Beranda Mimbar Ide Pancasila dan Komitmen Kebangsaan

Pancasila dan Komitmen Kebangsaan

0
Muhammad Hidayat Djabbari (kanan)

Oleh : Muhammad Hidayat Djabbari*

Perjalanan sejarah kemerdekaan indonesia sangat panjang, hingga akhirnya kemampuan pikiran untuk mengingatnya kembali sangat sulit, hanya beberapa helai tulisan sejarah perjalanan kemerdekaan indonesia yang mampu diingat. Kemerdekaan indonesia memiliki cerita dan penderitaan yang mengelitik untuk diceritakan, perjuangan kemerdekaan bukan hanya persoalan pertumpahan darah dan cerita heroik para pahlawan melainkan cerita tentang para pembentuk dan pemikir dalam terciptanya fondasi negara kesatuan republik Indonesia, hingga akhirnya polarisasi kenegaraan bisa di nikmati di era milenial.

Pembentukan fondasi negara Indonesia yakni pancasila dan undang-undang 1945 diisi oleh beberapa element, fondasi yang dibentuk pertama kali adalah Piagam Jakarta pada 22 juni 1945. Muhammadiyah adalah salah satu organ yang menyumbang kadernya untuk kemaslahatan kehidupan berbangsa, komitmen kebangsaannya tidak bisa diragukan lagi, muhammadiyah telah membuktikannya dengan adanya beberapa tokoh muhammadiyah masuk dalam proses perumusan Fondasi kebangsaan yaitu Piagam Jakarta yang lambat laun menjadi pancasila, yakni Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimedjo, serta Abdul Kahar Mudzakkir yang merupakan salah satu anggota panitia sembilan yang menandatangani piagam jakarta.

…….”Dalam waktu kurang dari 15 menit Ki Bagus memberikan jawaban menerima pencoretan 7 kata islami dalam Piagam Jakarta demi keutuhan dan persatuan bangsa dengan syarat kata-kata setelah ketuhanan diganti dengan Ketuhanan Yang Esa, sehingga menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, usulan ini diterima. Ketika Prawoto bertanya tentang arti Ketuhanan Yang Maha Esa, Ki Bagus menjawab “Tauhid” (PP Muhammadiyah, Dari Muhammadiyah Untuk Indonesia : 2013: 75).

Awalnya butir pertama piagam jakarta berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang oleh beberapa tokoh keberatan dengan isi butir pertama piagam jakarta, melalui perdebatan dan argumentasi yang panjang akhirnya dengan sikap kenegaraan dan melihat kondisi indonesia yang dihuni oleh beberapa kepercayaan selain agama islam, Ki Bagus dengan legowo merubah butir pertama tersebut dan berganti menjadi ketuhan yang maha esa, hingga akhirnya kita mengenalnya pancasila.

Dimasa sekarang komitmen kebangsaan muhammadiyah lebih mendalam lagi pasca muktamar muhammadiyah ke-47 di Makassar, lahirnya konsep negara pancasila sebagai Dar al-Ahdi wa al-Syahadah, merupakan pemikiran kolektif muhammadiyah tentang negara pancasila ini bersifat mengikat dan menjadi keputusan resmi yang harus dipahami dan dijalankan oleh seluruh kader, anggota, dan warga Persyarikatan Muhammadiyah. Konsep ini lahir karena dinamika sistem kebangsaan antara islam dan sifat kebangsaan, Muhammadiyah berada pada poros tengah, dalam menjaga dan mengawal supaya negara tidak cenderung ke salah satu kutub ekstrim, baik konservatif yang menginginkan negara Islam, maupun negara liberalsekuler. Solusi atas dinamika tersebut muhammadiyah melahirkan konsep kenegaraannya sebagai konstruksi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mencapai negara idaman yaitu negara yang “baldatun thayibatun wa rabbun ghafur ” maksudnya adalah negara yang baik dan berada dalam ampunan Allah Swt.

Muhammadiyah memiliki pandangan bahwa negara pancasila merupakan hasil konsensus nasional (kesepakatan) dar al-ahdi dan sebagai tempat persaksian (dar al-syahadah) untuk menjadi negara yang dicita-citakan ummat islam. Meskipun tidak ditemukan bentuk negara Pancasila dalam al-Quran, dan juga belum ditemukan sistem pemerintahan yang lebih baik. Selain itu, sebagian dari prinsip-prinsip dan nilai-nilai Qurani telah diaplikasikan dalam negara Pancasila. Muhammadiyah memandang Pancasila sebagai titik temu seluruh komponen bangsa, Ki Bagus Hadikusumo merupakan sosok yang dengan kebijaksanaannya merubah ketegangan tentang Piagam Jakarta menjadi suatu konsesus bersama. Ki Bagus mengubah tujuh kata dalam sila pertama menjadi Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai hasil kesepakatan bangsa dan merupakan bentuk negosiasi Islam dan kebangsaan, muhammadiyah menilai bahwa pancasila itu islami karena substansi pada setiap silanya selaras dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam pancasila terkandung ciri keislaman yang memadukan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusian, hubungan individu dan masyarakat, kerakyatan dan permusyawaratan, serta keadilan dan kemakmuran.

*) Penulis adalah ketua Umum Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Ekonomi Sosial Politik (Eksotik) Universitas Hasanuddin

Facebook Comments Box
ADVERTISEMENT