Beranda Hukum Bencana Alam dan Peran Kejaksaan

Bencana Alam dan Peran Kejaksaan

0

Penulis: H. Ferry Tass, S.H., M.Hum., M.Si., Dt. Toembidjo

(Tokoh Masyarakat Sumatera, Pengamat & Praktisi Hukum Nasional)

Negeri ini kembali berduka, banjir bandang dan longsor menghantam Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Bencana tersebut merupakan suara alam yang telah lama diabaikan. Memberikan peringatan yang gagal diterjemahkan, tragedi tersebut merupakan gambaran moral terhadap alam. Ketika hutan dibabat dan ketika tanah ditelanjangi, maka hukum alam bekerja dan berbicara dengan caranya sendiri. Apa yang telah terjadi dan menimpa saudara kita tidaklah harus diratapi, Kebangkitan mutlak dilakukan tak hanya sekadar kata, melainkan harapan dari setiap hati yang mencintai negeri ini.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)  hingga Sabtu (27/12/2025), jumlah korban meninggal dunia tercatat 1.137 jiwa, sementara 163 orang masih dilaporkan hilang. Selain itu, 457 ribu warga terpaksa mengungsi akibat kehilangan tempat tinggal. Bencana banjir dan longsor berdampak pada 52 kabupaten/kota yang tersebar pada tiga  provinsi tersebut.  Penulis   menyampaikan  duka mendalam atas tragedi yang menimpa saudara-saudara kita, dan mengharapkan agar kejadian tersebut tidak kembali terjadi.

Mengulik peristiwa tersebut tentunya tak hanya sekedar fenomena alam, terdapat campur tangan manusia yang tak menjaga kelangsungan ekologis. Al-Qur’an Surat Ar-Rum [30:41] telah mengingatkan bahwa  “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Al-Qur’an Surat Al-Ma’idah [5:2] menyatakan juga memberikan solusi bahwa saling membantu dan bersatu dalam menghadapi bencana alam “Bantulah satu sama lain dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” Dalam Hadis Rasulullah juga menegaskan bahwa “Perumpamaan orang-orang beriman dalam cinta, kasih sayang, dan empati seperti satu tubuh; jika satu anggota sakit, seluruh tubuh ikut merasakannya (HR. Bukhari dan Muslim). Maka apa yang dirasakan oleh saudara-saudara kita saat ini yang tertimpa bencana juga merupakan bagian dari tanggung jawab kemanusian untuk membantu dan meringakan menunjukkan persatuan dan kesatuan.

Sejalan dengan Al-Qur-an, Falsafah masyarakat Minangkabau  juga mengajarkan etika ekologis  yang mengakar bahwa  alam takambang jadi guru yang berarti Alam terbentang menjadi guru memberikan makna bahwa antara manusia dan alam terdapat ikatan yang kuat, alam adalah guru bagi orang-orang yang mampu ‘membacanya’, alam akan  memberi sesuai bagaimana manusia memperlakukannya. Jika hutan dipelihara, maka air jernih tetap mengalir; jika sungai dihormati, ia tidak akan  meluap. Bencana alam seperti di Sumatera dan daerah lainnya memperlihatkan hubungan ekologis antara manusia dan alam telah rusak.

Paradigma pengelolaan Sumber Daya Alam haruslah berdasar pada konsep tujuan bernegara yakni melindungi segenap bangsa indonesia dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.  Jangan sampai pengelolaan Sumber Daya Alam mengorbankan lingkungan, menciptakan kerentanan ekologis, atau meningkatkan risiko bencana. Ini akan menjadi bom waktu  yang kapan saja bisa meledak, yang  akan merugikan banyak pihak. Negara harus hadir dalam setiap segmen, sebelum bencana melalui mekanisme mitigasi dan saat bencana melalui penanganan yang cepat, tepat dan efektif.  Kemampuan manajemen bencana harus kokoh, pencegahan dan penanganan sama pentingnya.

Kejaksaan hadir mendorong melalui instrumen hukum pencegahan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang dicurigai berkontribusi terhadap terjadinya bencana alam tersebut.

Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof. Dr.Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M., telah menyampaikan bahwa melalui  Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Kejaksaan telah melakukan identifikasi dengan temuan yakni sejumlah besar entitas korporasi dan perorangan terindikasi berkontribusi tehadap bencana banjir bandang dan Satgas PKH telah melakkukan identifikasi  terhadap 27 perusahaan yang tersebar di 3 provinsi tersebut, terdapat korelasi kuat bahwa bencana banjir bandang bukan hanya fenomena alam, melainkan terarah pada alih fungsi lahan yang masif di hulu sungai dan daerah aliran sungai yang bertemu curah hujan yang tinggi sehingga dampak hilangnya tutupan vegetasi di daerah aliran sungai menyebabkan daya serap tanah  berkurang, adapun rekomendasi Satgas PKH menyikapi hal  tersebut yaitu melanjutkan proses investigasi terhadap semua subjek hukum yang dicurigai. Kejaksaan akan mematiskan setiap  pihak yang terlibat akan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Semua izin yang bertentangan dengan prinsip keselamatan ekologis dan mengancam kehidupan masyarakat harus dievaluasi dengan melibatkan setiap  pihak.

Setelah beberapa waktu lalu Kejaksaan RI mengembalikan keuangan negara sebesar Rp13 trliun lebih kepada negara. Selanjutnya kinerja Satgas PKH yang dipimpin Jaksa  Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah  sebagai Ketua Pelaksana menunjukkan capaian signifikan,  Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyerahkan uang tagihan denda senilai Rp6,6 triliun  kepada Kementerian Keuangan Kemenhut,dan Kemenhan yang dihadiri oleh Kementerian/Lembaga terkait pada 24 Desember 2025 di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung. Penyerahan itu dilakukan Jaksa Agung ST Burhanudin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, . Acara tersebut juga disaksikan  langsung Presiden Republik Indonesia Bapak Jenderal Prabowo Subianto. Uang tersebut merupakan hasil penagihan denda administratif kehutanan oleh Satuan Satgas PKH sebanyak Rp2,4 triliun.  Sementara itu, Rp4,2 triliun merupakan hasil penyelamatan keuangan negara atas penanganan tindak  pidana korupsi oleh Kejaksaan. Tak hanya dalam bentuk rupiah, keberhasilan Satgas PKH juga berhasil menguasai kembali kawasan hutan negara seluas 4.081.969.560,58 hektare. Keberhasilan tersebut dicapai dalam jangka  waktu hanya 10 bulan sejak Satgas PKH dibentuk berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2025. Pada kesempatan tersebut dalam pidatonya Presiden Republlik Indonesia Bapak Jenderal Prabowo Subianto menyampaikan terima kasih kepada Kejaksaan Agung, “Selamat berjuang, teruslah tegak lurus. Terima kasih Jaksa Agung atas leadership Anda, Mungkin Anda tidak populer, tapi Anda hanya tidak populer bagi segelintir maling-maling itu,  Anda didoakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Teruslah berjuang, Merdeka”, diakhir pidatonya Presiden Republik Indonesia Bapak Jenderal Prabowo Subianto juga membubuhkan pesan khusus kepada Insan Adhyaksa di batu prasasti  untuk mensupport penuh Kejaksaan RI “Jadilah Jaksa yang berani dan jujur memberi keadilan demi bangsa dan rakyat Indonesia tercinta”.

Disisi lain tak kalah pentingnya Kejaksaan hadir sebagai pengawal kepentingan negara dan pelindung hak masyarakat terdampak melalui  peran Jaksa Pengacara Negara (JPN) yang dapat mewakili kepentingan hukum  negara. Kewenangan Kejaksaan sebagai Jaksa Pengacara Negara diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang mengatur kedudukan Jaksa Agung sebagai Pengacara Negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan Jaksa Agung selaku Pengacara Negara tersebut memberikan pemaknaan dapat bertindak karena kedudukan dan jabatannya sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk dan atas nama negara atau pemerintahan termasuk BUMN/BUMD, maupun kepentingan umum di bidang perdata dan tata usaha negara serta ketatanegaraan dengan surat kuasa khusus di semua lingkungan peradilan baik di litigasi atau non-litigasi. Kewenangan tersebut kemudian dipertegas dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 mengatur Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada Presiden dan instansi pemerintah lainnya termasuk BUMN/BUMD. Kewenangan JPN dalam penegakan hukum untuk memberikan  Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum sebagai perkakas yang dimiliki Kejaksaan dalam mendukung transformasi sektor kehutanan, mitigasi resiko hukum dan perbaikan tata kelola saat dan pasca bencana melalui instrumen hukum dan argumentasi hukum yang kokoh.

Secara  konkrit optimalisasi peran Jaksa Pengacara Negara dalam mendukung tugas dan fungsi Satgas PKH dapat dilakukan dengan membangun kolaborasi dalam hal penagihan denda administratif, penyitaan asset dan penitipan pasca perkara berkekuatan hukum tetap, maupun dalam sengketa litiigasi  sehingga dapat memaksimalkan pemulihan/pengembalian keuangan negara akibat deforestasi oleh pihak-pihak yang tak bertangungjawab.

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT