesaian perkara pidana; Polri, Kejaksaan dan KPK menerapkan standar yang berbeda terkait lamanya waktu penyidikan sehingga menimbulkan perlakuan yang berbeda terhadap subjek hukum;  Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHAP tidak memberikan kepastian hukum karena kata “segera” dalam pasal tidak memiliki makna apapun terkait jangka waktu yang pasti; Penyidikan tanpa batas waktu adalah sebuah judicial violance yang merupakan pelanggaran hak asasi manusia“.Jelasnya.

Penelitian Disertasi tersebut menemukan 3 novelty yaitu, menjadi Objek Pra Peradilan, Dianggap Telah Dihentikan, dan Penuntut Umum Sebagai Katalisator Perlindungan HAM.

“Penelitian ini menemukan 3 hal penting terkait penyidikan yaitu, menjadi Objek Pra Peradilan  berarti bahwa Penyidikan yang secara nyata berlarut-larut tanpa upaya nyata penyidikan yang aktif oleh penyidik harus dianggap sebagai penyidikan yang melanggar hukum dan asas peradilan pidana yang dapat digugat pra peradilan oleh tersangka atau pihak yang dirugikan; Dianggap Telah Dihentikan Penyidikan yang mengambang dan secara nyata tidak ada aktivitas penyidikan harus dianggap sebagai penyidikan yang sudah dihentikan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang dirugikan adalah melalui permohonan penetapan pengadilan; dan Penuntut Umum Sebagai Katalisator Perlindungan HAM Fungsi Dominus Litis Penuntut Umum memberikan peran sebagai penyeimbang (katalisator) antara kepentingan negara dan kepentingan tersangka melalui pengendalian perkara untuk menjamin hak dan kewajiban negara serta HAM dalam setiap penyidikan yang belum memiliki batas waktu penyidikan dalam Hukum Acara Pidana“. Jelasnya.

Pada sesi akhir paparannya Zet Tadung Allo memberikan 3 saran yaitu, Limitasi waktu penyidikan sebaiknya diatur dalam Hukum Acara Pidana agar tidak ditafsirkan masing-masing oleh lembaga yang berwenang melakukan dan penyidikan;  Transformasi penuntutan mencakup kewenangan pengendalian penanganan perkara sejak tahap penyidikan berupa kewenangan menghentikan dan meneruskan perkara ke pengadilan; dan Regulasi penegakan hukum yang tegas melalui perkara perundang-undangan, baik  terkait struktur, subtansi, dan kultur hukum.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT