Oleh : Sulaeman*
Posisi dan Peran Strategis Mahasiswa Dalam Pilkada
Oleh karena Pilkada merupakan momentum potensial dalam menentukan terarah tidaknya cita cita pembangunan suatu daerah, maka hal yang tak mungkin dinafikan, untuk merealisasikan realitas, impian tersebut adalah upaya pengorganisiran para pemilih cerdas. Usaha usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Makassar melalui Badan kespangpol rasa rasanya belum cukup, dan masih berkutat pada agenda formal yang sifatnmya seremonial, sehingga kegiatan kampanye dan sosialisasi yang dilakukan oleh badan kesatuan bangsa dan politik kota maupun provinsi ini masih dianggap dianggap sporadis dan parsial, karena proses sosialisasi hanya pada tingkat elit mahasiswa, disamping sistemnya keterwakilan pun tidak semua diundang lembaga bem ukm kampus universitas dan organisasi kemahasiswaan daerah ( Ormada/Organda) dari luar Makassar dan Sulawesi kadang luput dan alpa untuk dilibatkan. Namun, memang sebagai mahasiswa, kita harus sadar secara sepenuhnya bahwa tanpa pemilih cerdas , yang tahu dan yang faham kepada siapa suara mereka akan arahkan, darimana informasi soal kelayakan kandidat hingga pada bilik suara tak lari dari kriteria dan keinginannya yang dianggap dalam menentukan pemeimpin idealnya, walaupun mustahil kiranya bisa kita dapatkan sososk yang memimpin dan pemimpin yang benar benar ideal, namun setidaknya mengahmpiri harapan dan cita cita masyarakat dalam hal kepemimpinan dan memmenuhi kepentingan ummat.
Bicara soal pemilih cerdas agaknya sosok mahasiswa yang paling mendekati karakter pemilih yang diharapkan dan dicita citakan ini. Mereka para mahasiswa sebagai kaum kelas menengah (the midlle class). Punya bekal ilmu dan piranti pengetahuan yang lebih memadai jika dibandiung dengan masyarakat secara umum. Sehingga dalam memilih, mereka mendasarkan pilihannya pada alasdan logis rasional ketimbang memilih sekedar memilih, baik’’apa adanya’’ maupun karena ‘’ada apanya’’.
Tentu saja penulis disini tidak hendak mewartakan kondisi ideal mahasiswa tanpa dasar argumentasi yang jelas, Jika kita menengok sejarah kebangkitan nasional kita sendiri misalnya, sangat mudah menjumpai, dan kita dapati bahwa yang menjadi pelopor atau garda depan dalam kebangkitan tersebut tak lain adalah para pemuda, mayoritas diantaranya pernah bergelut di dunia universitas atau perguruan tinggi, itulah mahasiswa.
Sejarah telah mencatat bahwa mahasiswa merupakan the iron stock, yakni pembela atau pejuang bagi dan untuk kehidupan masyarakatnya. Meski demikian, seperti besi yang nantinya akan berkarat, sifat kebesian itu yang mereka miliki pun tidak akan abadi.Artinya, mereka senantiasa akan tergantikan olehh generasi generasi setelahnya. Dan tugas mereka tak hanya mempelopori, melainkan sekaligus mengupayaklan kaderisasi untuk kehidupan selanjutnya.
Disamping sebagai the Iron stock, mahasiswa juga menjadi the guardian of value. Bekal ilmu dan piranti pengetahuan yang mereka warisi, harius mereka jaga dan semaikan sebagai bentuk sebentuk pedoman hidup (nilai) itu sendiri. Dengan atribut dan titel titel diatas tak salah kiranya jika mahasiswa digadang sebagai kelompok pembaharu (the agent of change). Daya kekuatan dan ilmu pengetahuan yang menjiwai mereka, setidaknya berpotensi membawa pembaruan kekehidupan sosial kearah yang lebih layak, sebagaimana yang terus meneus mereka geluti sendiri didalam dunia bernama perguruan tinggi.
Dari sinilah kiranya mengapa peran mahasiswa dalam Pilkada serentak 2018 mendatang patut untuk diorganisir, terutama karena mereka sebagai kelompok pembaharu bukan semata untuk soal politik praktis dan mencari peruntungan, namun belajar dari sejarah pisau kekuatan politis bisa digunakan anak muda, terutama mahasiswa khususnya dalam memperbaiki dan menjahit permasalahan permasalahan yang ada di masyarakat dengan memilih pemimpin yang amanah.
Sebagai golongan ataupun kelompok pembaharu. Peran mahasiswa tentu sangat kita butuhkan. untuk mengarahkan pembaharuan kearah yang dicita citakan oileh kemerdekaan bangsa kita sendiri, yakni keadilan sosial bagi s;luruh rakyat Indonesia. Hal ini jelas bahwa akan terwujud jika suara mereka benar benar terwadahi, salah satunya adalah melalui momentum Pilkada, dimana kelompok inilah yang paling layak kita sebut sebagai pemilih cerdas.
Bukankah kartrakter pemilih semacam ini yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan sebuah daerah, dan Negara demokrasi secara umum???Karenanya, mahasiswa sebagai agen pembaharuan dalam tatanan kehidupan sosial tentu sangat diharap peran sertanya untuk terlibat aktif, yakni ikut memberi suara kepada siapa yang layak mengembang amanah dan siapa yang betul betul bersiap melayani aspirasi dan suara kepentingan rakyat semua kalangan, dari masa kampanye hingga betul betul konsisten dan amanah menjadi pemimpin daerah.
Aturan dan Regulasi sebagai Jembatan
Guna memantapkan posisi dan peran mahasiswa, serta mendulang partisipasi politik mereka sebagai kelompok pemilih cerdas, pemerintah telah memberi back up berupa regulasi yang ditelurkan lewat undang undang Pilkada Pemilihan Gubernu, Bupati, dan Walikota.Regulasi yang berdasar pada Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada secara jelas menyiratkan hak mahasiswa dalam memilih, serta tata aturan penyusunan Daftar pemilih Tetat atau DPT.
Secara umum, hak memilih telah diatur dalam Bab X Hak Memilih dan Penyusunan Daftar Pemilih. Dibagian pertama tentang Hak Memilih pasal 56 Ayat 1 disebutkan bahwa negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 ( tujuh belas tahun) atau sudah pernah menikah, mempunyai hak memilih.WNI yang dimaksud ini hanya didaftar 1 (satu kali) oeleh penyelenggara. Dan jika pemilih punya lebih dari satu tempat tinggal, ia harus memilih tempat pemilihannya untuk dicantumkan dalam daftar pemilih berdasar Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) atau berupa surat keterangan domisili dari kepala desa atau Lurah.
Meski regulasi ini tertuju sebagai salah satu bentuk pengorganisasian mahasiswa (kelompok pemilih cersdas) yang menjadi kendala utamanya adalah minimnya kesadaran politik mahasiswa sendiri..Diusatu sisi, tak banyak diantara mereka yang sadar bahwa mereka punya ruang untuk sekedar menyalurkan hasrat politik berupa suara kepada sesiapa calon mereka anggap baik dan amanah dalam memimpin dan melayani kepentingan rakyat.
Disisi lain, mekanisme untuk berpartisipasii mungkin dinilai sulit atau ruwet . Padahal, untuk terlibat dan berpartisipasi dalam politik (Pilkada khususnya), sangatlah mudah dengan hanya mengurus form( Forrmulir) A-5 ke KPU setempat hingga tanpa perlu lagi mengurusnya kedaerah asal. Tentu soal ini juga harus pula menjadi tanggung jawab utama pemerintah sendiri . Bahwa pemerintah harus sedini mungkin melansungkan sosialisasi politik, tentang pentingnya keterlibatan mahasiswa sebagai pemilih cerdas. Diakui atau tidak, tanpa peran serta dari mahasiswa, banyak hal yang akan terbengkalai, termaksud diantara sosialisasi politik itu sendiri dan munculnya sosok pemimpin yang lahir dari pilihan pilihan logis-rasional kelompok mahasiswa..
Hematnya ikut serta dalam pemilihan (Pilkada), jelas memberi dua keuntungan sekaligus. Selain hasrat politik mahasiswa sebagai warga negara bisa trersalurkan, daerah tempat dimana mereka menempuah pendidikan, dan kedua berpartisipasi penuh dalam perpolitikan akan memberi hasil yang baik. Hal ini sebagai sebab Pemerintah setempat mampu mengorganisir dan melibatkan pemilih cerdas yang kita tahu sebagai syarat pembangunan demokrasi dibelahan negeri manpun.
*) Penulis adalah Mahasiswa Sosiologi FISIP Unhas