Beranda Mimbar Ide Merosotnya Kepercayaan Partai Politik

Merosotnya Kepercayaan Partai Politik

0

Oleh : Adi Taqwa*

Politik memanglah hal yang menarik. Di semua momennya mengagetkan keadaan. Inilah konstalasi yang sifatnya dinamis tidak statis. Dalam setiap keputusan yang diambil ada-ada saja respon balik asbab kepetusan itu. STRATEGI, mungkin saja menjadi dalil untuk menjawabnya, Inilah politik.

Sungguh, partai politik tidak hanya menjadi “daftar gambar-gambar” yang dipilih disetiap pemilu. Mengobral janji dengan imajinasi tingkat tinggi.

Tidak hanya menjadi “kendaraan” disetiap Pilkada bagi para kompetitor karena adanya kesemaan visi dan memenuhi syarat administratif. Partai tidak hanya menjadi pelengkap tampuk kepemimpinan demi berlangsungnya kekuasaan. Jika hal ini terjadi, partai telah keropos digrogoti kepentingan si-‘mata wayang’. Tentunya partai haruslah menghadirkan semangat perjuangan melalui penempaan dan penggemblengan kader untuk kepentingan bangsa, tidak sekedar menginstruksi pasang Spanduk, baliho ataupun stiker. Sosialisasi.

Lalu dimana kaderisasi itu?

Dalam undang-undang nomor 2 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa, “partai politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: a. Anggota Partai Politik; b. Bakal calon anggota dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah; c. Bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan d. Bakal calon presiden dan wakil presiden.”

Walaupun telah diamanatkan oleh undang-undang, kenyataan di lapangan banyak parpol yang telah gagal melakukan kaderisasi. Entah karena dalih strategi atau karena parpol sedang mengalami “disfungsi”.

Pilkada menjadi ajang unjuk kaderisasi. Jika pada pilkada partai tidak menghadirkan kader sebagai kompetitor, boleh jadi partai gagal melakukan proses kaderisasi. Seringkali Dalil sami’na wa atha’na (dengar dan kerjakan/ta’at) menjadi alasan mati disetiap keputusan partai. seakan menjadi belenggu “kepercayaan” pada kadernya.

Dalil ini menjadi alasan irrasional yang dianggap rasional demi kepentingan strategi, katanya. Seorang kader tentunya patuh dengan instruksi partainya, karena kader percaya pada partai. Namun jarang partai percaya pada kadernya, inilah partai yang hilang kepercayaan diri nya. Mungkin karena strategi ataupun dalil sami’na wa tha’na yang menjadi tameng.
Yang menjadi pertanyaan, dimana hasil kaderisasi itu? Jika kepercayaan pada kaderpun dibelenggu.
Dimana kepercayaan partai pada kadernya, kalau kepercayaan itu tersisipi pada rupiah. Jika kaderisasi berjalan, tentunya partai melahirkan pemimpin peradaban.

Merespon konstalasi Pilwalkot Makassar, partai kurang berkontribusi dalam mengusung kader-kadernya, bukan karena kapabilitas, tapi kredibilitas partai pada kader sudah hilang. Jika hanya popularitas, dimana kerja kerja partai dalam menyokong kadernya?

Jika hanya kapasitas, dimana kaderisasi partai itu ?

Mungkin karena kepercayaan (partai politik) sudah hilang (kader).

*) Penulis adalah Ketua Korkom IMM Unhas

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT