Oleh : Dian Utari*
Di era globalisasi dimana kehidupan manusia akan selalu mengalami kedinamisan atau perubahan, maka segala kebutuhan masyarakat pun akan selalu berubah bahkan mengalami peningkatan secara signifikan, baik pemenuhan kebutuhan dari materi maupun non materi, tak terkecuali kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang prima atau berkualitas dari pemerintah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ternyata pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi salah satu hal yang sangat penting dan menarik untuk diperbincangkan tanpa adanya batasan ruang dan waktu. Karena pelayanan publik telah membuka ruang kepada masyarakat untuk mampu kritis terhadap fenomena – fenomena yang tidak sesuai dengan ekspektasi dan harapan masyarakat. Selain itu, pelayanan publik yang berkualitas akan menjadi salah satu penentu atau tolak ukur dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dan sebagai pergerakan untuk mewujudkan Good Governance atau Tata Kelola Pemerintahan yang Baik .
Secara konseptual, pelayanan publik telah dikemukakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa Negara memang harus selalu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat karena pelayanan merupakan hak bagi masyarakat. Seluruh kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah atau birokrat sebagai penyelenggara negara yaitu dalam berbagai sektor pelayanan, terutama menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat. Dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya suatu pelayanan dari Negara itu sendiri.
Ekspektasi yang kemudian berkembang di masyarakat adalah pemerintah atau birokrat harus mampu menyediakan pelayanan publik yang berkualitas, baik dari prosedur pelayanan, attitude / etika birokrat, kepastian waktu pelayanan, tidak adanya pungutan liar (imbalan setelah memberikan pelayanan), ketepatan birokrat dalam menjawab apa yang dibutuhkan masyarakat, anti diskriminatif, tidak adanya antrian pelayanan yang panjang, dan adanya kejelasan mekanisme komplain dalam mengadukan keluhan masyarakat.
Namun sampai pada era modern ini, ekspektasi masyarakat tentang penyediaan pelayanan yang berkualitas dari pemerintah masih bertolak belakang dengan fenomena maupun realita yang ada dilapangan. Masalah pelayanan publik di Indonesia sebagai Negara berkembang hingga kini masih belum mendapatkan titik terang, seperti gunung es yang sangat sulit untuk dicairkan.
Pernyataan itu kemudian diperkuat oleh data dari Ombudsman yang menyatakan bahwa keluhan publik tentang pelayanan yang diterima dari pemerintah semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015 sebanyak 6.000 keluhan, tahun 2016 meningkat menjadi 11.000 keluhan, dan bahkan pada tiga bulan pertama di tahun 2017 keluhan tersebut telah mencapai 3.000 keluhan. Hal ini memang harus diakui bahwa pelayanan publik yang disediakan pemerintah sangat buruk, tidak pernah menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan meskipun program dan anggaran yang besar dari negara untuk perbaikan kinerja birokrasi selalu di kiatkan oleh pemerintah.
Meskipun pemerintah selalu mencanangkan untuk adanya reformasi pelayanan publik, tetap saja selalu ada penyakit birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga banyak masyarakat yang mengeluhkan hal tersebut. Pelayanan publik di Indonesia masih diwarnai dengan masalah ketidakjelasan birokrat dalam melayani, sulitnya masyarakat dalam mengakses pelayanan yang dibutuhkan, pelayanan yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) sehingga dianggap sangat berbelit-belit, banyaknya pungutan liar, ketidakjelasan birokrat dalam memberikan kepastian waktu pelayanan sehingga banyak masyarakat yang merasa waktu dan biaya-nya yang digunakan dalam mengurus dokumen di berbagai instansi terbuang sia-sia, adanya diskriminatif antara kelompok rentan dengan yang lain, masih banyaknya instansi yang menjadikan antrian panjang dalam pengurusan dokumen sebagai tontonan sehari-hari, serta tidak jelasnya mekanisme komplain yang bisa digunakan masyarakat untuk menyampaikan keluhan.
Masalah yang telah disebutkan di atas merupakan fakta-fakta maupun hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti di Indonesia. Salah satu penyakit birokrasi yang sangat meresahkan masyarakat adalah ketidakjelasan birokrasi dalam memberikan pelayan, baik dari waktu, biaya, dan lain-lain. Hal ini terjadi di salah satu instansi yang penulis pernah rasakan buruknnya pelayanan yang diberikan. Ketika mengurus dokumen, terlihat bahwa ruangan atau loket pelayanan hanya beberapa yang di isi oleh pegawai sehingga menyebabkan adanya antrian panjang karena kurangnya pegawai yang melayani. Kedua ketika melayani masyarakat, pegawai masih sempat menyibukkan diri untuk menggunakan handphone baik untuk nonton maupun bermain game sehingga pelayanan yang diberikan sangat lama, padahal ada jadwal waktu yang diberikan kepada pegawai kapan harus melayani dan kapan harus istirahat. Ketiga banyaknya alasan pegawai yang dianggap tidak masuk akal untuk menunda pengurusan dokumen yang diinginkan masyarakat, baik dari sarana prasarana yang rusak, ketidakhadiran birokrat yang diinginkan tanda tangannya maupun pegawai yang diberikan kewenangan untuk mencetak dokumennya sehingga dokumen tersebut ditahan dan masyarakt dihimbau untuk menunggu dalam beberapa hari kemudian, dan sebagainya. Keempat mekanismen komplain yang tidak jelas bahkan keluhan yang dirasakan masyarakat kadang tidak mampu dipecahkan. Ketika ingin menyampaikan keluhan di ruang pengaduan, terlihat bahwa diruangan itu tidak ada pegawai sehingga masyarakat tidak mampu menyampaikan keluhannya.
Permasalahan tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak buruknya pelayanan publik di Indonesia. Banyak kemudian anggapan yang menunjukkan bahwa monopoli di lingkungan pemerintah dalam melayani masyarakat menjadi penyebab yang utama. Karena masyarakat dalam mengurus suatu dokumen, mau tidak mau harus ke instansi pemerintah yang diinginkan, karena organisasi publik seperti instansi pemerintah tidak seperti perusahaan swasta yang tidak memiliki pesaing sehingga birokrasi tidak memperdulikan keluhan – keluhan masyarakat. padahal prinsip tersebut sangat menyimpang dari adanya Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini membuktikan bahwa ternyata citra pelayanan publik oleh birokrasi di Indonesia lebih mendominasi pada sisi buruknya daripada prestasi yang diraih.
Melihat masalah – masalah tersebut yang dianggap sudah tidak asing di Indonesia. Hal ini sangat meresahkan masyarakat. Suatu hal yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk menindaklanjuti dengan serius tentang buruknya pelayanan publik di Indonesia. Banyak inovasi atau strategi yang bisa digunakan pemerintah untuk reformasi pelayanan publik, misalnya banyak melakukan dialog publik maupun dialog dengan akademisi – akademisi yang ahli dalam bidang pelayanan publik, memberikan ketegasan kepada penyelenggara pelayanan publik, bahkan pemerintah juga bisa belajar dari Negara – Negara maju yang telah menerapkan pelayanan publik yang sangat diharapkan masyarakat, dan sebagainya. Pemerintah harus melakukan reformasi pelayanan publik yang mampu menunjukkan peningkatan secara signifikan untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada birokrasi atau pemerintah. Karena pada konsepnya, apabila pemerintah tidak mampu memenuhi apa yang dibutuhkan masyarakat (tidak mampu melayani dengan baik) maka secara perlahan kepercayaan publik akan menurun terhadap pemerintah, dan apabila kepercayaan publik itu sudah menurun bahkan telah hilang untuk pemerintah maka instansi pemerintah atau organisasi publik tersebut dianggap gagal.
*) Penulis adalah mahasiswa Ilmu Administrasi FISIP Unhas