Oleh : Furqan Jurdi*
SN ditetapkan sebagai tersangka tanpa Proses pemeriksaan, lalu darimana KPK dapat dua alat bukti yang sah menurut hukum.
Dalam hukum pidana ada lima alat bukti. Pasal 184 ayat (1) Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut UU yang dapat digunakan dalam proses pembuktian.
Ketika SN ditetapkan sebagai tersangka, bukti permulaan yang cukup itu belum terpenuhi, yaitu adanya konfrontasi antara bukti surat dengan keterangan saksi-saksi dan calon tersangka. Penetapan SN yang dibatalkan oleh Hakim CI sudah benar, karena KPK menetepkan SN dari perkara Sugiharto dan Irman, bukan perkara a quo.
Kesalahan itu terulang kembali ketika KPK menetapkannya untuk kedua kalinya. Karena proses penyelidikan dan dimulainnya penyidikan banyak sekali yang tidak dilakukan. Ini menyalahi prinsip due procces of law. Dalam prinsip itu, semua tindakan penegak hukum harus berdasarkan ketentuan UU dan dengan kata lain harus memenuhi asas legalitas dalam hukum acara pidana.
Bahkan penetapan SN sebagai tersangka mengenyampingkan SOP KPK sendiri. Kalau kita baca secara teliti SOP tahun 2016 itu, kita dapat mengetahui kapan dimulainnya penyelidikan oleh penyelidik dan mekanisme yang harus dilewati ketika memulai penyelidikan.
Pertama, adanya informasi dugaan terjadinya TPK yang disampaikan dengan tertulis baik berupa surat atau laporan yang diterima oleh Deputi Bidang Penindakan.
Kedua, informasi itu diterima oleh bidang penindakan, baru di ekspos atau diadakan gelar perkara bersama dengan pimpinan KPK.
Ketiga, direktur penyelidikan Menelaah laporan TPK itu dan membentuk satgas penyidik untuk menelaah selama 14 hari. Apabila telaah belum selesai selama 14 hari maka satgas penyidik memberikan laporan telaah itu kepada direktur penyelidikan. Apabila telaah telah selesai, maka deputi penindakan membuat nota dinas kepada Pimpinan untuk mendapatkan saran dan tindak lanjut.
Keempat, apabila ada dugaan dan bukti kuat terjadinya TPK maka deputi penindakan membuat nota dinas kepada pimpinan untuk melanjutkan pada proses penyelidikan. Dan apabila bukti belum cukup maka deputi penindakan mengirim nota dinas kepada pimpinan intuk mengumpulkan barang bukti yang cukup.
Kelima, Direktur penyelidikan membentuk tim penyelidikan selambat-lambatnya 5 hari kerja, kemudian melaporkan kepada deputi penindakan untuk mendapatkan disposisi.
Keenam, satgas penyelidikan membuat Sprin lidik untuk disampaikan ke deputi penindakan selambatnya 5 hari setelah disposisi pembentukan tim penyelidik oleh deputi penindakan. Dan Sprin-Lidik itu disampaikan kepada direktur penyelidikan, deputi penindakan dan pimpinan KPK untuk disetujui secara berjenjang.
Ketujuh, penyelidik yang ditunjuk menyusun rencana penyelidikan. Untuk disampaikan kepada direktur penyelidikan bersamaan dengan sprin lidik untuk mendapatkan persetujuan.
Kedelapan, Penyelidikan berdasarkan sprin lidik mulai dari tanggal disetujui, melakukan penyelidikan hingga ditemukan alat bukti yang cukup, atau ditingkatkan ke penyidikan atau diberhentikan karena perintah pimpinan KPK.
Kesembilan, penyelidikan dievaluasi untuk menentukan kecukupan alat bukti TPK atau untuk di lakukan penyelidikan lanjutan, selambatnya 30 hari semenjak disetujui sprin lidik.
Kesepuluh, penyelidik meminta keterangan/klarifikasi kepada pihak-pihak terkait dengan mengirim surat permintaan katerangan/klarifikasi selambat-lambatnya 1 hari sebelum klarifikasi. Dan penyelidik membuat materi klarifikasi untuk ditanyakan kepada orang yang dipanggil untuk memberikan klarifikasi.
Kesebelas, dalam hal tidak hadir dalam permintaan untuk memberi keterangan/klarifikasi, penyelidik mengundang kembali secara patut. Apabila undang tetap tidak dipenuhi maka maka satgas penyelidik melaporkan ke direktur penyelidikan.
Keduabelas, melakukan Pengumpulan data atau dokumen dengan cara meminta, mencari, menerima dokumen dari pihak-pihak yang menguasai dokumen atau pihak lain yang berkompeten.
Ketigabelas, Terhadap pelaksanaan penyelidikan, baik yang dilakukan secara terbuka maupun tertutup dilakukan evaluasi secara periodik baik mingguan maupun bulanan.Evaluasi dilakukan oleh Tim Penyelidikan dan hasilnya disampaikan kepada Direktur Penyelidikan.
Keempatbelas, Tim penyelidik membuat undangan baik lisan maupun tertulis untuk melakukan ekspos gelar perkara.
Kelimabelas, Ekspos/gelar perkara dilakukan oleh pimpinan dgn bidang penindakan, bersama direktur penyelidikan, penyidikan dan penintutan, dan juga penyidik dan penuntut umum untuk mengkaji, apakah kasus bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan, atau di serahkan ke penegak hukum lain, atau dihentikan.
Keenambelas, ekspos/gelas perkara penyelidikan diambil keputusan untuk dilanjutkan dengan bukti permulaan yang cukup, dan atau menghentikan penyelidikan, dan atau menyerahkan ke APH lain.
Ketujuhbelas, dalam hal penyelidikan menemukan dua alat bukti yang cukup maka diambil keputusan untuk dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Kedelapanbelas, Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) disusun oleh Tim Penyelidikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan hasil ekspose.LHP ditandatangani oleh Tim Penyelidikan dan diketahui Direktur Penyelidikan.
Kesembilanbelas. Dalam hal Pimpinan memutuskan penanganan penyidikan dilakukan oleh KPK, maka dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak ditemukan bukti permulaan
yang cukup Direktur Penyelidikan melaporkan kepada Pimpinan dengan membuat Laporan
Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK).LKTPK disusun berdasarkan LHP yang disusun oleh Tim Penyelidikan dan disampaikan
kepada Pimpinan melalui Deputi Bidang Penindakan.
Pertanyaannya sekarang, apakah tahap itu dilakukan oleh KPK setelah menetapkan SN jadi tersangka kembali?
*) Penulis adalah presidium Jaringan Islam Nusantara (JIN)